Kepada Mas Pur yang kata nenek saya kumisnya makin seksi.
Betapa kerasnya perjuangan Mas Pur yang masih ngojek ketika maraknya wabah sepeti ini. Ya, mau bagaimana lagi, dapur harus tetap ngebul. Apalagi, Mas Pur baru saja menikahi Mbak Rinjani dan kini bahtera rumah tangganya sedikit goyang kala datang Mbak Lola, cinta lamanya Mas Pur. Masih ada satu masalah lagi, yakni ibunya Mas Pur datang dari Semarang dan mengetahui bahwa Mbak Rinjani sedang ngambek dan pulang ke Tangerang. Tidak ada kata yang bisa menyampaikan simpati saya untuk Mas Pur.
Begini, Mas, jika ada masalah, hal yang tepat untuk menuntaskan adalah menyampaikan rasa permohonan maaf yang paling ikhlas. Tapi, dalam tulisan ini, demi rambut lucunya Mas Jono, saya nggak bermaksud ikut campur urusan rumah tangganya Mas Pur. Maksud saya menulis surat ini adalah menyampaikan rasa kagum kepada Mas Pur dan segenap pemain di Tukang Ojek Pengkolan yang masih saja berkerja di tengah wabah.
Pun, dalam cerita, seperti tidak pernah terjadi apa pun. Per-29 Maret, Mas Pur masih saja guyon sama brader Jhon dengan trek-trekan di Kompleks Rawa Bebek. Saya paham kok, Mas, tuntutan pekerjaan memang berat. Apalagi Mas Pur hanya bisa mencari pundi-pundi rupiah di luar ruangan. Mosok ya Mas Pur ngojek di kontrakannya, kan nggak elok. Tapi, yang menjadi pertanyaan saya: Ini kenapa ibu-ibu kompleks masih ngegosip? Kang Tisna kena hipnotis? Dan Dek Aliya dan Mas Fadhil masih sekolah seperti biasa ya, Mas?
Padahal, Mas Pur ini idolanya nenek saya. Apa pun yang Mas Pur katakan, nenek saya selalu kagum. Dan, mbok ya o Mas Pur dan pemain yang lainnya itu kasih edukasi tentang pandemi ini di sketsanya. Baik itu cara menanggulangi atau anjuran lainnya dari pemerintah. Ketimbang saya yang kasih tau nenek saya, sepertinya anjuran dari Mas Pur lebih bisa didengar.
Bukan tanpa upaya sih sebenarnya, beberapa iklan layanan masyarakat nyelip di sisi kiri bawah tivi tentang bagaimana cara mencuci tangan dan imbauan menjauhi kerumunan. Sudah, itu saja, sedangkan iklan yang ada di dalam tayangan, ya iklan titipan dari sponsor. Padahal, Tonight Show yang daya jangkaunya untuk anak muda, selalu mengedukasi penontonnya dengan imbauan. Pun, mulai dari Ini Talk Show hingga Tonight Show, semua diadakan tanpa penonton, lho Mas Pur. Bahkan Vincent nyeletuk begini, “nggak ada yang nonton nggak apa, yang penting maksud baik haruslah disampaikan,” saya pun terharu.
Tapi pikiran saya tetap positif terhadap mengapa Warga Rawa Bebek ini tidak ada yang mengedukasi penontonnya perihal physical distancing di dalam sketsanya. Barangkali Mas Pur dan koleganya syutingnya sudah lama dan tayangannya baru diputar sekarang. Mungkin saja syuting sitkom ini sudah dilakukan satu bulan sebelumnya, sebelum wabah pandemi virus corona belum menyebar dan belum ada himbauan dari pemerintah. Bisa dilihat dari Dek Aliya dan Dek Fadhil masih sekolah di SMP-nya masing-masing. Juga Pak Dosen si pemilik cuci motor, masih menyuruh anak buahnya untuk giat bekerja. Bahkan, Kang Tisna masih sibuk bantuin pesta pernikahan Bang Udin. Iya, pesta pernikahan…
Atau nih, Mas Pur, pikiran saya yang selalu positif, sitkom Tukang Ojek Pengkolan ini ada di universe yang berbeda dengan bumi. Coba deh, dicari, Rawa Bebek itu di mana. Kan nggak ada. Bahkan, dalam beberapa portal berita, mengatakan bahwa kampung ini adalah kampung fiktif. Kalau sepemikiran saya sih bukan nggak ada, tapi kebetulan lokasi syutingnya bukan di bumi. Lho, jadi di mana? Seperti universe-nya Avengers sebagai kota atau bahkan planet sendiri. Jangan-jangan, Rawa Bebek ini merupakan kota khayal yang berada di luar Jakarta. Tentu saja jika ada di universe lain, Rawa Bebek tidak terpapar pandemi virus corona dan semua kegiatan memang berjalan seperti biasanya. Yang jadi pertanyaan, universe mana yang menyediakan tukang ojek ada di dalamnya?
