Warganet banyak yang gerah lantaran kasus penyiraman air keras yang dilakukan dua polisi aktif terhadap salah penyidik KPK Novel Baswedan dianggap tidak ditanggapi serius oleh jaksa penuntut yang mestinya jadi pihak yang ngasih keadilan buat korban. Masak nyiram air keras sampai korbannya jadi cacat permanen, cuma dituntut setahun penjara. Apalagi alasannya lawak banget: tuntutan hukuman rendah karena pelaku tidak sengaja, dianggap kooperatif, dan sudah pelaku sudah minta maaf kepada korban.
Orang dengan IQ dipendem dalam tanah juga ngerti, nggak mungkin lah orang yang telah menyiapkan cairan berbahaya, bikin siasat, dan menunggu waktu paling tepat untuk ngerjain korban, kemudian dapat melancarkan aksinya secara lancar dan sempurna, ddan masih sempat buron tiga tahun pula, bisa dianggap nggak sengaja. Apalagi ini sebenernya nggak sengaja ngebutain mata korban maksudnya. Lah, what do you expect? Dikira nyiram air keras risikonya kayak ngedorong dengkul orang dari belakang? Sengklek bentar, habis itu baik-baik aja?
Terus soal kooperatif. Iya, pas udah ketangkep terus kooperatif ya wajar dong. Udah ketangkep masih banyak cingcong, itu songong namanya. Mestinya yang disebut kooperatif kan kalau para terdakwa langsung menyerahkan diri setelah bikin gara-gara Subuh 11 April 2017 itu. Kalau sampai buron dan bikin heboh satu negara, belum lagi tuduhan pura-pura buta ke Novel, masih dibilang kooperatif, nggak tahu lagi deh harus direspons apa.
Faktor berikutnya yang menjadikan pertimbangan dari jaksa meringankan tuntutan adalah karena jasa-jasa mereka selama menjadi polisi. Emang luar biasa. Luar biasa kebalik otaknya. Jelas-jelas ada anggota mencoreng nama baik institusi dengan melakukan perbuatan kriminal.
Saya jadi mikir, setelah kita pemirsa ngakak gara-gara tuntutan 1 tahun penjara buat Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, bukan nggak mungkin terdakwa sendiri juga malu cuma dituntut hukuman segitu. Gimana nggak malu, diketawain satu negara gitu. Lha, untuk kelasnya rakyat jelata aja, menumpahkan air keras pada sesamanya divonis 12 tahun penjara. Masak iya, hukuman untuk pelaku atas sosok yang teramat penting kiprahnya dalam penyidikan kasus-kasus korupsi yang menggurita di negeri ini, dikorting 90 persen?
Pak Jaksa, kami mohon lah, bayangkan kondisi psikologis terdakwa yang Anda ringankan hukumannya itu. Jadi nggak bisa tenang apalagi mampu berbangga diri. Saya saja bisa mendengar jeritan nurani mereka yang yang luar biasa menahan malu dianggap sebagai kriminal kecil-kecilan doang. Padahal, kurang gimana eksposur ketika terdakwa masih buron? Jadi liputan khusus di majalah bergengsi, konpersnya dihadiri wartawan sana-sini.
Kan kalau jadi divonis, katakanlah, 20 tahun penjara, masih ada peluang buat lebih terkenal dan jadi legenda dunia kriminal. Nggak sering kan ada polisi disidang di pengadilan sipil? Kasus percobaan pembunuhan ke penyidik KPK pula. Kalau Truman Capote masih hidup, udah pasti bakal jadi buku.
Jadi gitu deh, Pak Jaksa. Mohon, mohon banget pertimbangkan sisi ini. Sisi keadilan untuk terdakwa yang udah susah-susah bikin rencana dan menyamarkan diri selama tiga tahun. Minimal, apresiasilah usaha mereka dengan ngasih hukuman yang enggak kayak pencuri ayam.
Semoga aspirasi saya ini didengar Pak Jaksa yang mbem pipinya dan halus hatinya.
BACA JUGA Yang Ajaib dari Kasus Novel Baswedan: Menunggu Ridho Tuhan sampai Dituduh Rekayasa dan tulisan Muhammad Adib Mawardi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.