ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Tahlilan di Rumah Tetangga Nasrani Membuat Saya Paham Arti Toleransi

Fadlir Nyarmi Rahman oleh Fadlir Nyarmi Rahman
28 September 2020
A A
Tahlilan di Rumah Tetangga Nasrani Membuat Saya Paham Arti Toleransi intoleransi umat nasrani mojok.co

Tahlilan di Rumah Tetangga Nasrani Membuat Saya Paham Arti Toleransi intoleransi umat nasrani mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Suatu malam usai salat magrib, saya pamit ke ibu untuk acara syukuran di rumah baru milik tetangga yang merupakan keluarga Nasrani, “Lah nanti baca doanya gimana?” tanya beliau. Saya rasa ini adalah momen untuk melihat potret toleransi beragama dipraktikkan dalam kehidupan.

“Aku juga tidak tahu, Bu.” jawab saya.

Untuk menghormati tetangga itu, saya bahkan tidak memakai setelan sarung, baju koko, dan peci, melainkan celana panjang dan kemeja. Begitu tiba, tetangga yang lain justru memakai setelan Islami tersebut.

Saya pikir, mungkin mereka tidak tahu cara menghormati tetangga yang berbeda agama ini. Bisa-bisanya datang ke acara orang Nasrani dengan setelan Muslim?

Untungnya, pikiran sombong itu sedikit sirna. Saat Pak Kiai sebagai pemandu acara berkata, “Nggak apa-apa ya, Sedulur-sedulur. Yang penting niat kita untuk mendoakan orang lain apa pun agamanya.” Sesaat setelahnya, beliau menerangkan bahwa kami akan berdoa menggunakan cara kami biasanya saat syukuran, yaitu dengan bacaan tahlil.

Lalu terlantunlah secara khidmat surah Alfatihah, ketiga surah terakhir dalam Al-Qur’an, dan bacaan tahlil seterusnya di bawah salib yang tergantung di tembok ruang tamu milik tuan rumah.

Meski terlihat indah begitu, saya masih merasa seperti tidak terima dan risih dengan penggunaan cara berdoa sesuai agama kami di “tempat yang salah”. Maksud saya, bagaimana perasan tuan rumah yang didoakan dengan cara yang tidak mereka yakini?

Namun, kelak saya sadar bahwa pemikiran tersebut terlalu berlebihan dan sok menghakimi. Mungkin sebenarnya tidak ada pikiran dan rasa canggung sedikit pun pada tuan rumah seperti yang saya khawatirkan. Mereka hanya ingin didoakan yang baik-baik, bagaimanapun caranya. Dan sebagai rasa syukur menempati rumah baru, mereka ingin membagi kebahagiaan dengan mengundang kami.

Saya kira pemikiran menyebalkan semacam itu muncul dari apa yang saya lihat di media sosial atau media yang lain. Saya selalu menganggap bahwa kehidupan sehari-hari sebagai warga negara sedang dalam krisis toleransi. Melihat berita, postingan di medsos, lagi-lagi tentang konflik horizontal akibat perbedaan keyakinan sehingga membuat saya yakin bahwa persatuan dalam keragaman masyarakat sulit terwujud dan fanatisme dalam kehidupan beragama akan tetap bertahan.

Keyakinan itu juga menguat ada kaitannya dengan “titik balik” yang saya dapat dari pemahaman di masa lalu. Awalnya saya fanatik dalam beragama karena didikan dari keluarga yang konservatif (untuk tak menyebutnya radikal). Didikan yang tak jauh dari sikap intoleransi terhadap agama lain bahwa umat di luar Islam otomatis masuk neraka, kafir, dan pemahaman lain yang serupa. 

Ditambah lagi saat menginjak usia remaja, tontonan saya di YouTube adalah video ceramah Ahmed Deedat dan Zakir Naik, tokoh yang opininya terkesan selalu memaksakan bahwa Islamlah agama paling benar sementara yang lain sesat. Hal tersebut sempat membuat saya semakin tegang dalam beragama dalam waktu yang lama.

Singkat cerita, saya mendapat pencerahan untuk menjadi lebih open minded dan menjunjung tinggi toleransi. Tapi, pemahaman yang awalnya intoleran itu mendapat titik balik yang bertolak belakang sama sekali, berakibat pada bantingan setir ideologi secara kencang dan mendadak. Membuat saya menjadi “kagetan” dan fanatik juga dalam mewujudkan toleransi itu sendiri. 

