Siapa sangka kalau salah satu oleh-oleh khas Tegal, yakni tahu aci, diam-diam menyimpan sisi gelap yang bikin pembeli resah.
Kemarin saya membaca tulisan tentang sisi gelap bakpia Jogja yang katanya bikin pembeli mikir dua kali. Sebagai orang yang selalu menjadikan bakpia sebagai oleh-oleh tiap kali ke Jogja, saya jadi berpikir. Apakah bakpia yang selama ini saya beli masuk ke dalam kriteria red flag? Yang adonannya terbuat dari campuran keringat karyawannya? Iyuhhh. Semoga tidak.
Kebersihan dan higienitas memang jadi masalah utama yang kerap ditemukan pada produk makanan. Terutama, jika makanan tersebut merupakan produk dari UMKM rumahan.
Saya yakin, pelaku UMKM bukan nggak sadar tentang pentingnya kebersihan dalam produksi mereka. Mereka hanya menutup mata, berdalih bahwa selama ini semua baik-baik saja. Ditambah dalam keyakinan mereka, tak pernah ada konsumen yang mati karena mengonsumsi makanan yang mereka produksi.
Setelah saya ingat-ingat lagi, kota kelahiran saya, yaitu Tegal, juga punya oleh-oleh yang tak kalah meresahkan seperti bakpia yang diceritakan oleh Mas Rizqian. Oleh-oleh khas Tegal tersebut adalah tahu aci.
Daftar Isi
Tahu aci Tegal dibuat langsung dengan tangan seperti bakpia Jogja
Seperti bakpia Jogja yang dibuat dengan menggunakan tangan secara langsung, adonan aci pada tahu aci Tegal juga umumnya dibuat tanpa menggunakan sarung tangan. Katanya sih ben marem, alias supaya lebih puas. Nah, pembuatan adonan aci ini biasanya dilakukan di dapur utama yang nggak terlihat oleh pembeli. Maka, hanya Tuhan yang tahu, habis pegang apakah jari-jari si karyawan ini sebelumnya.
Meskipun tak bisa melihat secara langsung saat membuat adonan aci, pembeli bisa melihat proses ketika si aci ini ditempelkan di atas tahu. Secara terang, kalian akan melihat bagaimana jari-jari penjual tahu aci Tegal ini menekan-nekan adonan aci ke atas tahu. Nanti kalau telapak tangan atau ujung-ujung jari terasa berat karena sisa adonan yang menempel, tangan penjual akan dicelup ke bak cuci lalu dilap ke celemek yang bentukannya sudah nggak jelas itu.
Tahu yang sudah diberi aci itu lalu dimasukkan dalam penggorengan. Sambil menunggu tahu matang, tangan penjual akan kembali merekatkan adonan aci ke atas tahu, lalu balik ke penggorengan lagi, dan begitu seterusnya.
Jari-jari mereka pokoknya sibuk banget, deh. Pegang adonan aci, pegang tahu, pegang celemek, pegang spatula… Kalau pas rambutnya gatel, ya garuk-garuk dulu, setelah itu pegang adonan lagi. Hmmm. Memang meresahkan ya, Bund~
Tahu aci di toko oleh-oleh vs abang gerobak
Dibandingkan oleh-oleh Tegal lain seperti pilus kletuk maupun kerupuk antor, tahu aci memang jadi primadona. Saya jadi ingat saat mengunjungi saudara saya yang ada di Bogor. Ketika tahu saya nggak bawa tahu aci tapi bawa oleh-oleh lainnya, dia agak kecewa. Memang, siapa pun yang pernah merasakan tahu aci Tegal pasti ketagihan.
Sayangnya, berdasarkan pengalaman, rasa tahu aci yang dijual di toko oleh-oleh kurang nendang dibanding rasa tahu aci yang dijual abang-abang gerobakan. Baik rasa tahunya maupun rasa adonan acinya. Harganya juga lebih mahal. Itu sebabnya tiap kali melihat ada mobil plat luar kota yang berhenti di depan kios oleh-oleh yang menyediakan tahu aci, saya merasa kasihan.
Tapi, ya, mau bagaimana lagi? Banyak pedagang tahu aci gerobakan di Tegal yang baru menggelar dagangannya di sore hari. Hal tersebut berbanding terbalik dengan dengan toko oleh-oleh yang sudah buka sejak jam 8 pagi.
Selain faktor jam buka, saya yakin ada faktor trust issue yang membuat warga luar kota lebih memilih untuk membeli tahu aci Tegal di toko oleh-oleh. Bisa jadi mereka merasa tahu aci di toko oleh-oleh itu lebih bersih dan higienis daripada di abang-abang gerobakan. Padahal ya… 11-12.
Enak dimakan langsung
Hal selanjutnya yang membuat resah dari tahu aci Tegal ini adalah ketahanannya. Seenak-enaknya tahu aci, dia bakal jadi nggak enak kalau sudah adem. Tentu saja ini jadi dilema bagi bagi orang yang ingin menjadikan tahu aci sebagai oleh-oleh. Bisa sih dipanaskan ulang, tapi rasanya jadi kurang nendang. Kulit luar tahunya akan terasa kering dan adonan acinya akan menyerap banyak minyak yang membuat bibirmu bak ketumpahan lipgloss.
Untuk menyiasati hal tersebut, ada dua alternatif yang ditawarkan oleh penjual jika tahu aci akan dibawa ke luar kota. Pertama, tahu aci digoreng setengah matang. Nanti ketika sampai di tujuan, tahu acinya tinggal digoreng lagi. Tapi ya tetep aja. Tahu bakal keras dan acinya jadi penuh minyak. Not recommended.
Cara kedua, pembeli membeli versi mentahnya secara terpisah. Jadi, nantinya si pembeli merekatkan sendiri adonan aci ke atas tahu lalu menggorengnya secara mandiri. Masalahnya, merekatkan adonan aci Tegal ini gampang-gampang susah. Bisa-bisa si aci malah terlepas dari tahu ketika masuk ke dalam penggorengan. Atau, bisa juga adonan aci dan tahunya sudah keburu asem sebelum pembeli sampai tujuan.
Selesai?
Oh, belum. Ada sisi gelap lainnya dari tahu aci Tegal yang paling gelap. Memang sih sisi gelap yang terakhir ini nggak berdampak langsung pada pembeli, tapi ke warga yang tinggal di sekitaran rumah produksi tahu. Yaitu, limbah produksi tahu yang baunya… Busuk!
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Tipe-tipe Orang Tegal Saat Makan Tahu Aci.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.