Kalau di FTV, warga Jogja sering digambarkan bersepeda dan memakai blangkon. Warga daerah istimewa memang digambarkan syahdu dan dikuasai hantu narimo ing pandum. Yah gambarannya saja sih, nyatanya warga Jogja penuh hingar bingar dan ketakutan pada klitih.
Apalagi kalau bicara Satpol PP, sudah pasti beda jauh dari sepeda dan blangkon. Hari ini Satpol PP Jogja menguasai jalanan dengan Kawasaki ZX-25R. Motor yang ditenagai mesin berkubasi 250cc ini dimahar seharga sekitar 100 juta rupiah. Selain motor sport, KLX juga menjadi moda transportasi satuan pengamanan sipil serta bahan cibiran warganet ini.
Motor ini dilengkapi Kawasaki Quick Shifter (KQS) yang mempercepat perpindahan gigi tanpa menarik tuas kopling. Jadi Anda tidak akan merasa makjegagik ketika ganti gigi. Dengan mesin 249,8cc inline 4, klaim tenaga tembus 50,2 dk/15.500 rpm. Pokoknya, ketika digeber pasti bisa menyalip motor kreditan Anda.
Dengan motor sport mahal ini, apa yang ingin dilakukan Satpol PP? Menurut Kepala Satpol PP DIY Noviar Rahmad, motor ini akan digunakan untuk melakukan razia terhadap gelandangan dan pengemis alias gepeng. Menurut blio, penggunaan truk selama ini membuat gepeng sulit dijaring karena mudah lari.
Selain itu, motor sport ini dipakai untuk pengawalan pejabat. Alasannya: kendaraan pejabat larinya kencang, jadi harus diimbangi pengawal yang lebih kencang. Hemat saya sih, kalau mau motor kencang pakai RX-King saja sudah cukup. Tapi dengan alasan sesuai regulasi, ya mau gimana lagi.
Tapi yang makin ngatheli adalah darimana sumber dana untuk pengadaan motor balap ini? Yak, dengan dana keistimewaan (danais). Menurut Paniradya Pati Kaistimewaan, Aris Eko Nugroho, pembelian motor sport ini melalui pengajuan dana ke pihak pengurus danais. Dan sekali lagi, disebut sudah sesuai ketentuan.
Betul, danais yang menjaga keistimewaan Jogja dipakai untuk membeli motor sport. Bahkan dengan alasan yang sulit diterima logika masyarakat. Tapi mungkin ini cara Jogja merawat keistimewaan. Dengan motor sport, Satpol PP DIY lebih istimewa dari satuan di daerah lain. Jadi sebagai warga narimo ing pandum, mari kita dukung kebijakan istimewa ini.
YO RA NGONO, COK! Dari ide pengadaan motor sport ini saja sudah tidak bisa dinalar. Mengejar gepeng dengan motor sport itu untuk apa? Mereka punya sepeda saja sudah syukur. Seberapa kencang larinya para gelandangan yang kurang gizi, sampai Satpol PP harus mengejar dengan motor 250cc?
Apakah gepeng di Jogja itu Flash, Sonic the Hedgehog, dan Roadrunners? Kalau mereka jadi gepeng di Jogja, mungkin itu hanya hadir di halusinasi Anda. Ayolah realistis. Pengadaan motor ini memang tidak masuk akal sejak dalam konsep.
Penggunaan danais menyempurnakan konsep ra mashok ini. Dana yang sejatinya untuk menjaga keistimewaan Jogja dihibahkan untuk beli motor sport. Dari mana keistimewaan motor sport ini? Dan dari sisi mana motor sport Satpol PP menjaga keistimewaan dan budaya Jogja? Ketika danais dihibahkan untuk motor sport, apakah kebudayaan Jogja sudah aman terjaga dan berkembang?
Mau gimana lagi, menurut regulasi hibah danais untuk motor sport ini sesuai regulasi. Alias diizinkan oleh sistem kenegaraan dan keistimewaan. Memang sih, danais tahun ini dan lalu memang nggatheli. Kalau bukan untuk bangun pagar, bangun benteng, memoles tugu, ya untuk menggusur warga yang mengindung di Sultan Ground.
Dan jangan lupa, danais bersumber dari APBN. Jadi secara sederhana, rakyat Indonesia yang membelikan Satpol PP DIY. Jadi mewakili rakyat Jogja, saya sampaikan maturnuwun. Dengan kemurahan hati bertabir Jogja Istimewa, Indonesia membelikan motor 250cc untuk mengejar gelandangan Jogja
Ah, memang sesuai dengan namanya. Dana keistimewaan. Pemakaiannya tentu harus istimewa. Kurang istimewa apa, dana kebudayaan dipakai beli motor sport? Bahkan digunakan untuk mengejar gelandangan yang hidup di bawah kemiskinan di daerah dengan UMR paling humble.
Sumber Gambar: Unsplash
Editor: Audian Laili
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.