Layaknya beberapa orang yang berpindah agama, saya yang “berpindah” ideologi juga menjadi semacam snob. Sebab saya menganggap apa-apa yang ditinggalkan merupakan keburukan bahkan bagi semua orang: harus dijauhi dan bila perlu dihina-hina.

Bagi seorang snob, menunjukan keburukan yang ada pada ideologi sebelumnya merupakan cara termudah untuk menunjukkan betapa benar dirinya dan ideologinya yang sekarang. Ya, buat nunjukin jika sudah upgrade gitu, lho. Ini jadi fase yang wajar bagi siapa pun yang pernah mengalami “perpindahan” tersebut.

Saya serta merta mengagungkan konsep “toleransi” ini lebih dari apa pun, bahkan agama dan kemanusiaan. Saya yakin toleransi yang saya pahami ini mampu menumbangkan fanatisme beragama, maka saya merasa wajib melawan segala sesuatu yang bertentangan dengan toleransi di media sosial dengan komentar celaan. Kelompok-kelompok yang berseberangan harus diberi cap radikal. Bahkan segala tindakan yang mengatasnamakan toleransi, sekali pun caranya terkesan salah, mesti didukung.

Pada akhirnya saya mendapat pencerahan yang baru lagi setibanya di rumah dari acara syukuran itu. Pemahaman saya terhadap toleransi menjadi sama sekali berbeda. 

Mungkin hidup hanya perpindahan dari kekeliruan yang satu ke kekeliruan yang lainnya. Sebab, sikap toleransi yang saya pahami tersebut keliru juga. Namun, toleransi yang sesungguhnya tetaplah konsep mulia.

Oleh sebab itu, kesombongan saya yang menganggap bahwa tamu lain tidak tahu cara menghormati perbedaan dari cara berpakaian segera saya sesali. Berbeda ya berbeda, itulah keberadaan kita masing-masing. Tak harus menyeragamkan diri agar pantas dalam suatu tempat. Jika pakaian berbeda, agama berbeda, masih ada yang sama, yaitu kita semua manusia.

Selain itu, yang lebih saya kutuki adalah pikiran yang bertanya-tanya bagaimana perasaan tuan rumah yang saya anggap “mengalah” hanya karena mereka minoritas. Serta perasaan semacam tidak terima yang padahal tidak dirasakan tuan rumah sama sekali. Ketersinggungan yang seolah-olah mewakili mereka seharusnya tidak perlu ada. Sebab mereka sebenarnya tidak masalah.

Semua penyadaran terhadap pandangan lama itu membawa saya pada keyakinan bahwa intoleransi barangkali hanya terjadi di lapisan selain akar rumput. Sebab di sini, toleransi justru tumbuh secara organik dan tanpa kesadaran bahwa hal tersebut merupakan toleransi.

BACA JUGA Kecelakaan Lalu Lintas Bukan Ulah Makhluk Gaib di Tempat Angker Saat Bulan Suro dan tulisan Fadlir Rahman lainnya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 28 September 2020 oleh

Tags: agamaToleransi
Fadlir Nyarmi Rahman

Fadlir Nyarmi Rahman

Seorang radiografer yang sedikit menulis, lebih banyak menggulir lini masa medsosnya. Bisa ditemui di IG dan Twitter @fadlirnyarmir.

ArtikelTerkait

Menghitung Berapa Kali Habib Rizieq Shihab Bisa Umrah Selama di Arab Saudi terminal mojok.co

Menghitung Berapa Kali Habib Rizieq Shihab Bisa Umrah Selama di Arab Saudi

8 November 2020
pemuka agama penyimpangan borok mojok

Borok Pemuka Agama Lain Tidak Perlu Dicari

2 Oktober 2020
Fungsi Menanyakan Agama Orang Itu buat Apa, sih? terminal mojok.co tiktok war tanya agama sopan atau nggak

Fungsi Menanyakan Agama Orang Itu buat Apa, sih?

