Mati Surinya Terminal Hamid Rusdi Kota Malang: Nyaris Terbengkalai dan Sering Dipertanyakan Manfaatnya

Terminal Hamid Rusdi Kota Malang Mati Suri: Nyaris Terbengkalai dan Sering Dipertanyakan Manfaatnya

Terminal Hamid Rusdi Kota Malang Mati Suri: Nyaris Terbengkalai dan Sering Dipertanyakan Manfaatnya (Mujionomaruf via Wikimedia Commons)

Terminal Hamid Rusdi baru dibangun tahun 2009 dengan biaya Rp59,7 miliar. Tujuannya menggantikan Terminal Gadang sebagai gerbang selatan Kota Malang. Sebenarnya terminal baru ini didesain dengan lebih layak dibandingkan pendahulunya. Lahannya jauh lebih luas, rapi, bahkan fasilitas yang disediakan lebih nyaman daripada terminal lama. Sayangnya, berbagai fasilitas menarik itu tak lantas membuat Terminal Hamid Rusdi ramai. Nasibnya sebagai sebuat terminal justru malang sekali.

Terminal yang nyaris sempurna sebagai wahana uji nyali

Lumrahnya terminal akan selalu diwarnai oleh hiruk pikuk manusia yang hendak bepergian dari satu tempat ke tempat lain. Apalagi kalau stasusnya sebagai terminal tipe B. Nggak hanya angkot dan angkudes, bus-bus AKDP yang melayani perjalanan ke berbagai wilayah di tenggara dan barat daya Kota Malang seharusnya singgah di Terminal Hamid Rusdi.

Namun yang terjadi malah sebaliknya, terminal ini sepi pengunjung. Lama-kelamaan bangunan terminal mengalami kerusakan di sana-sini. Suasana di malah hari sangat senyap. Hanya menyisakan bapak-bapak Dishub yang piket malam.

Bangunan luas nan lengang itu juga dilengkapi dengan pohon-pohon besar di sekitarnya. Ditambah lagi jalanan di sekitaran terminal masih cukup sunyi. Sebab, kawasan Terminal Hamid Rusdi atau yang biasa disebut block office itu memang difungsikan sebagai kompleks perkantoran Pemkot Malang saja.

Kalau saja nggak ada penerangan di terminal ini saat malam hari, saya rasa Terminal Hamid Rusdi akan jadi tempat yang cocok buat uji nyali.

Di pagi hari, kondisi terminal ini juga masih sepi, sebab transportasi umum sedang rajin-rajinnya mencari penumpang. Di siang hari barulah terminal mulai diramaikan oleh angkot dan angkudes yang mau makan siang dan beristirahat sejenak. Memang terminal ini lebih tepat disebut sebagai tempat ngaso para sopir angkutan, bukan tempat ngetem apalagi nyari penumpang.

Penyebab sepinya Terminal Hamid Rusdi

Sepinya Terminal Hamid Rusdi diakibatkan keengganan para sopir untuk masuk ke dalam terminal baru ini. Mereka lebih suka ngetem di terminal lama. Akibatnya, kemacetan di perempatan lampu merah Pasar Gadang masih saja terjadi. Tak heran jika banyak warga Malang yang mempertanyakan faedah pembangunan Terminal Hamid Rusdi. Saking jarangnya angkutan dan bus yang masuk ke sini, ada saja masyarakat yang nggak tahu keberadaan terminal ini. Mereka lebih familier dengan Terminal Gadang.

Padahal pemindahan dari Terminal Gadang ke Hamid Rusdi bertujuan untuk menuntaskan masalah kemacetan itu. Sebab, lokasi terminal lama terlalu dekat dengan Pasar Induk Gadang yang merupakan salah satu pasar teramai di Kota Malang. Apalagi lebar jalan di sekitar terminal lama memang kurang luas jika dibandingkan terminal baru.

Keengganan para sopir angkutan dan bis untuk masuk ke Terminal Hamid Rusdi bukannya tanpa alasan. Padatnya jalanan Pasar Gadang membuat para sopir enggan membelah keramaian demi masuk ke terminal baru. Ditambah jalanannya yang rusak dan kotor akibat aktivitas pasar.

Pada awalnya relokasi terminal ke Hamid Rusdi diikuti oleh wacana merelokasi Pasar Gadang ke bekas bangunan terminal lama. Sehingga arus lalu lintas di perempatan Gadang tak lagi macet. Sayangnya proyek relokasi pasar ini harus terbengkalai lantaran ada permasalahan kerja sama dengan investor.

Faktor lain yang mengakibatkan sepinya terminal ini adalah keengganan penumpang naik dari terminal baru. Alasannya karena masuknya terlalu jauh dan waktu tunggunya untuk berangkat lebih lama. Kemageran penumpang ini membuat para sopir kesulitan mencari penumpang di dalam terminal baru.

Seandainya pasar berhasil direlokasi, saya rasa para sopir bus akan lebih mudah diatur untuk masuk ke Terminal Hamid Rusdi. Kemudian sopir angkutan umum akan otomatis ikut masuk ke terminal karena banyak bus yang menurunkan penumpang di sana.

Pengawasan yang kurang tegas

Sebenarnya bertahun-tahun silam sempat dibuat aturan yang mengharuskan seluruh transportasi umum untuk masuk ke Terminal Hamid Rusdi. Saat itu banyak petugas yang melakukan patroli untuk menertibkan angkutan yang ngetem di sekitaran terminal lama.

Sayangnya ketertiban ini nggak bertahan lama. Rendahnya pengawasan dari aparat membuat para sopir ini kembali lagi ke terminal lama. Akhirnya hanya ada aksi kucing-kucingan yang terus berulang antara petugas dan sopir angkutan di setiap operasi penertiban.

Dibuka kembali

Dalam rangka menghidupkan kembali fungsi Terminal Hamid Rusdi, pemerintah provinsi melakukan seremoni re-opening terminal pada Februari 2023 lalu. Pemerintah mewajibkan semua angkot, angkudes, dan bus AKDP untuk masuk ke terminal baru ini. Entah akan berapa lama kebijakan ini bisa bertahan. Semoga saja kali ini pemerintah serius merealisasikan peraturan ini.

Menyambut kebijakan baru ini, PO Bagong menjadi pionir armada bus yang melakukan penyesuaian trayek. Saat ini Bus Bagong membuat rute baru Arjosari-Kesamben-Blitar-Tulungagung via Hamid Rusdi-Kendal Payak-Penarukan.

Dari Blitar ke Tulungagung, jalurnya memang nggak mengalami perubahan. Hanya jalur dari Malangnya saja yang berubah, yaitu bergeser ke selatan dari jalur lama. Jadi bus ini sudah nggak melewati Pasar Gadang, Pabrik Gula Kebongung, dan Pakisaji.

Selain Bus Bagong, ada pula armada dari DAMRI yang melayani perjalanan ke Pantai Balekambang dan Sendang Biru. Sebab DAMRI punya misi baru untuk menggenjot sektor pariwisata di Indonesia. Selain ke pantai-pantai selatan, dari Kota Malang armada DAMRI juga melayani perjalanan ke Gunung Bromo. Tarifnya murah meriah, kok. Hanya Rp25.000 untuk ke pantai selatan dan Rp30.000 ke Gunung Bromo.

Wah, ternyata manfaat Terminal Hamid Rusdi cukup banyak, lho. Tinggal dibarengi komitmen dan ketegasan dari pemerintah saja untuk memastikan segala kebijakan ini berlangsung dengan tertib.

Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Malang Plaza Dilalap Api, tapi Kenangannya Tak Akan Pernah Mati.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version