Pada kegiatan sehari-hari kita semua sudah terbiasa dan sering kali dihadapkan dengan proses mengantre. Entah di jalan, memasuki area parkiran, masuk ke stasiun juga KRL, menunggu bus, masuk lift, ke ATM, dan masih banyak lagi. Karena mengantre sudah menjadi rutinitas dan bagian dari kehidupan—sampai dengan saat ini—seharusnya, mengantre termasuk hal yang mudah dilakukan.
Toh, hanya berdiri di suatu loket atau tempat, bisa juga duduk di bangku yang sudah disediakan lalu menunggu panggilan sesuai nomor antrean. Sederhananya demikian. Tidak lupa juga, dalam prosesnya, mengantre butuh kesabaran dan kedisiplinan agar antrean tetap tertib. Namun, tidak semua orang Indonesia sabar dalam mengantre. Sering kali masih saja ada orang yang menyerobot atau tidak sabar—pada saat proses mengantre.
Beberapa kali saya temui dan alami langsung saat antre di ATM dengan penyampaian yang kurang lebih sama, “Mas, boleh perempuan lebih dulu nggak?” Bukan maksud tidak menghargai perempuan, tapi, bukankah lelaki dan perempuan kedudukannya setara saat mengantre? Apalagi saat kondisi sedang sehat walafiat. Kalau alasannya terburu-buru, saya rasa semua orang memiliki tingkat urgensinya masing-masing.
Lain cerita saat saya antre untuk tap-in sebelum masuk ke stasiun di pagi hari ketika banyak orang yang terburu-buru berangkat kerja—khawatir ketinggalan kereta. Antrean pada mesin tap-in terbilang cukup panjang di pagi hari khususnya pada jam keberangkatan kerja. Di situasi seperti ini, ada saja orang yang menyerobot antrean. Tak jarang, tipikal seperti ini akan mendapat sorakan dari pengantre yang lain. “Woy, antre dong! Kita semua juga lagi buru-buru!”, begitu kata banyak orang yang sudah antre sebelumnya.
Pada akhirnya, orang yang menyerobot akan mundur secara perlahan sambil menahan malu karena sudah mendapat sorakan berjamaah. Tapi, jangan salah, ada juga orang yang tidak tahu malu dan tetap menyerobot antrean sambil jalan terburu-buru dan tidak mendengarkan perkataan orang di sekitarnya. Sering pula ditemui, sudahlah menyerobot antrean, dia yang salah, dia yang marah-marah. Bukannya meminta maaf dan merasa bersalah, malah balik memaki. Betul-betul tipikal warga di negara ber-flower.
Bagi saya, orang yang menyerobot antrean itu selalu menyebalkan. Maksud saya sih, soal keterlambatan kan kembali kepada diri masing-masing, tinggal menyesuaikan antara keberangkatan dari rumah dan jadwal kereta atau apa pun itu. Cara tersebut juga saya terapkan kepada diri sendiri. Namun, meski sudah terlambat, bukan berarti bisa menyerobot antrean semaunya.
Sebagai pengguna setia KRL khususnya saat pergi bekerja, saya juga sudah biasa melihat penumpang yang ingin naik menumpuk di depan pintu masuk setiap gerbongnya. Padahal, dari sisi etika sekaligus himbauan dari petugas KRL, utamakan penumpang yang turun terlebih dulu, bagi penumpang yang naik diharapkan memberi jalan dengan berdiri di dekat sisi pintu KRL. Seharusnya hal seperti itu mudah dipahami, dan lagi, masih saja ada penumpang yang enggan bersabar mengantre. Semua berebut untuk dapat masuk dan keluar KRL lebih dulu. Tidak heran jika sering kali penumpang kesulitan turun dan keluar dari KRL karena hal tersebut.
Meskipun begitu, bagi saya antrean bersifat fleksibel alias tidak kaku. Jika memang diperlukan, bersifat genting, dan harus disegerakan tentu wajib didahulukan dan diberi jalan. Misalnya saja orang yang terlihat sedang sakit atau tidak sehat, orang tua, Ibu hamil, juga orang berkebutuhan khusus. Bukan soal privilege, tapi, masa sih kita tidak mau mengalah jika memang diperlukan dan untuk mereka yang lebih membutuhkan?
Pada akhirnya, butuh kemauan dan kesadaran yang tinggi untuk dapat tertib saat mengantre. Sudah selayaknya menerapkan rasa malu pada diri sendiri jika tidak tertib saat berada di barisan antrean. Hal itu lebih baik dibanding dibuat malu oleh orang lain dengan cara dicemooh atau diviralkan di internet. Mengantre memang menguras waktu, itu kenapa jika tidak ingin berlama-lama, sebaiknya datang lebih awal—paling tidak agar ada di barisan depan dan paling pertama.
Mau bagaimana pun, antre dengan tertib menjadi suatu keharusan banyak orang yang harus diaplikasikan di mana pun. Lagipula, dalam kondisi normal, didahului saat mengantre itu rasanya nggak enak, kan? Jadi, saling memahami saja, lah.
BACA JUGA Panduan Agar Tidak Bersikap Goblok Saat Antre di ATM atau tulisan Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.