“Pernah denger suara drumband pas malem-malem nggak sih?” tanya seorang kawan pada saya. Suara drumband di Jogja pas malam hari? Selo banget marching band yang latihan di tengah malam. Apa tidak ada waktu lain untuk latihan selain mengganggu warga Jogja yang sedang istirahat?
Suara drumband di Jogja pada malam hari adalah fenomena lama yang dipercaya banyak orang memang benar terjadi. Masalahnya, penabuhnya bukanlah marching band yang sedang gladi bersih. Bukan pula tentara yang memang doyan latihan malam-malam. Dipercaya, si penabuh adalah makhluk astral alias lelembut alias entitas yang saat ini jadi primadona YouTube.
Selain suara marching band, ada pula suara gamelan yang bertalu di tengah malam. Kasusnya sama, berasal dari golongan lelembut. Katanya pula, orang yang pernah mendengar suara gamelan dan marching band akan selalu kembali ke Jogja. Jarene sih ngono.
Ternyata, beberapa kawan saya juga mengalami. Mbak Dyah yang berasal dari Riau mengaku pernah mendengar suara gamelan di waktu malam. Tepatnya saat awal kuliah di tahun 2011. Padahal Mbak Dyah yakin tidak ada orang yang memiliki seperangkat gamelan di area Gejayan tempat blio ngekos. Suara yang terdengar di waktu malam itu terdengar sayup-sayup, lalu makin tegas. Ketika dicari keluar, ya tidak ada apa-apa.
Kalau kawan saya yang bernama Om Mus malah mendengar suara drumband. Pria yang berasal dari Cilegon ini mendengar suara drumband yang riuh saat awal merantau ke Jogja antara tahun 2000-2001. Awalnya Om Mus mengira suara tadi dari radio tetangga kos. Tapi karena penasaran, blio keluar sampai pinggir jalan di daerah Tambak Bayan. Bahkan sampai pinggir jalan, Om Mus tetap mendengar suara drumband tadi.
Ketika Om Mus mulai memikirkan potensi metafisika, suara tadi makin melemah sampai hilang. Om Mus yang memang tertarik urusan metafisika berusaha mencari kembali suara tadi, tapi tidak berhasil.
Suara drumband dan gamelan ini menjadi urban legend di Jogja. Menjadi mitos selayaknya hantu di jembatan perawan UGM, kilat cahaya yang muncul ketika ada tokoh besar meninggal, dan kesejahteraan warga Jogja. Jadi cukup diterima dan dijadikan dongeng saja. Sekian artikel ini.
Enak saja! Saya belum bisa menerima mitos ini. Kejadian tidak logis ini sudah menjadi buah bibir sejak ibu saya kuliah. Pasti ada jawabannya.
Bicara urban legend satu ini, umumnya hanya pendatang yang mendengar suara drumband dan gamelan misterius. Akhirnya suara tadi dicocoklogikan sebagai tanda diterimanya orang pendatang itu oleh “penghuni” Jogja. Siapa pun yang mendengar suara drumband atau gamelan tadi akan selalu kembali ke Jogja. Beberapa orang bilang bukan kembali untuk pelesiran, tapi hidup menetap di Jogja.
Saya sedikit percaya pada teori ini. Terbukti Mbak Dyah dan Om Mus kini hidup menetap di Jogja. Mbak Dyah pernah kembali ke Riau dan mencoba peruntungan di Jakarta. Tapi akhirnya blio kembali ke Jogja dan memutuskan menetap. Om Mus malah benar-benar menetap di Jogja sesudah merantau. Bahkan sudah berkeluarga dan pindah domisili.
Tapi teori ini tidak menjawab dari mana asal suara drumband dan gamelan misterius tadi? Dan saya tertarik untuk mencari teori asal-muasal suara yang jadi legenda ini. Tentu saya telisik dari sudut pandang logika dulu.
TNI AU yang bermarkas di sekitar Bandara Adisutjipto pernah menyatakan bahwa sumber suara tadi berasal dari latihan taruna mereka. TNI AU mengaku bahwa latihan marching band sering dilakukan di dini hari, dari pukul 04.00 sampai 05.00.
Teori ini paling logis untuk diterima. Tapi masalahnya beberapa orang termasuk Om Mus mendengar suara drumband di Jogja pada jam 12 malam. Jika dibandingkan dengan pengakuan TNI AU, perkara jam jadi tidak cocok. Kasus Mbak Dyah juga belum terjawab karena yang blio dengar adalah suara gamelan. TNI AU tidak pernah menyatakan bahwa mereka latihan karawitan pada dini hari. Tepatnya, mereka tidak menyatakan ada latihan karawitan dalam TNI AU.
Teori ini terpatahkan. Mau tidak mau saya harus menelisik dalam ranah metafisika. Tentu saya harus konsultasi kepada bapak saya sebagai guru spiritual personal. Menurut bapak saya, jagad lelembut tak ubahnya dunia kita. Mereka punya kehidupan dan kegiatan yang 11-12 dengan manusia. Salah satunya adalah perkara seni.
Nah, menurut bapak saya, suara drumband dan gamelan tadi memang berasal dari para lelembut. Namun, suara tadi bocor dari wilayah metafisika dan tembus sampai telinga manusia. Dalam kasus Om Mus, pemikiran tentang kemungkinan metafisika membuat manusia tersadar dan kebocoran segera tertutup.
Oke, ini logis setidaknya dari sudut pandang klenik. Tapi perkara suara dan kembalinya seseorang ke Jogja tidak terjawab. Menurut bapak saya, perkara kembalinya seseorang ini hanya kebetulan. Mungkin lebih banyak yang mendengar suara drumband dan gamelan misterius tapi tidak kembali. Hanya saja yang kembali dan menetap di Jogja mulai menghubungkan suara misterius dengan kembalinya mereka.
Ada juga teori yang agak sci-fi. Beberapa peneliti memandang udara dapat menyimpan suara layaknya kaset. Gelombang suara tadi “terekam” dalam udara sebuah daerah, dan bisa “terputar” kembali di waktu tertentu. Biasanya pada kondisi yang sama persis dengan saat suara tadi terekam.
Bisa jadi suara misterius tadi berasal dari rekaman marching band zaman perjuangan. Dan suara gamelan tadi adalah rekaman era Kesultanan Yogyakarta masih berdaulat. Tapi teori ini masih sebatas teori. Dan tidak menjawab mengapa hanya pendatang yang mendengar. Lagi pula, kok teori ini agak-agak ngoyoworo alian mengada-ada ya?
Saya pribadi tetap sulit menemukan jawaban terbaik, selain teori-teori di atas. Kalau saya pribadi sih, bisa jadi mereka yang mendengar tadi hanyalah halusinasi. Karena pernah mendengar urban legend ini, dalam benak mereka terdengar suara misterius. Tanpa sadar, mereka meneruskan urban legend ini melalui pikiran mereka. Mungkin memang tidak ada suara misterius kecuali di pikiran mereka yang merasa mendengar.
Entahlah, namanya juga urban legend. Mitos. Tapi saya malah iba kalau mitos ini benar adanya. Seseorang akan terikat pada Jogja hanya karena mendengar suara drumband dan gamelan yang embuh tadi. Memang, mereka yang mendengar akan terikat oleh romantisnya Jogja yang nyeni. Tapi juga akan terikat oleh ketimpangan sosial serta UMR yang humble-nya keterlaluan. Aduh.
Photo by Bangkit Ristant on Unsplash
BACA JUGA Sayuri, Legenda Mahasiswa Jogja yang Pasti Pernah Kamu Dengar Namanya dan tulisan Prabu Yudianto lainnya.