Adakah teman-teman di sini yang pernah mencicipi memakai pembalut Hers? Atau justru masih memakainya hingga kini?
Peristiwa yang terjadi di bangku kelas 5 SD, tepatnya pada 1988 itu masih jelas dalam ingatan. Pada saat jam istirahat, seorang teman perempuan mendadak menangis dan tidak mau beranjak sedikit pun dari bangkunya. Dalam waktu singkat, ia dikelilingi dan dijaga oleh anak-anak perempuan lain, termasuk saya.
“Semua cowok keluar ke lapangan!” seorang teman menghalau anak-anak laki-laki yang mendekat karena keheranan dan ingin tahu. Setelah kelas aman dari anak laki-laki, barulah pelan-pelan teman yang menangis tadi mau beranjak dari bangkunya. Seorang teman lain meminjamkan jaket, guna dikenakan menutupi bagian belakang roknya.
Lantas kami beramai-ramai mengawal teman tadi sampai ke ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah). Formasi pengawalan harus serapat mungkin agar anak-anak lain tidak bisa melihat apa-apa. Saya ingat merasa bangga menjadi bagian dari pengawalan itu. Barangkali inilah yang disebut women support women.
Setibanya di UKS, persoalan tersebut segera ditangani oleh seorang ibu guru, dan bereslah sudah. Pada saat jam istirahat berakhir, teman saya ini sudah kembali ke kelas dengan wajah ceria, mengenakan rok seragam pinjaman dari sekolah. Rok seragamnya yang terkena darah menstruasi aman terbungkus plastik, siap dicuci setibanya di rumah nanti.
Hari itu juga, seorang ibu guru memanfaatkan momentum tersebut untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang menstruasi kepada kami. Terlebih dahulu, anak-anak laki-laki diungsikan ke perpustakaan. Tujuannya agak anak-anak perempuan tidak malu bertanya kepada ibu guru.
Pada saat itulah untuk pertama kalinya saya melihat dengan jelas pembalut wanita merek Hers, yang dibawa masuk ke kelas oleh ibu guru. Sebenarnya ibu saya juga rutin membeli Hers di toko kelontong dekat rumah. Namun, sebelum hari itu, saya hanya sebatas melihat kemasan luarnya, dan tidak pernah ingin tahu seperti apa bentuknya.
Saya mengira bentuk dan cara pemakaiannya rumit karena sebutannya “pembalut”. Seperti kalau kaki kita luka lalu dibalut, kan agak rumit prosedurnya. Memakai kain kassa yang harus dibuka dulu gulungannya, kemudian diplester, dan lain sebagainya. Ternyata pembalut wanita Hers bentuknya sederhana saja, dan cara pemakaiannya juga amat mudah.
Supaya jelas, ibu guru mengambil sebuah pembalut Hers, lalu memperagakan cara menempelkannya pada celana dalam. Ternyata peragaan semacam ini amat penting. Sebab belakangan, saat saya sudah kuliah, seorang teman kos mengisahkan pengalaman memalukannya dengan pembalut Hers.
Alih-alih menempelkan bagian yang ada lemnya ke celana dalam, ia justru menempelkannya ke bagian kewanitaannya sendiri. Untung saat itu darah menstruasinya tidak tembus. Persoalan baru timbul saat ia hendak melepas si pembalut. Pedih, Lurrr….
Pembalut Hers era 1980-an bentuknya panjang, tebal, dan tidak bersayap. Pembalut ini sebaiknya tidak dilipat, agar kapas yang ada di dalamnya tidak terpotong, bergeser, atau berubah bentuk.
Jika hendak bepergian ke luar rumah dalam jangka waktu agak lama, sebaiknya Anda membawa pembalut cadangan untuk ganti. Pasalnya, meski bentuknya besar dan tebal, pembalut wanita 80-an belum mengenal teknologi yang dapat mengubah darah menstruasi menjadi gel. Bagian dalamnya hanya berisi semacam kapas sehingga rawan tembus ketika darah menstruasi sedang banyak-banyaknya.
Oleh karena itu, pembalut harus sering dicek. Kalau sudah terlihat cukup penuh, segeralah ganti daripada menanggung risiko tembus. Jika lupa membawa Hers cadangan dari rumah, tenang saja karena di koperasi sekolah pasti tersedia. Di sekolah saya dulu, kalau malu bilang pembalut, bisa pakai kode rahasia: “mau beli roti.”
Saat memakai Hers, karena cukup tebal, terkadang saya khawatir ketahuan sedang mens. Kalau ketahuan temen cwk sih nggak apa-apa karena senasib. Lha, kalau ketahuan temen cwk kan malu. Solusinya mudah saja, tinggal pakai baju bawahan yang longgar.
Meski demikian, selama beberapa tahun rutin memakai Hers, saya tidak pernah mengeluh, dan merasa cukup nyaman. Pasalnya, saat itu belum banyak pilihan merek dan jenis pembalut seperti sekarang. Jadi, pembalut Hers merupakan pilihan terbaik yang harganya terjangkau dan mudah didapat di pasaran.
Kemasan Hers zaman dulu menggambarkan seorang perempuan cantik, feminin, dan anggun bergaun putih, yang sedang bercengkerama dengan seekor merpati putih di tengah kebun yang indah. Siapa sangka kemasan itu tidak hanya dirancang agar terlihat indah dan menarik minat pembeli, tapi juga menyiratkan instruksi pemakaian.
Dalam tulisan seputar pembalut yang berjudul “Dari Softex ke Softex: Perjalanan Seorang Pemakai Pembalut Wanita Bermazhab Tuku-able”, disebutkan bahwa lem pada pembalut Hers hanya berupa tiga garis perekat yang daya rekatnya rendah sehingga mudah lepas. Nah, kemasan Hers seolah menyatakan bahwa lem pada pembalut Hers sebenarnya cukup kuat dan tidak bakal lepas, asal pemakainya tidak petakilan. Pokoknya ikuti saja tuntunannya: bergerak dengan pelan, feminin, dan anggun sesuai imej perempuan yang ada di kemasan.
Sumber Gambar: Katalog Shopee
BACA JUGA Dari Softex ke Softex: Perjalanan Seorang Pemakai Pembalut Wanita Bermazhab Tuku-able dan tulisan Santi Kurniasari Hanjoyo lainnya.