Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Memahami Sultan Ground: Keistimewaan Jogja yang Ruwet dan Penuh Intrik

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
15 Oktober 2022
A A
Memahami Sultan Ground: Keistimewaan Jogja yang Ruwet dan Penuh Intrik tamansari

Tamansari Yogyakarta (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Apa yang membuat Jogja jadi Istimewa selain gubernur merangkap sultan? Yak betul, jawabannya adalah Sultan Ground (SG). Tanah adat satu ini punya posisi cukup unik. Di satu sisi merupakan sejenis tanah privat milik Kraton. Di lain sisi seolah jadi tanah milik Pemda. Keruwetan tanah milik Kraton tersebut membuat saya maklum jika ada orang yang bingung masalah ini.

Banyak orang luar Jogja yang mengira seluruh tanah di Jogja adalah milik Kraton. Bahkan ada juga warga Jogja yang berpikir demikian. Biasanya sih mereka yang kemarin getol menyuarakan Jogja referendum. Banyak pula yang belum paham bagaimana masyarakat memanfaatkan tanah ini. Apa bisa dibeli? Atau sewa? Kok bisa digusur? Dan lain sebagainya.

Maka mari kita bedah tentang Sultan Ground ini. Sebenarnya selain Sultan Ground, ada juga Pakualaman Ground (PG). Namun saya akan lebih banyak fokus di Sultan Ground. Toh situasinya sama. Sama-sama milik monarki yang ruwet. Dengan memahami apa itu Sultan Ground, maka Anda akan paham berbagai polemik tentang agraria di Jogja.

Memahami Sultan Ground berarti harus memahami tentang otonomi khusus dan keistimewaan Jogja. Hal ini tertuang dalam UU 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU Keistimewaan DIY). Pertama, UU ini berfokus tentang posisi Sri Sultan dan Sri Paku Alam sebagai kepala monarki sekaligus kepala daerah. Kedua adalah perkara hak atas Sultan Ground dan Pakualaman Ground.

Pada pasal 32 UU Keistimewaan ayat 2 dan 3, dijelaskan bahwa Kasultanan (Jogja) dan Kadipaten (Pakualaman) sebagai subjek hukum adalah pemilik atas tanah SG dan PG. Ayat 4 menyatakan, “Tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang terdapat di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY.” Sedangkan pada ayat 5 dinyatakan, “Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.”

Sebelum kita nyinyir masalah “kesejahteraan masyarakat” kita perlu memahami ayat 4 pasal 32 tadi. Intinya, Kraton hanya menguasai tanah keprabon dan tanah bukan keprabon. Jadi, bukan berarti seluruh wilayah di Jogja itu milik Sultan. Kalau ada yang bilang demikian, mungkin ia terjebak di dunia feodal ala sinetron.

Ada keunikan yang saya temukan. Keduanya (SG dan PG) adalah tanah adat, namun dimiliki oleh lembaga hukum secara privat. Lembaga hukum ini dipimpin oleh kepala adat, Sri Sultan dan Sri Paku Alam, yang sekaligus gubernur dan wakil gubernur Jogja. Ada dualisme posisi lahan yang sebenarnya patut kita nyinyiri. Tapi, mari kita lanjut tentang definisi tanah keprabon tadi.

Tanah keprabon adalah tanah yang dimanfaatkan sebagai istana dan kelengkapannya. Kraton, masjid agung, dan berbagai situs termasuk dalam tanah keprabon ini. Sedangkan tanah bukan keprabon adalah tanah lain yang dibuktikan sebagai bagian dari SG atau PG. Misal area kampus UGM.

Baca Juga:

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Sultan Ground sendiri banyak ditempati pihak luar. Misal area Istana Air Tamansari yang kini menjadi Kampung Seni Tamansari. Atau Ambarukmo Plaza yang juga bagian dari Sultan Ground. Untuk menempati lahan ini, pihak luar perlu mendapat persetujuan dari kasultanan maupun kadipaten. Surat persetujuan ini disebut sebagai surat magersari.

Surat Magersari atau Kekancingan Magersari ini mirip seperti akta tanah. Ada pernyataan, peraturan, dan peta tanah yang disepakati. Keluarga saya juga punya surat ini, karena kami “menumpang” di salah satu Sultan Ground. Tepatnya di area Tamansari. Yang unik dalam Surat Magersari dinyatakan bahwa pengguna lahan harus dengan suka rela menyerahkan kembali lahan tersebut jika sewaktu-waktu diminta oleh pihak Kraton. Jadi pengguna lahan tidak bisa menerbitkan Surat Hak Milik (SHM).

Realitasnya sih sering tidak seperti itu. Beberapa lahan yang jelas berada di tanah keprabon mulai mendapat SHM. Misal beberapa area di Tamansari. Beberapa tanah privat juga menjadi Sultan Ground karena pihak kraton melakukan klaim. Meskipun sudah ada SHM, jika dinyatakan tanah tersebut adalah Sultan Ground, di pengadilan ya akan bablas.