Pertama, universe Dragon Ball. Itu artinya Rawa Bebek ini ada di Planet Namex. Di planet ini pernah ada setidaknya tiga saga yang digunakan untuk “syuting”. Tiga saga tersebut adalah Namek Saga, Captain Ginyu Saga, dan Frieza Saga. Setelah itu, mungkin saja planet ini kosong dan disewa oleh sitkom Tukang Ojek Pengkolan jadi lokasi syutingnya. Atau mereka membagi lokasi syuting menjadi dua. Kan kalau Picolo capek, bisa naik ojeknya Kang Tisna sambilang bilang, “Rawa Kadal 10, Kang” lalu ditimpali, “berangkaaaaaat~”
Kedua, ada di universe One Piece dan mengambil Raftel sebagai lokasi syuting. Bisa saja kan, selama kru Mugiwara mencari tempat ini, untuk sementara waktu dijadikan sebagai kota fiktif bernama Rawa Bebek? Tidak pernah diperlihatkan barang satu sudut Raftel itu bagaimana. Hanya dari siluetnya saja. Siapa tahu nih, ketika Luffy dan kolega datang ke Raftel, bersorak kegirangan karena mimpi-mimpi mereka tercapai, tiba-tiba malah disapa oleh Mas Pur, “Ojek, Mas?”
Ketiga, ada di universe DC dan mengambil Gotham City sebagai lokasi syuting. Kalau di sini jangankan penyakit, lha wong tindak kejahatan itu sudah biasa. Sambil makan ketoprak Mas Indro, Arthur Fleck dan Mas Pur sering ngobrol tentang getirnya kehidupan. Bang Arthur yang baru saja dipecat jadi tukang badut pun curhat, “Gimana ya Mas Pur, jadi badut komedi sekarang susah, apa iya harus jadi penjahat saja?”
Mas Pur pun menyeringai, ia seakan paham betul akan pahitnya kehidupan. Sembari menepuk-nepuk punggung Bang Arthur, Mas Pur menjawab, “Pernah, Bang Arthur saya merasakan sakit. Tapi, sebagai perasaan berdamai dengan rasa sakit, saya berkata seperti ini: aku harus melihat kamu bahagia, meskipun kamu bahagianya sama orang lain, bukan sama aku. Tapi satu hal yang harus kamu ingat, di sini ada hati yang selalu tulus menyayangi kamu,” mereka berdua pun saling berpelukan.
Keempat, Rawa Bebek adalah Kota Bebek. Iya, namanya bener-bener seperti itu. Kota Bebek adalah salah satu kota di universe-nya Donald Bebek, Kwik, Kwek, Kwak juga Paman Gober. Kebayang nggak Paman Gober adu mulut sama Haji Sodiq? Paman Gober yang marah-marah kepada Haji Sodiq—seksi keamanan Kampung Rawa Bebek—karena hartanya berhasil dicuri oleh Gerombolan Siberat, sedangkan Haji Sodiq nimpali “iya iya iya….”
Tapi ya, Mas Pur, terlepas dari semua itu, saya pribadi berterimakasih kepada seluruh kru Tukang Ojek Pengkolan dan seluruh pemainnya karena nenek saya masih menemukan hiburan di balik suasana physical distancing. Terlepas dari itu juga semoga seluruh kru yang terlibat diberikan kesehatan. Terbaru, ketika saya melihat aktivitas para pemain sitkom di media sosial, mereka tengah menjalankan waktu libur syuting. Betapa leganya, di balik semua kesibukan mereka untuk menghibur kita, mereka juga manusia biasa yang membutuhkan waktu jeda.
Saran saya hanya satu, sebagai penutup dan barangkali agar tulisan ini terlihat ada nilainya, semoga (jika sinetron ini terus jalan) masukan sosialisasi seputar penanganan virus corona tidak hanya di iklan layanan masyarakat saja, tapi di dalam sketsa ceritanya. Sebab, kebanyakan orang masih belum paham betul apa itu corona dan seberapa berbahayanya virus ini adalah menengah ke bawah. Dan kebetulan, kebanyakan yang melihat sinetron ini adalah kaum menengah ke bawah (seperti saya).
Bisa saja kan edukasi ini diselipkan ke salah satu sketsa. Seperti ketika Mbak Pur melihat Mbak Rinjani—istrinya—mau berangkat kerja di super market, lalu Mas Pur bilang gini, “Kalau kamu nggak kerja, kita memang kekurangan pemasukan, Dek. Tapi, kalau kamu sakit, gimana cara mengisi kekurangan perasaan di hatinya mas, Dek? Mas itu benci kalau kamu sakit.”
Sehat selalu, ya Mas. Kumismu itu lho….
BACA JUGA Kami Bersama Mas Pur: Slogan Para Pria Dengan Perjuangan Cintanya atau tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.