16 Desember 2020
Para Penyembah Tembok dan Konsep Agama dalam 'Attack on Titan' terminal mojok.co

Para Penyembah Tembok dan Konsep Agama dalam ‘Attack on Titan’

26 Februari 2021
Model Dakwah Ala Kultum Pemuda Tersesat Sudah Ada Sejak Zaman Rasulullah terminal mojok.co

Model Dakwah ala Kultum Pemuda Tersesat Sudah Ada Sejak Zaman Rasulullah

11 September 2020
daftar pekerjaan haram versi abu yahya al bustamy facebook profesi haram halalan toyyiban terminal mojok.co

Hal yang Mungkin Kita Pikirkan Setelah Membaca Daftar Pekerjaan Haram Versi Abu Yahya Al Bustamy

28 Agustus 2020
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
telemarketer telemarketing telepon produk klien jasa mojok

Menghargai Telemarketer dengan Nggak Perlu Marah-marah Saat Menerima Teleponnya

4 Bahan Makanan yang Cocok dengan Lidah Orang Jawa

Semua Makanan di Unnes Murah, Jadi Nggak Perlu Ada Rekomendasi

Lomba Cipta Lagu Corona dan Lelahnya Kita dengan Semua Omong Kosong Ini terminal mojok.co

Lomba Cipta Lagu Corona dan Lelahnya Kita dengan Semua Omong Kosong Ini

Terpopuler Sepekan

Kuliah S2 Teknik Sipil Terasa Percuma karena Belum Pernah Kerja di Perusahaan Konstruksi Mojok.co

Kuliah S2 Teknik Sipil Terasa Percuma karena Belum Pernah Kerja di Perusahaan Konstruksi

21 Mei 2025
Menolak UNY Berdiri di Blora Adalah Langkah yang Bodoh, Semoga Warga Blora yang Menolak Segera Sadar dan Kontemplasi!

Menolak UNY Berdiri di Blora Adalah Langkah yang Bodoh, Semoga Warga Blora yang Menolak Segera Sadar dan Kontemplasi!

20 Mei 2025
Jurusan Agroteknologi Terbentuk dari Sederet Kesalahapahaman yang Perlu Diluruskan Mojok.co

Jurusan Agroteknologi Terbentuk dari Sederet Kesalahapahaman yang Perlu Diluruskan

21 Mei 2025
Sudah Saatnya Warga Jogja Menggunakan Fitur Klakson Saat Berkendara, Sebab Jalanan Jogja Sudah Mulai Berbahaya jogja istimewa purwokerto

Pergeseran Gaya Berkendara di Jalanan Kota Jogja, Semakin Kencang dan Tidak Sabaran. Plat AB, B, D, F, H Sama Saja!

21 Mei 2025
Pengalaman Saya Mengunjungi THR IT Mall Surabaya: Nuansanya Suram dan Hampir Kena Tipu

Pengalaman Saya Mengunjungi THR IT Mall Surabaya: Nuansanya Suram dan Hampir Kena Tipu

22 Mei 2025
4 Orang yang Sebaiknya Nggak Usah Ngide Liburan ke Jakarta Mojok.co

4 Tipe Orang yang Sebaiknya Nggak Usah Ngide Liburan ke Jakarta

22 Mei 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=Zbmdu5T4vVo

DARI MOJOK

  • Kampus di Bawah Kementerian Pertahanan Tak Membuat Saya Menyesal Melepas Beasiswa S2 dari UGM buat Jadi Dosen
  • Tinggal di Kos Dekat UPN Jogja: Murah tapi Mewah, Fasilitas bikin Iri Penghuni Kos Rp700 Ribu
  • Siswa “Terpintar” SMA Sombong Bakal Lolos Mudah ke PTN, Berakhir Kuliah di Kampus Tak Terkenal setelah Dua Tahun Gagal UTBK
  • Butuh Gaji Rp15 Juta untuk Hidup Nyaman di Jakarta, Perantau yang Miskin Kudu Rela Tinggal Bersama Kecoa-Tikus dan Melahap Makanan Sisa
  • Perkara Transportasi Wisata, Jogja Sangat Tidak Kreatif dan Perlu Belajar dari Cara Surabaya Mengelola Trans Jatim Bus Jaka Tingkir
  • Terkucilkan dari Acara Kelulusan Sekolah karena Nunggak SPP, Lemah Ekonomi Jadi Objek Diskriminasi

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.