Sejak new normal, eh maksud saya adaptasi kebiasaan baru diberlakukan beberapa bulan silam, salah satu protokol kesehatan yang wajib—tapi nyatanya nggak wajib wajib amat—dilakukan adalah pengecekan suhu tubuh. Setiap orang yang hendak masuk ke kantor, tempat ibadah, gedung pertemuan, hotel, tempat wisata, bahkan pintu masuk TPS Pilkada pun, harus terlebih dahulu dicek suhu tubuhnya.
Pengecekan suhu tubuh ini dilakukan dengan menggunakan thermo gun yang prosedurnya akan diarahkan dan ditembakkan ke bagian tubuh tertentu. Pada mulanya, thermo gun ini diarahkan ke dahi. Tapi, berselang beberapa hari sejak pertama kali himbauan tersebut diumumkan, sontak langsung ada narasi lain yang menyebutkan bahwa alat ini sebaiknya diarahkan ke tangan saja daripada ke dahi.
Sumber yang menyatakan narasi ini pun terbilang banyak. Mulai dari wawancara Helmy Yahya dengan salah satu doktor sekaligus ekonom di channel YouTube-nya, postingan Facebook, sampai broadcast grup WA. Intinya, banyak banget lah yang mendukung gerakan diarahkan ke tangan ini.
Sontak, dengan adanya dua narasi berseberangan ihwal thermo gun ini, masyarakat di dunia nyata dan dunia maya terbelah jadi dua kubu. Ada yang jadi pembela kubu tim thermo gun ke dahi. Ada pula yang memilih menjadi tim thermo gun ke tangan. Kok ya masyarakat ki seneng banget dipolarisasi dan main kubu-kubuan to. Hadeh.
Ya walaupun kubu-kubuannya nggak sampai jadi perang hestek laiknya tim-timan drakor yang bikin gaduh lini masa itu. Nggak juga setegang perang hestek antara buzzer pro pemerintah versus oposisi pemerintah yang sudah jadi konsumsi netizen sehari hari, ups. Tapi, adanya dua kubu tadi memang cukup bikin bingung, sih. Baik bagi petugas pengecek suhu maupun orang yang mau dicek suhunya. Bingung mau jadi Tim Dosan atau Tim Ji Pyeong tim thermo gun ke dahi atau ke tangan.
Nah, untuk menjawab kebingungan gabung ke tim mana tadi, saya akan coba memberikan alasan dan tokoh teladan, yang barangkali bisa membuat kalian tertarik dan memutuskan untuk bergabung menjadi tim thermo gun ke tangan. Tim thermo gun ke dahi sana minggir dulu !1!1
Pertama, thermo gun ke dahi itu bahaya tauk!
Kalian yang masih jadi tim thermo gun ke dahi, apa nggak takut kalau sinar merah di dahi kalian itu sebetulnya sinar laser? Bahaya tauk! Bayangin aja, sinar merah tadi ternyata pancaran radiasi yang bisa menembus masuk ke kulit kepala, merangsek sampe tulang tengkorak, hingga akhirnya merusak jaringan otak kalian. Kurang bahaya apa coba. Saya yang membayangkannya saja sampai bergidik ngeri.
Masa kalian mau dengan sukarela, jaringan otak kalian dirusak cuma gara-gara perkara sepele ngecek suhu tubuh. Kalau saya sih ogah ya.
Memang betul, ada kontra narasi yang menyebutkan bahwa itu kabar hoaks. Lengkap dengan teori segala macamnya itulah. Tapi kan itu cuma teori. Siapa tahu, kejadian di lapangan berbeda. Bisa saja kan thermo gun yang dipakai petugas sebetulnya sudah diganti dari sinar inframerah jadi sinar laser macam sinarnya Kizaru, itu lho yang dipakai sama Pacifista gitu. Kan bahaya itu, meledak pala kau.
Andai kejadian di atas kok kebetulan terjadi, dan saat itu thermo gun-nya sedang diarahkan ke tangan, kita bisa buru-buru mengelak atau mencari perlindungan dari sinar merah tadi. Gerakan tangan kan lebih taktis dan cekatan dibandingkan gerakan kepala. Kalau kepala atau dahinya kenapa-napa baru deh tahu rasa.
Kedua, alasan kesopanan
Di negara yang masih menjunjung tinggi nilai dan norma macam Indonesia ini, segala hal yang kita lakukan pasti deh dikaitkan dengan kesopanan. Nah, masalahnya bagi sebagian besar orang, memegang atau sekadar ngutak-atik kepala orang lain itu adalah kegiatan yang nggak sopan.
Apalagi ngutak-atik kepalanya dengan cara ditembakin sinar merah yang belum tentu jaminan aman. Walaupun dalihnya untuk ngecek suhu, ya tetap saja nggak sopan. Masih ada anggota tubuh lain untuk dijadikan tempat ngecek, tangan misalnya. Pokoknya kesopanan harus nomor satu. Kesehatan ya terserah mau dinomor berapakan.
Sudah, kalau kalian nggak mau direpotkan dengan masalah kesopanan ini, mendingan hijrah saja ke tim thermo gun di tangan. Saya jamin nggak ada perasaan pekewuh gitu deh.
Ketiga, meneladani Pak Menteri Kesehatan
Perihal penegakan protokol kesehatan, menteri kesehatan kita memang patut dijadikan panutan. Tentu kita masih ingat betul, ketika kasus corona baru saja merebak. Beliau mengimbau masyarakat agar tetap tenang, jangan panik, dan pastinya enjoy saja.
Berkat imbauan dari beliau, masyarakat kini sudah nggak panik-panik amat dengan kasus corona. Sungguh imbauan dari pemimpin yang sangat mandegani. imbauan beliau tadi sangat tepat sasaran hingga dipatuhi masyarakat.
Usut punya usut, Pak Menteri Kesehatan ini tergabung dengan tim thermo gun ke tangan, lho. Nggak percaya? Coba, deh kalian tonton video yang diunggah oleh akun Twitter @Acuantodaycom di tautan ini. Video tersebut berisi liputan saat beliau berkunjung ke RSJ Prof Dr. Soerojo Magelang.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto optimistis gangguan jiwa atau autisme yang diderita seseorang bisa disembuhkan secara cepat, sepanjang ada intervensi medis yang inovatif.@KemenkesRI #viralindo pic.twitter.com/149jdk4NYh
— Acuantodaycom (@Acuantodaycom) December 12, 2020
Coba kalian perhatikan pada detik 0.33-0.37. Setelah beliau mencuci kedua tangannya dengan hand sanitizer, beliau langsung mengarahkan tangannya ke thermo gun untuk mengecek suhu tubuhnya. Kurang sahih apa coba bukti video tadi. Sudah pasti Pak Menkes adalah bagian dari tim thermo gun ke tangan. Sudah valid dan no debat, lah. Perilaku Menkes memang patut kita teladani. Hawong ini sekelas menteri, je.
Ah, sudahlah dengan dua alasan dan rekomendasi tokoh teladan tadi, memang paling betul thermo gun ini diarahkan ke tangan, bukan ke dahi. Tidak bahaya, tidak repot, dan pastinya ada suri teladannya. Jadi, misal ada yang ngelawan, tinggal bilang saja, “Lha, aku manut Menkes og.” Teruntuk tim thermo gun ke dahi, masa kalian mau ngelawan perilaku Menkes kalian, sih. Kewanen banget !1!1
BACA JUGA Mari Bersepakat bahwa ST 12 Adalah Band Pop Melayu Terbaik di Indonesia dan tulisan Nauvan Lathif lainnya.