Acara bertajuk pencarian bakat, sudah begitu lama menghiasi televisi Indonesia. Entah itu kompetisi menyanyi anak-anak, kompetisi memasak, kompetisi ngelawak, kompetisi sulap, hingga kompetisi menahan kerasukan makhluk halus. Dan yang akan saya bahas ini adalah The Cuts Indonesia yang cenderung beda dari yang lain.
Saya akui, menonton acara bertajuk kompetisi itu menyenangkan, saya bahkan sampai memiliki jagoan pada setiap acara ajang bakat yang saya saksikan. Bukan hanya menonton, saya juga pernah mengorbankan pulsa saya untuk mengirim banyak sms dukungan demi idola saya yang beraksi di televisi. Jika jagoan saya juara, tentu saya akan merasa senang, tapi jika tereleminasi, ya sudah pasti saya juga akan kecewa.
Banyaknya penonton pada setiap ajang pencarian bakat, juga menandakan bahwa sponsor akan datang mengantre, dan tentu ini adalah pemasukan penting bagi setiap stasiun televisi. Oleh karena itu, banyak sekali acara bertajuk kompetisi yang telah berhasil di pasar, akan dibuat terus season terbarunya setiap tahun.
Awal 2017, Trans 7 menayangkan salah satu ajang pencarian bakat yang terbilang baru di Indonesia. Acara tersebut mengadu keahlian para peserta dalam memangkas rambut, khususnya memangkas rambut pendek.
The Cuts Indonesia tayang setiap hari Minggu, di setiap episodenya para peserta akan beradu memangkas rambut seorang model dan dinilai oleh juri. Sama dengan ajang pencarian bakat kebanyakan, peserta yang paling buruk performanya akan dipulangkan. Hingga akhirnya tersisalah dua peserta, dan akan beradu dalam tajuk grand final.
Sebagai penonton, saya mengapresiasi hadirnya kompetisi The Cuts Indonesia, walau format ajang bakat sudah sangat biasa, tapi Trans 7 berani menghadirkan kompetisi memangkas rambut yang sepertinya pertama di Indonesia.
Memang pada tahun-tahun sebelum 2017, barbershop—pangkas rambut dengan fasilitas lengkap—lagi ramai bermunculan. Di jalan besar, mudah sekali menemukan barbershop. Pelanggannya pun terlihat cukup banyak, walau harganya bisa berkali-kali lipat dari pangkas rambut tradisional, tapi toh banyak juga orang yang memilih bercukur di barbershop.
Setiap barbershop berusaha melayani para pelanggannya dengan pelayanan maksimal, salah satunya adalah dengan merekrut barber atau tukang cukur yang berkualitas. Sebab dengan harga yang lebih tinggi dibanding pangkas rambut tradisional, barbershop harus memiliki kelebihan pada kualitas pekerjanya. Bekerja di tempat ber-AC, penampilan modis, dan berdedikasi terhadap seni, membuat profesi barber akhirnya cukup digandrungi.
Sebelum membuat program The Cuts Indonesia, saya yakin Trans 7 telah melihat ekosistem yang sehat ini terjadi dalam dunia barbershop Indonesia. Ini juga menandakan bahwa ada pasar yang diharapkan bisa menyaksikan The Cuts Indonesia agar mereka dapat meraup keuntungan.
Selain itu, berkat menonton The Cuts Indonesia, saya jadi mengetahui bahwa laki-laki bisa sangat detail dalam urusan mencukur rambut. Sejak kecil, saya selalu mempercayakan rambut saya kepada pangkas rambut tradisional yang durasi cukurnya sangat singkat.
Sebelumnya, saya tidak pernah mempermasalahkan gaya rambut apapun. Setiap cukur rambut, saya selalu menunjuk gambar pada poster top collection. Walaupun setelah selesai cukur, rambut saya tidak mirip dengan yang digambar, tapi toh saya tetap membayar jasa tukang cukur tersebut. Bahkan, saya akan terus melakukan hal yang sama seperti ini ketika rambut saya sudah kembali panjang.
Setelah menonton The Cuts Indonesia beberapa episode, saya melihat para barber yang begitu teliti memangkas rambut para model. Mereka memperhatikan bentuk kepala, tipe rambut, transisi pada rambut, hingga ada efek shadingnya. Melihat hal yang baru seperti ini, saya jadi sedikit penasaran bagaimana jika sesekali saya cukur rambut di barbershop.
Tidak berselang lama, akhirnya saya memutuskan untuk cukur rambut di barbershop. Selain tempatnya yang lebih bersih dan adem, perbedaan mendasar adalah para barber-nya yang ramah dan mau menyarankan gaya rambut yang tepat untuk orang seperti saya. Walau harus mengeluarkan duit lebih, tapi sesekali boleh juga untuk cukur di barbershop. Akhirnya, kebiasaan saya bercukur berubah karena acara The Cuts Indonesia.
Sebagai ajang bakat, The Cuts juga sudah memiliki juri yang kompeten. Jurinya juga berasal dari latar belakang yang berbeda, tapi memiliki benang merah yang serupa, ada barber terkenal Hanoch Sitompul, ada aktor Alex Abbad, ada Wak Doyok pria fashionable dari Malaysia, dan ada juga Claudia Adinda fashion designer.
Tapi, The Cuts Indonesia bukan tidak memiliki kekurangan. Kurangnya rasa dekat antara peserta dan penonton adalah sebuah kendala. Bagi saya, ruh dari acara kompetisi adalah kedekatan antara peserta dan penonton.
Ketika menonton The Cuts Indonesia, saya merasa seru saja, tapi hampa. Saya tidak bisa bersimpati dengan para peserta. Tidak ada seseorang yang bisa saya jagokan untuk memenangi kompetisi tersebut. Entahlah, mungkin karena ajang bakat ini kurang memiliki bumbu drama atau hal non teknis lainnya.
Saya tidak tahu, apakah saat itu program ini lantas menguntungkan Trans 7 atau tidak. Tapi, sebenarnya hingga saat ini saya menantikan The Cuts Indonesia season kedua. Tentu dengan beberapa perbaikan, agar lebih seru.
Photoby Luis Quintero via Pexels.com
BACA JUGA Cara Ampuh Memperbaiki Jam Tidur Adalah dengan Memiliki Tanggung Jawab dan tulisan Muhammad Ikhsan Firdaus lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.