Di Surabaya, nama Terminal Tambak Osowilangon tak sepopuler Terminal Purabaya (Bungur) atau Terminal Joyoboyo yang ada di dalam Kota Surabaya. Terminal Tambak Osowilangon berada di sisi barat Surabaya yang berbatasan dengan wilayah Gresik. Terminal ini dikelilingi tambak garam, pergudangan, dan kawasan industri. Lantaran sering dilewati truk gandeng dan kendaraan besar lainnya, jalan menuju terminal ini cukup padat dan sering macet.
Dulu, bus jarak menengah dan jauh dari barat masuk ke dalam kota Surabaya dengan pangkalan yang berada di Terminal Jayengreno (Jembatan Merah). Lantaran daerah ini merupakan pusat perdagangan dan industri di Surabaya, kehadiran Terminal Jayengreno yang menampung berbagai moda transportasi umum membuat jalannya tampak semrawut dan terlalu padat sehingga Pemkot Surabaya membangun Terminal Tambak Osowilangon yang lokasinya agak jauh dari pusat kota dengan lahan yang cukup luas dan mulai diresmikan pada tahun 1994.
Awalnya, Terminal Tambak Osowilangon digunakan untuk bus antarkota, terutama bus jurusan Surabaya ke Bojonegoro, Cepu, Tuban, Gresik, Malang, Semarang, dan Jember. Terminal ini juga menjadi tempat berhentinya angkutan dan bus kota (baca: bus Damri yang melayani rute di dalam kota Surabaya, termasuk rute dari Terminal Tambak Osowilangon ke Terminal Bungurasih).
Saya sering menggunakan Terminal Tambak Osowilangon saat bepergian dari Surabaya ke Bojonegoro, begitu juga sebaliknya. Saya besar di Bojonegoro, dan ketika masih kecil, saya sering diajak orang tua berbelanja ke Jembatan Merah Plaza dan Pasar Turi menggunakan bus. Dulu kami selalu berhenti di Terminal Tambak Osowilangon untuk kemudian berpindah moda transportasi menggunakan angkutan menuju JMP dan Pasar Turi. Makanya saya cukup familier dan akrab dengan terminal ini dari dulu sampai sekarang.
Daftar Isi
Mulai sepi
Seiring berjalannya waktu, Terminal Tambak Osowilangon yang dulunya cukup ramai, berangsur-angsur sepi. Berbarengan dengan makin jarangnya bemo dan semakin banyaknya kendaraan pribadi, terminal ini seolah tak lagi dibutuhkan.
Saya mulai melihat banyak stand makanan di dalam terminal yang perlahan-lahan tutup. Saat ini, hanya satu dua stand yang masih buka. Toilet yang dulunya bagus dan bersih mulai terlihat tua dan atapnya bolong-bolong. Beberapa bus antarkota yang dulunya beroperasi mulai gulung tikar. Praktis, terminal ini hanya menyisakan beberapa bus jurusan Bojonegoro, Cepu, Tuban, dan Gresik. Itu pun dengan armada yang terbatas dan ala kadarnya.
Jika Anda naik bus dari Terminal Tambak Osowilangon ke Bojonegoro misalnya, Anda tidak memiliki banyak pilihan. Tidak ada bus patas, sebab armadanya hanya bus ekonomi. Itu pun kadang penumpang tidak bisa memilih yang ada AC-nya. Jadwal busnya juga tidak 24 jam nonstop, seingat saya hanya sampai jam 7 malam.
Hal ini mungkin terjadi karena terminal mulai sepi penumpang, sehingga intensitas busnya pun terbatas. Dulu, di dalam Terminal Tambak Osowilangon ada bus Damri yang melayani rute di dalam Kota Surabaya. Namun kini, bus Damri pun telah berhenti beroperasi.
