Surat Untuk KPAI : Selamat Karena Telah Berhasil Mengubur Mimpi Anak Bangsa

kpai

kpai

Saya haturkan hormat dan salam kepada bapak-ibu pengurus KPAI, terutama kepada para dewan komisioner yang terhormat.

Saya di sini berdiri bersama anak-anak Indonesia yang memiliki segudang mimpi dan cita. Mulai dari keinginan menjadi dokter hingga youtuber, dari hobi memasak hingga olahraga.

Bapak dan Ibu yang terhormat, Anda dan saya pasti pernah menjadi mereka. Tetapi mereka belum pernah menjadi kita, orang dewasa yang penuh masalah ini. Anak-anak tidak akan mengerti apa itu eksploitasi, yang mereka tau hanya mimpinya dan jalan bagaimana mewujudkannya. Tapi kita mengerti dan pernah merasakan bagaimana punya mimpi dan keinginan mewujudkannya.

“Bu, bagaimana caranya biar aku bisa jadi dokter?” tanya saya kepada ibu saya belasan tahun yang lalu. Beliau menjawab, “nilai Matematika, IPA sama Bahasa Inggrisnya harus bagus-bagus biar bisa kuliah kedokteran.” Dan sejak saat itu ketiga mata pelajaran itu menjadi standar kesuksesan belajar saya. Meskipun seiring berjalannya waktu, saya sadar kapasitas saya tidak memungkinkan untuk menguasai ketiganya.

Bapak-Ibu bisa bayangkan kalau nanti ada anak Indonesia yang bertanya kepada orangtuanya, “Ayah, bagaimana caranya supaya aku bisa jadi atlit bulutangkis?” Tadinya, mudah saja memberi banyak contoh atlit berprestasi dan menyemangati anak-anaknya untuk mengikuti semangat dan cara berlatih mereka. Liliyana Natsir, Susi Susanti, Kevin Sanjaya adalah beberapa atlet yang telah membawa Indonesia menjadi salah satu negara dengan prestasi bulutangkis terbaik di dunia. Dari mana mereka belajar sehingga menjadi handal seperti itu? PB Djarum. Iya, pak-bu, PB Djarum yang telah berpamitan beberapa waktu yang lalu untuk tidak lagi ikut campur dalam mendidik bakat-bakat atlit di Indonesia.

Kini, para orangtua itu harus menjawab dengan apa lagi? Melambungkan mimpi anaknya tanpa tahu apa yang harus dilakukan?

PB Djarum memang bukan satu-satunya lembaga pembinaan atltet bulutangkis, Pak-Bu. Banyak sekali lembaga yang membina atlet berprestasi, sebut saja PB SGS Bandung tempat Taufik Hidayat sang legenda bulutangkis menempa diri atau beberapa klub lainnya. Tapi berapa banyak prestasinya? Bagaimana sistem rekrtutmen dan pembinaannya?

Tidak usahlah terlalu jauh berbicara tentang kemungkinan lain pembinaan bakat atlet bulutangkis yang mungkin juga tidak akan bapak-ibu pikirkan. Kita pikirkan saja alasan yang anda sekalian paparkan sebagai bentuk eksploitasi anak karena pembinaannya dilakukan oleh pabrik rokok yang merupakan zat adiktif. Selama puluhan tahun mereka membina calon atlet, apakah ada paksaan untuk merokok, menjual rokok ataupun mempromosikan rokok? Apa indikasi eksploitasi yang anda sebut?

Sudahkah anda sekalian mencoba bertanya kepada Liliyana Natsir, atau atlet binaan PB Djarum yang lain, mengenai tuduhan tidak berdasar ini? Atau ini semua semata interpretasi sepihak ? Saya harap bukan. Karena lembaga yang seharusnya jadi perlindungan anak sudah semestinya punya mekanisme untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan kepada anak-anak.

Saya pernah menjadi satu dari sekian banyak anak Indonesia yang pernah bermimpi untuk belajar di PB Djarum, menjadi atlet yang berprestasi dan mengharumkan nama bangsa. Namun saya gagal bahkan sebelum ikut seleksi karena orangtua saya menganggap bahwa menjadi seorang atltet tidak akan memiliki masa depan yang cerah.

Saat ini saya mulai menyuarakan tentang bagaimana menjadi keluarga yang egaliter, menghargai pendapat dan impian anak, tidak menilai anak sebagai investasi yang bisa mengahsilkan laba, dan segala strategi untuk memberikan pemahaman kepada para orangtua untuk mengubah pola relasi dari kepemilikan menjadi partnership yang lebih sehat. Dengan satu harapan, supaya tidak ada lagi anak-anak yang harus mengubur mimpinya seperti saya.

Namun mirisnya, di saat yang bersamaan pula, mimpi anak-anak bangsa dikubur oleh lembaga yang mengaku dan melabeli diri sebagai pelindung anak-anak. Atas dasar tudingan yang belum juga dapat dibuktikan selain oleh prasangka.

Bapak-Ibu KPAI yang terhormat, jangan lupa dengan amanah yang harus bapak ibu laksanakan menurut UU nomor 23 tahun 2002 yang salah satunya adalah untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan Hak Anak. Bukan mencurigai lembaga pengembangan bakat, lebih-lebih berani melakukan tudingan tanpa alasan yang dapat dibuktikan.

Terakhir, terimakasih juga telah menuduh PB Djarum sebagai pihak yang tidak tulus memberikan beasiswa, sebagai pihak yang seperti anak kecil ngambek, labil, dan lain sebagainya. Saya rasa jika memang mereka tidak tulus, sudah banyak anak-anak calon atlet yang merangkap kerja menjadi sales rokok. Tetapi sampai hari ini, tidak ada.

Sebagai lembaga yang berisi orang-orang dewasa yang mengklaim sebagai pelindung anak, KPAI perlu banyak berbenah. Perlu belajar lagi mengenai bagaimana merangkai informasi yang utuh dan valid, seperti anak-anak yang rajin bertanya bila tidak tahu, bukan menuduh dan membatasi. Kalau memang benar ada indikasi eksploitasi, KPAI sebagai lemabag perlindungan mestinya terlibat dalam pengawalan sistem, bukan judging yang tidak memiliki solusi yang jelas. (*)

BACA JUGA PB Djarum Jangan Pamit, Masih banyak Anak-anak yang Ingin Mengejar Mimpi Mereka atau tulisan Fatimatuz Zahra lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version