Beberapa lahan yang termasuk Sultan Ground juga diperjual belikan secara nakal. Seharusnya hanya Kraton yang bisa melakukan penjualan atas tanah tersebut. Seringkali muncul sengketa pasca jual beli karena pihak penjual yang tidak bertanggung jawab. Saya sih takut untuk membahas ini. Karena sangat sensitif dan melibatkan banyak “orang penting.”

Lalu siapa yang bisa memakai lahan ini? Secara teori sih, siapapun atas persetujuan Kasultanan dan Kadipaten. Tapi saya sudah tidak pernah mendengar hal ini. Terutama pengajuan izin memakai lahan SG dan PG sebagai pemukiman. Kalau orang digusur karena tinggal di lahan SG dan PG sih sering ya.

Para abdi dalem, terutama di masa lalu, mendapat hak penggunaan SG dan PG. Salah satunya eyang buyut saya. Beberapa pihak juga diizinkan menggunakan lahan ini seperti YIA dan Malioboro Mall. Tapi kembali lagi, pihak kraton tetap memiliki hak penuh atas lahan tersebut.

Menggunakan SG tetap dikenai biaya sewa. Kalau untuk pemukiman, umumnya memang sangat murah. Jauh di bawah besaran PBB. Pokoknya biaya sewa ini disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak ada acuan pasti.

Lalu bagaimana rasanya hidup di SG? Menurut pengalaman saya sih, biasa saja. Tidak ada keistimewaan yang dirasakan selain tahu bahwa tanah yang saya tempati adalah milik Kasultanan. Paling yang membedakan adalah perkara diusir. Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, pihak Kasultanan berdaulat penuh untuk menggunakan lahan milik mereka. Meskipun sudah ditempati oleh banyak generasi.

Mari kita rangkum keruwetan Sultan Ground dan Pakualaman Ground ini: keduanya adalah tanah privat, yang dikuasai oleh badan hukum, yang dipimpin oleh kepala budaya sekaligus kepala daerah, yang tersebar dan bisa ditetapkan di pengadilan, tapi ada yang tiba-tiba punya SHM. Tanah ini bisa disewa, namun bisa diminta kembali secara bebas, untuk kesejahteraan rakyat yang sering jadi korban gusuran SG dan PG.

Ruwet kan? Sudah saya bilang, penak turu!

Sumber Gambar: Unsplash

Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Bolehkah Kami Hidup Tenang di Sultan Ground Jogja?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 15 Oktober 2022 oleh

Tags: definisigubernurJogjapilihan redaksisultan ground
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

Tukang Parkir Liar Nggak Hanya Bikin Pengendara Sebel, tapi Juga Bikin Pengusaha Kecil Bangkrut tempat parkir ilegal tukang parkir atm, capres surabaya bogor, kota malang polisi cepek qris parkir indomaret

Surabaya Itu Kota Paling Nyaman di Jawa Timur, asal Tukang Parkir Liar Dibasmi Total!

21 Februari 2024
Gedung Birao Tegal, Kembaran Lawang Sewu Semarang yang Bernasib Sial Mojok.co

Gedung Birao Tegal, Kembaran Lawang Sewu Semarang yang Bernasib Sial

8 Januari 2024
4 Aturan Tidak Tertulis di Stasiun Lempuyangan Jogja Mojok.co

4 Aturan Tidak Tertulis di Stasiun Lempuyangan Jogja

7 Februari 2025
Perempatan Informa, Titik Paling Kacau di Cinere Depok. Saking Kacaunya, Saya Pernah Mati Kutu Selama 1 Jam di Sini!

Perempatan Informa, Titik Paling Kacau di Cinere Depok. Saking Kacaunya, Saya Pernah Mati Kutu Selama 1 Jam di Sini!

17 Juni 2024
5 Alasan Tok Dul Jarang Muncul di Serial Upin Ipin

5 Alasan Tok Dul Jarang Muncul di Serial Upin Ipin

12 Maret 2025
3 Alasan Mengapa Persepsi Uang Panai' Mahal Itu Adalah Kewajaran terminal mojok

3 Alasan Mengapa Persepsi Uang Panai’ Mahal Itu Wajar

27 Agustus 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025
Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Gak Daftar, Saldo Dipotong, Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life Stres! (Unsplash)

Kaget dan Stres ketika Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life, Padahal Saya Nggak Pernah Mendaftar

21 Desember 2025
Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

16 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis
  • Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya
  • Membandingkan Warteg di Singapura, Negara Tersehat di Dunia, dengan Indonesia: Perbedaan Kualitasnya Bagai Langit dan Bumi
  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.