Jika Terminal Tambak Osowilangun adalah manusia, dia telah kehilangan banyak hal dan mulai kesepian. Andai bisa bicara, barangkali terminal ini sudah berteriak minta tolong. Di satu sisi, kesepian membuatnya ingin disuntik mati. Namun di sisi lain, masih ada pedagang kecil dan bus antarkota yang harus tetap beroperasi mengantarkan penumpang yang tak seberapa.
Mulai sepi sejak tahun 2012
Sebenarnya, tanda-tanda sepinya Terminal Tambak Osowilangon sudah ada sejak tahun 2012 lalu. Bahkan waktu itu seluruh sopir bus jurusan Semarang pernah melakukan mogok dan tak mau beroperasi. Mogok massal tersebut sempat membuat bus Surabaya-Bojonegoro juga ikutan mogok dan mengakibatkan saya tidak bisa pulang kampung selama lebih dari seminggu.
Ada beberapa upaya yang coba dilakukan Pemkot Surabaya agar Terminal Tambak Osowilangon kembali ramai dikunjungi banyak orang. Sayangnya, usaha tersebut seolah tidak menghasilkan apa-apa selain kesia-siaan.
Pedagang di dalam bus juga banyak yang mengeluh tentang sepinya terminal sehingga berimbas pada sepinya dagangan mereka. Menurut para pedagang, salah satu penyebab sepinya karena banyak armada bus yang tidak berhenti di dalam terminal dan hanya ngetem di depan pintu masuk. Tidak adanya pengunjung di dalam terminal otomatis membuat dagangan mereka sepi pembeli.
Pemkot juga masih berusaha menolong Terminal Tambak Osowilangon dengan menambah koridor Suroboyo Bus sampai ke terminal ini untuk mengganti bus Damri yang sudah tidak beroperasi. Akan tetapi, usaha tersebut rasanya terlambat. Kondisi terminal sudah telanjur sepi, sehingga kehadiran Suroboyo Bus tidak memberikan efek signifikan.
Meski begitu, saya tetap berharap Suroboyo Bus tidak ikutan berhenti beroperasi hanya karena penumpangnya masih sepi. Jika tidak ada Suroboyo Bus, orang-orang yang naik bus dari arah Bojonegoro, Tuban, dan Gresik, setelah berhenti di Terminal Tambak Osowilangon dan mau masuk ke Kota Surabaya harus naik apa? Mosok naik ojol.
Seharusnya Pemkot Surabaya menghidupkan kawasan sekitar terminal
Menurut saya, sepertinya Pemkot Surabaya harus membuat tempat wisata atau menghidupkan kawasan sekitar Tambak Osowilangon agar didatangi banyak orang. Jika aktivitas di sekitar terminal ramai, siapa tahu terminal ini kembali hidup.
Ketika rencana Piala Dunia U-20 digelar di Gelora Bung Tomo, saya cukup senang. Lokasi Stadion GBT lebih dekat dengan Terminal Tambak Osowilangon ketimbang Terminal Purabaya. Harapannya, keramaian agenda di GBT bisa membuat ini ikut didatangi banyak pengunjung. Sayangnya, agenda tersebut batal dan terminal ini tak jadi merasakan kemeriahan apa pun.
Meskipun semakin hari semakin sepi, saya berharap Pemkot Surabaya tetap memberikan pertolongan kepada Terminal Tambak Osowilangon agar tetap bisa beroperasi dan tidak tutup begitu saja. Sebab, di terminal ini, masih ada orang-orang kecil yang mencoba mengais rezeki demi menyambung hidup.
Di depan terminal, ada bangunan terbengkalai yang cukup luas. Jika Pemkot bisa memanfaatkan bangunan tersebut dan memberikan inovasi seperti membangun pasar, pusat perdagangan, atau arena bermain dan tempat wisata, mungkin saja bisa membuat terminal kembali bernyawa.
Akhir kata, semoga ke depannya kita semua bisa menikmati kembali suasana ramai di terminal ini ya, Rek.
Penulis: Tiara Uci
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Keistimewaan Royal Plaza Surabaya yang Bikin Pengunjung Membeludak Jelang Lebaran.