Ini adalah cerita seorang wanita. Kisah tentang dia, mantan, dan Suzuki Satria F150 sialan.
Perkenalkan, saya Lisa, wanita yang begitu sebal dengan sebuah motor bernama Suzuki Satria F150. Motor ayago dari pabrikan yang sekarang lagi tertatih-tatih dan mendapat banyak hujatan saat memperkenalkan produk terbarunya. Mungkin nasib yang dialami pabrikan bernama Suzuki sekarang adalah buah karma karena telah menciptakan motor sialan bernama Satria F150. Motor dengan kenyamanan tingkat paling rendah, apalagi pada bagian boncengan.
Suzuki Satria F150 motor menyebalkan dan mantan saya adalah orang juga menyebalkan. Dan sialnya, Mas mantan, dulu, memakai motor satu ini. Sungguh paduan dua hal yang akhirnya membuat saya ngedumel setiap bertemu dua entitas yang sekarang hanya jadi kenangan.
Awal mula perkara
Dulu, pas saya masih menjalin tali-tali asmara sama mantan, perkara yang-yangan di atas kendaraan diakomodir sempurna oleh skutik keluaran Honda. Motor Vario 110 karburator rasanya sudah sangat pas, nyaman kami pakai ke mana-mana. Boros bahan bakar rasanya tak jadi soal karena kami memang patungan untuk membeli bensin.
Barang bawaan dan semua harapan bisa dipangku sama sebiji Vario berwarna merah kusam itu tanpa kesulitan berarti. Saya tak pernah mengeluh, karena memang senyaman itu dibonceng pakai Vario karbu yang lincah. Hubungan kami baik-baik saja, sampai saya sering terbayang kami menikah dengan Honda Vario merah kusam terpanjang di atas panggung pernikahan sebagai saksi kisah kasih. Sungguh romantis sekali, bukan?
Namun di suatu malam yang lagi ranum-ranumnya, saya lupa jam berapa. Dia nyeletuk setelah menghabiskan sebatang Surya, “Honey, Honda Vario mau aku jual, diganti sama Suzuki Satria F150.”
“Lho kenapa?” tentu saja saya kaget. Menurut saya Vario sudah paling nyaman dan berkesan. Dan sudah pasti kenangan “kami” sudah banyak di atasnya.
“Capek nyelah terus,” dia menjawab singkat.
“Ya sudah. Terserah!”
Tinggal beli aki kan kelar
Bayangkan, hanya karena alasan menyelah sebiji Vario dia mau menjualnya dengan taruhan kenangan yang otomatis akan hilang. Padahal ada solusi lebih gampang, tinggal beli aki baru. Tapi dia malah memilih jalan rumit dan pilihan itu yang akhirnya bikin kami tak bisa yang-yangan dengan nyaman seperti yang sudah-sudah.
Setelah itu kami disibukkan dengan rutinitas perkuliahan. Pertemuan kami kembali terjalin setelah seminggu kemudian.
“Honey, tunggu aku di kos.” Sebuah pop up pesan muncul dan tak pernah saya balas sebab lagi asik nonton drama.
Berjarak beberapa menit, suara kencang memekakkan telinga terdengar. Fokus saya terpecah, antara menonton Kang Mas Park Bo Gum atau menuntaskan rasa penasaran atas suara berisik di luar.
“Honey, ini aku. Keluar dong.” Ternyata suara mas mantan terdengar setelah sumber berisik tadi diam. Akhirnya setelah satu pekan. Saya lega sekaligus senang, bisa melepas rindu. Yang-yangan.
Awalnya, begitu.
Baca halaman selanutnya
Suzuki Satria F150 lusuh berwarna merah (juga)…