Anak presiden jadi pemimpin daerah itu bukan karena mau bikin dinasti politik atau gimana. Ya memang lumrah aja begitu, yang punya privilese selalu bisa berjaya kan?
Era perlawanan Diponegoro telah terlewati. Lalu muncul masa revolusi yang berapi-api. Orde Baru pun datang untuk tenggelam saat reformasi menyergap dan membuat banyak orang kelabakan. Kini kita hidup di era yang agak tak jelas, meski perlawanan akan penindasan masih bergumul di hal-hal yang sebenarnya itu-itu saja. Sejak dahulu hingga kini, kebanyakan masalah hanya merupakan pengulangan, meski tokoh dan zamannya berbeda. Dan orang-orang dekat penguasa yang mendapat semacam “kepercayaan” mungkin adalah salah satunya.
Jika hal tersebut dibilang sebagai masalah, itu juga tergantung dari sudut pandang siapa. Seperti yang terjadi di masa pemerintahan Presiden Jokowi sekarang ini. Menantu dan anaknya sukses menjadi orang nomor satu di daerahnya masing-masing. Kesuksesan yang mungkin sulit dicapai jika Pak Jokowi masih menjadi seorang pengusaha mebel dan bertahan tak bergeming di pabriknya. Pada kenyataannya, kejadian ini harus menimbulkan polemik. Ya, mau tak mau pasti begitu. Banyak yang girang bukan kepalang, meski tak sedikit juga yang menunjukkan ketidaksukaannya secara tersirat maupun tersurat.
Saya harap masyarakat harus lebih bijak dalam menanggapi hal ini. Jika bicara soal ketidakpantasan, itu semua lagi-lagi tergantung sudut pandang siapa. Karena buat para pendukungnya, hal itu pantas sekali, bahkan cenderung dianggap mulia. Jika dipikir lagi, anak presiden yang mengikuti jejak ayahnya hanya sebuah hal nan lumrah. Sebagaimana ada yang bapaknya polisi, kemudian anak dan cucunya pun jadi polisi. Atau anaknya Batman yang juga jadi pahlawan Gotham. Di berbagai jabatan dan profesi, memang banyak buah jatuh di dekat pohonnya. Saya kira sah-sah saja saat seorang presiden mengizinkan anaknya maju dalam pemilu. Asal syaratnya cukup, tak melanggar hukum, apa salahnya?
Menjabat sebagai pemimpin dalam sebuah negara adalah hal nan mulia. Bagaimana tidak mulia? Saat banyak orang kepalanya pening memikirkan kehidupan dirinya dan keluarganya, ada saja orang yang mau memikirkan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat yang segini banyaknya. Maka kita bisa berperasangka baik pada para anggota keluarga presiden yang sedang dan ingin menjabat itu. Mungkin mereka ingin bisa mengabdi dan membenahi negara ini seperti sang presiden. Karena memang itu adalah tujuan dari diciptakannya jabatan macam presiden dan kepala daerah. Soal apakah hal itu akan dilakukan atau tidak, itu semua tergantung pribadi para pemimpin masing-masing. Karena yang namanya tujuan, tak semuanya adalah tujuan mulia.
Lagi pula, ini adalah contoh dari yang namanya tak membuang-buang sumber daya. Seperti yang kita tahu, mubazir adalah hal yang buruk dan bisa diganjar dosa. Mereka punya banyak amunisi untuk mencapai banyak hal yang sulit untuk dibayangkan kaum sedengan, alias kelas biasa saja. Bahkan di sebuah podcast, Mas Kaesang pun mengakui jika privilese yang ia miliki membawanya mencapai apa yang kini ia dapatkan. Atau seperti yang pernah ia bilang, tak perlu memulai dari nol. Ini nyata, dan mereka bukannya mau sok berkuasa. Ini hanyalah bagian dari seleksi alam, yang kuat privilesenya yang akan bertahan.
Karena itulah, daripada menganggap yang dilakukan presiden dan anak-anaknya sebagai ketidakpantasan, oligarki, membangun dinasti, dan sebutan merendahkan lain, ada baiknya kita fokus pada apa yang bisa seorang pemimpin daerah lakukan. Memperbaiki kualitas hidup warganya, meningkatkan kemakmuran, menjadikan daerahnya berkeadilan, pokoknya yang mulia-mulia. Karena memang itu, kan, yang sedang mereka perjuangkan? Masa karena sekedar ingin hidup enak dan gila kekuasaan? Mereka ini mulia, anak presiden, je.
Meski tetap saja, jabatan dan kekuasaan juga lah yang bisa menghancurkan rakyat. Pasalnya, kekuasaan memang jarang berbanding lurus dengan kesejahteraan. Apalagi yang mendapatkannya dengan cara yang buruk dan tak etis. Zaman berubah, masalahnya itu-itu saja, dan sayangnya tak semua pangeran berwatak seperti Diponegoro.
Penulis: Bayu Kharisma Putra
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Anak Siapa Menjabat Apa, Memetakan Dinasti Politik di Indonesia