Taman Bunga Celosia Bandungan Memang Memesona, tapi Tak Cukup Ampuh Membuat Saya Kembali ke Sana

Taman Bunga Celosia Bandungan Memang Memesona, tapi Tak Cukup Ampuh Membuat Saya Kembali ke Sana

Taman Bunga Celosia Bandungan Memang Memesona, tapi Tak Cukup Ampuh Membuat Saya Kembali ke Sana (unsplash.com)

Cukup sekali saya berkunjung ke Taman Bunga Celosia Bandungan, alasannya karena ini…

Sebagai seseorang yang tinggal di Semarang kota, Bandungan menjadi tujuan utama saya melepas penat sejenak dari hiruk pikuk rutinitas. Selain jarak tempuhnya masih dapat ditoleransi, beragam destinasi wisata berjejeran sepanjang kawasan Kabupaten Semarang. Pikir saya, opsi ini jauh lebih oke ketimbang menghabiskan waktu libur di mall.

Dari sekian alternatif, Taman Bunga Celosia berhasil membuat saya jatuh cinta. Sederhana, foto-foto yang ditampilkan di akun Instagram resminya tampak memikat. Dalam benak saya, taman bunga identik dengan suasana asri serta dipenuhi aneka flora yang mungkin tidak ditemukan di dataran rendah seperti daerah Semarang bawah.

Wajar, Bandungan dikenal berhawa sejuk. Keunggulan ini membawa tempat tersebut sebagai salah satu pemasok utama sayur, buah, dan tanaman hias di Jawa Tengah. Sayang, tidak semua tumbuhan dekoratif tadi mampu bertahan di cuaca terik perkotaan. Makanya saya berharap bisa memanjakan mata di Taman Bunga Celosia melalui indahnya tanaman khas lereng Gunung Ungaran.

Baru masuk Taman Bunga Celosia sudah kecewa

Sialnya, ekspetasi tersebut luluh lantak seketika kaki saya memasuki gerbang setelah pembelian tiket. Pasalnya, sebagian tanaman unik yang menghiasi lorong masuk tersebut terbuat dari plastik. Benar, jadinya memang estetis untuk berfoto. Bagaimana tidak, warna tanaman palsu tetap lebih mencolok ketimbang yang asli. Praktis, hasil jepretan juga akan lebih memukau.

Namun kejutan itu tentu cukup mengecewakan mengingat branding “taman bunga” yang ditonjolkan. Bayangan saya, kekayaan flora asli Nusantara terhampar luas di sini tanpa gimik tumbuhan palsu. Kalau kenyataanya demikian, Taman Bunga Celosia tak ubahnya tempat wisata yang menggaungkan spot foto kekinian, bukan mengenalkan pengunjung dengan aneka tumbuhan.

Keluar dari lorong, pengunjung disambut dengan labirin jembatan yang dibangun di atas kolam. Lagi-lagi, alas jembatannya dilapisi dengan karpet polos hijau alih-alih rumput asli yang lebih cocok dengan citra taman. Pun, setidaknya pemanfaatan rumput sintetis jauh lebih bisa dimaklumi.

Baca halaman selanjutnya: Lebih cocok jadi Taman Bermain Celosia…

Lebih cocok jadi Taman Bermain Celosia

Ketidakpuasan berikutnya muncul tak lama setelah keluar dari jembatan labirin. Menurut saya, daripada mempromosikan diri sebagai taman bunga, tempat rekreasi ini lebih pantas menyandang nama Taman Bermain Celosia. Soalnya porsi area hijau kalah jauh dibanding jatah yang digunakan untuk mendirikan wahana permainan.

Ditambah lagi, wahana permainan yang dibangun bersifat sebelas dua belas dengan sejumlah destinasi tamasya lainnya. Misalnya saja seperti bioskop mini virtual reality, bianglala, dan rumah hantu. Tidak ada yang sungguh-sungguh spesial. Bahkan perosotan raksasa warna-warni yang menjadi simbol kebanggan juga banyak ditemukan di tempat lain.

Tak hanya sampai di situ. Pengunjung perlu merogoh kocek lagi apabila ingin masuk atau menaiki wahana tertentu. Tiketnya mulai dari belasan ribu. Terdengar kecil, tetapi kalau diakumulasikan setiap menikmati wahana, totalnya ternyata lumayan bikin menangis.

Faktor lain yang mungkin bisa membuat pengunjung menghela napas adalah soal kandang kelinci. Di arena ini, anak-anak biasanya membeli tiket masuk berikut sepaket sayuran untuk diberikan kepada kelinci. Lucunya, wahana ini dibuat berundak dengan alas tanah. Bila gerimis sedikit saja, anak-anak rentan terpeleset karena licin dan desain tanah yang bertingkat. Ditambah lagi, kotoran kelinci bebas berserakan tanpa ada petugas yang membersihkan.

Cukup dikunjungi sekali

Sebagai info tambahan, keseluruhan lokasi Taman Bunga Celosia sangat luas. Akan tetapi, topografi tanahnya tidak rata. Oleh sebab itu, penggunaan stroller tidak disarankan demi mencegah tergelincir. Tak ayal, orang tua kudu bersiap menggendong buah hatinya sewaktu mereka merengek karena kelelahan.

Wahana terakhir mendekati pintu keluar adalah labirin cermin. Setali tiga uang dengan arena rumah kelinci, labirin cermin juga memiliki kesan tidak serius digarap. Salah satunya terbukti dengan fasilitas kaos kaki pengganti sepatu selama di dalam wahana yang ditumpuk asal dan molor karetnya. Namun, di sini saya tidak bisa protes lagi karena pengunjung dibebaskan biaya masuk.

Intinya, bagi saya, Taman Bunga Celosia Bandungan cukup dikunjungi sekali saja. Namun, bila misi pengunjung berupa mengoleksi foto cantik untuk mempermanis feed Instagram, destinasi Taman Bunga Celosia layak disambangi. Kalaupun bukan demikian, setidaknya upaya membakar kalori akan terkabulkan di sini.

Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Sisi Gelap Hidup di Bandungan Semarang, Tempat Wisata Indah yang Membawa Bencana.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version