Suka Duka Jasa Pembuat CV dan Surat Lamaran Kerja: Nggak Lolos Seleksi Dicerca, Giliran Sukses Dianggap Biasa

Suka Duka Jasa Pembuat CV dan Surat Lamaran Kerja_ Nggak Lolos Seleksi Dicerca, Giliran Sukses Dianggap Biasa terminal mojok

Di zaman serba instan ini, segala usaha yang berfokus pada penawaran jasa diminati oleh banyak kalangan. GoFood menjadi contoh sempurna dari premis yang dimaksud. Alasannya sederhana, dengan GoFood, semuanya menjadi lebih praktis dan efisien. Tinggal menunggu makanan yang diinginkan datang tanpa harus datang ke restoran secara langsung. Dalam ruang lingkup pekerjaan, ada juga usaha dalam bentuk jasa yang diciptakan oleh banyak orang, yakni jasa pembuat CV dan surat lamaran kerja.

Sebagian orang mungkin berpikir bahwa, “Ngapain bikin CV sampai harus minta buatin ke orang lain? Bayar pula. Cari kerja bukannya dapat duit, malah harus ngeluarin duit di awal.”

Ya gimana, ya. Namanya juga jasa, menawarkan kemudahan bagi siapa saja yang membutuhkan. Alasan seseorang membuat CV melalui jasa pembuat CV pun beragam. Ada yang memang kurang terampil, nggak punya waktu luang, hingga alasan nggak mau ribet saja gitu.

Bukan tanpa alasan saya mengetahui hal tersebut. Melalui beberapa informan yang menawarkan jasa pembuatan CV kepada siapa pun yang membutuhkan, mereka bercerita tentang bagaimana proses pengerjaan dari awal hingga akhir, sesuai dengan permintaan yang diajukan oleh para pelanggan.

Untuk menggali informasi lebih dalam lagi, saya berdiskusi dengan dua orang kenalan yang sudah menjalankan usaha ini selama kurang lebih dua tahun. Sebut saja Lala dan Lele.

Lala dan Lele menjadikan jasa pembuatan CV sebagai usaha sampingan. Lantaran keduanya masih aktif bekerja sebagai karyawan di suatu perusahaan. Keduanya akan aktif menggarap CV yang diinginkan pelanggan saat ada pesanan.

Mereka berdua mengaku terbiasa membuat CV untuk berbagai posisi. Menurut Lala, “Toh, semua CV formatnya kurang lebih sama, yang membedakan hanya isinya saja. Jadi, tinggal edit sesuai permintaan.” Sedangkan Lele punya pendapat lain. Baginya, tingkat kesulitan dalam membuat CV tiap orang selalu berbeda dan menyesuaikan rincian pesanannya.

Sampai dengan saat ini, mereka berdua mengaku biasa menerima pesananan pembuatan CV paling tinggi untuk level leader/supervisor. Kebanyakan untuk level staf. Cara pemasarannya pun sederhana: dari mulut ke mulut, posting di Instastory, dan status WhatsApp.

Mereka berdua punya pemikiran yang sama soal strategi dalam menjalankan usaha ini: targetnya adalah kerabat terdekat. Toh, kalau ada yang puas dengan hasilnya, informasi biasa disebar kembali oleh pelanggan melalui mulut ke mulut, dan berujung kepada pesan singkat berisikan, “Maaf, Bang. Kata si A, bisa bikin CV, ya? Saya mau juga, Bang. Tarifnya berapa, ya?”

Bicara soal tarif, antara Lala dan Lele mematok harga yang berbeda. Untuk satu CV, Lala memberi harga Rp50 ribu dengan opsi revisi hingga sesuai dengan yang diinginkan pelanggan. Selain itu, Lala juga membebaskan terkait desain. Apakah pelanggan yang menentukan atau dibebaskan kepada Lala.

Menurut Lala, Rp50 ribu terbilang masih terjangkau untuk pembuatan CV dengan revisi berkali-kali. Di luar sana, dengan jasa yang sama, masih banyak yang mematok tarif lebih dari itu dengan kisaran harga sampai dengan Rp150 ribu.

Lain Lala, lain juga ketentuan yang diterapkan oleh Lele. Lele memberi harga pembuatan per CV Rp20 ribu, tanpa revisi mayor. Selain itu, desain yang ditawarkan sudah ada template-nya. Jadi, pelanggan tinggal memilih ingin menggunakan yang mana.

Harga yang dipatok Lele terbilang murah karena menurutnya, hampir semua template-nya sederhana dan nggak ribet. Apalagi tanpa revisi mayor dan hanya menerima revisi minor. Typo, misalnya.

Baik Lala maupun Lele, sama-sama mengaku bahwa usaha sampingan ini cukup menguntungkan bagi mereka untuk penghasilan tambahan. “Lumayan buat jajan tambahan. Beli es kopi susu, beli bensin, atau sekadar isi kuota internet,” kata mereka.

Namun, jangan salah. Selain suka, mereka juga merasakan duka selama menjalani usaha sampingan ini. Saat pelanggan menerima panggilan wawancara kerja sampai dengan diterima bekerja di suatu perusahaan bermodalkan CV yang dipesan dari Lala atau Lele, ada yang berterimakasih karena CV-nya cocok, ada juga yang cuek-cuek saja.

Di sisi lain, ketika tidak kunjung mendapat panggilan kerja dari perusahaan mana pun, hampir selalu ada pelanggan yang komplain sambil misuh-misuh via chat. Anggapannya, CV yang sudah dibuat nggak bagus dan nggak menarik perhatian HRD. Ada juga yang CV-nya dilirik HRD, tapi tidak lolos wawancara kerja.

Lah, para pelanggan yang juga para pencari kerja ini lupa, ya, mau bagaimanapun, dalam prosesnya, hasil akhir dari suatu proses seleksi karyawan kan tergantung kalian masing-masing, bukan jasa pembuat CV. Apalagi jika sudah sampai diundang wawancara atau psikotes oleh HRD.

BACA JUGA PKWT dan PKWTT Itu Beda! Sebagai Calon Karyawan, Kamu Jangan Sampai Salah dan artikel Seto Wicaksono lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version