Tipe Kepribadian Orang dalam Berkendara Motor yang Berseliweran di Hidup Kita

Tipe Kepribadian Orang dalam Berkendara Motor yang Sering Muncul di Hidup Kita

Dalam berbagai aktivitas, manusia membutuhkan kendaraan. Sebagai alat transportasi yang praktis, motor menjadi andalan masyarakat +62 untuk memangkas waktu, menghantarkan mimpi menjadi kenyataan dan melampaui batas. Body-nya yang ramping sangat efektif menerobos kemacetan.

Dilansir dari website Badan Pusat Statitika, jumlah sepeda motor di Indonesia mencapai 113.030.793 unit (coba ulangi baca angkanya) per tahun 2017. Jumlah ini tentu wajar melihat fakta dalam beberapa rumah, jumlah motor sama dengan jumlah anggota KK (kartu keluarga).

Masalah yang ada di jalan tentu berbanding lurus dengan jumlah kendaraan yang ada. Termasuk kecelakaan yang ditimbulkan maupun memakan korban pengendara motor. Menggunakan handphone ketika berkendara, merokok, ugal-ugalan, ataupun atraksi menyebrang tanpa tengok kanan kiri adalah beberapa contoh sebab terjadinya kecelakaan. Namun ada yang lebih penting dari itu, coba tebak!

Baiklah, langsung saya bocorkan saja. Kita terlalu sering memperhatikan tingkah ugal-ugalan pegendara motor dan nge-judge bahwa mereka salah. Tapi dibalik perilaku menyimpang tersebut, ada hal yang “menggerakkan” mereka. Yap! Kepribadian pengendara motor. Inilah yang perlu kita pahami.

Sebagai salah satu pengendara motor aktif, sembari berkendara saya sering kali mengamati pengendara motor lain (dibanding melamun kan ya?). Beberapa tingkah mereka menarik perhatian saya sehingga tergelitik untuk melakukan riset kecil-kecilan. Riset ini saya namakan riset kepribadian seseorang dalam berkendara motor. Berikut hasilnya:

#1 Patuh terhadap hukum

Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur segala tingkah laku masyarakat demi kebaikan masyarakat pula. Barang siapa melanggar, akan mendapatkan sanksi sebagaimana yang ditetapkan. Termasuk dalam berkendara, pengendara motor wajib mengenakan helm untuk safety.

Yang sering terjadi, sebagian pengendara menggunakan helm agar terhindar dari tilang, tanpa menyadari kegunaan sebenarnya. Dengan santuy mereka menenteng helm ketika berkendara, dan hanya dipakai ketika mendekati jalur “rawan”. Iya sih, patuh dengan undang-undang tapi kan harus paham tujuannya juga, Zeyyeng!

#2 Ambisius

Efisiensi motor dalam menyalip kanan kiri tidak cukup bagi sebagian pengendara. Rambu-rambu yang dipasang untuk mengatur lalu lintas dirasa cukup menghambat mereka dalam mengejar mimpi. Sekalipun traffic lamp masih menunjukkan warna merah, individu ambisius sudah membunyikan klakson. Belum lagi jika sudah berwarna kuning, klakson squad ambisius akan bersahut-sahutan. Maklum saja, mereka harus bertindak zat-zet lhas-lhes.

#3 Ramah

Sejak duduk di sekolah dasar, kita diajarkan untuk memberi salam atau menghormati orang yang ditemui. Entah dengan memanggil nama atau ungkapan tertentu. Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, cara beruluk salam juga mengalami transformasi. Mereka memberikan salam dengan membunyikan klakson. Bip biiiippp…. (baca: duluan yaaa).

#4 Apatis

Memilih tidak mencampuri urusan orang lain adalah sikap yang dapat kita hormati. Namun akan berbeda jika hal ini dilakukan di jalan raya. Sirene mobil ambulance yang mengalun keras tidak menyadarkan mereka agar membuka jalan. Justru memacu kendaraannya lebih kencang agar tidak dibalap ambulance.

Sikap apatis lain tercermin ketika terdapat pejalan kaki yang hendak menyeberang, mereka enggan menunggu. Atau, memilih bodo amat dengan kecelakaan yang terjadi di depannya.

#5 Memiliki solidaritas yang tinggi

Dari sekian tipe kepribadian pengendara motor, tipe ini yang sering kali mengganggu penglihatan dan kesabaran pengendara lain. Individu dengan solidaritas tinggi tidak tega melihat temannya berkendara sendirian, terlebih jika tampak melamun. Dengan inisiatif yang besar, terjadilah jalinan solidaritas di jalan raya.

Diawali uluk salam klakson, salah satunya akan memantik topik diskusi. Dari topik ringan sampai berat hingga kecepatan berkendara turut melambat. Diskusi mereka kian ramai disertai klakson pengendara lain yang mengingatkan, “Jalanan ini bukan punya mbahmu, Cuk!” Anehnya, peserta diskusi justru membunyikan klakson balik dengan maksud, “Silakan menyalip.” Hadehhh….

Beberapa tipe kepribadian di atas hanyalah berdasarkan pengamatan pribadi saya. Masih banyak tipe kepribadian lain yang belum terungkap. Baiknya kita menjaga dan saling mengingatkan attitude berkendara untuk menjaga perdamaian antar sesama pengguna jalan raya. Saya yakin, di luar sana banyak sekali yang resah dengan pengendara yang demikian, tapi hanya menahan kedongkolannya dalam hati. Paling banter, mengomel sendirian di medsos.

Sebagai makhluk sosial, mari mengheningkan cipta sejenak. Merenungkan kembali kepribadian kita saat berkendara. Tidak hanya mengedepankan urusan pribadi, tapi juga memahami keadaan sekitar. Sudahkah bertindak adil untuk pengendara lain? Mari berubah sedikit demi sedikit. YOK BISA YOKKK!

BACA JUGA Sensasi Berkendara di Jalan Raya 6 Tahun Tanpa SIM atau tulisan Elif Hudayana lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version