Menjual bahan pangan segar seperti sayur, buah, dan aneka daging membuat tukang sayur harus menghabiskan dagangan mereka pada hari yang sama. Sayangnya, meskipun telah berkeliling kampung dari pagi hingga siang, belum tentu barang dagangan tersebut habis terjual. Kalau mau dijual lagi keesokan harinya, nggak bakalan laku. Memangnya siapa yang mau membeli sayur-mayur yang sudah layu?
Meskipun keuntungan dari berjualan sayuran keliling terhitung sedikit, toh para tukang sayur tetap istikamah dan berdedikasi memenuhi kebutuhan pangan setiap insan. Mereka nggak menyerah meskipun risiko ruginya besar. Lantaran nggak setiap hari masyarakat berbelanja di tukang sayur keliling, para tukang sayur ini memiliki strategi agar tetap untung dan balik modal.
Daftar Isi
#1 Dijual kembali dengan diskon 50%
Meskipun kondisi sayur, buah, dan aneka daging nggak sesegar kemarin, para pedagang tetap akan menjualnya kembali. Syaratnya tentu masih layak konsumsi serta nggak busuk. Selain itu, harga bahan pangan tersebut didiskon 50%.
Misalnya, satu ikat sawi segar dijual seharga Rp2.000. Karena nggak laku dan disimpan, keesokan harinya sawi tersebut bisa dijual seharga Rp1.000. Pembeli yang ingin berhemat bisa berbelanja sayur-sayuran yang sudah menginap semalam agar mendapat separuh harga. Biasanya mahasiswa yang ngekos atau memutuskan untuk memasak sendiri, diskon seperti ini adalah alternatif pilihan yang baik.
#2 Mengolah sayur menjadi beragam masakan
Tampilan sayur, buah, dan aneka daging yang nggak laku kemarin rata-rata berubah menjadi kisut. Pembeli tentu nggak akan tertarik dan lebih memilih bahan pangan yang segar. Dengan sedikit kreativitas, para tukang sayur bisa mengolah kembali sayur-mayur dan dedagingan menjadi lauk siap santap. Misalnya saja sayur sop, soto, capcay, sayur asem, pepes, urap, gorengan, dll.
Aneka lauk matang tersebut bisa didisplay di dalam gerobak tukang sayur keliling, berjajar dengan bahan pangan mentah. Pembeli yang malas memasak bisa membeli lauk dan sayur yang sudah matang ini. Dengan cara seperti ini, para pedagang bisa mendapatkan untung hingga dua kali lipat dibanding menjual bahan mentahnya saja.
Baca halaman selanjutnya
#3 Dijadikan bonus jika belanja dengan nominal tertentu
Belanja bahan pangan di tukang sayur keliling terkenal sangat murah. Dengan berbekal uang Rp5.000 saja kita bisa membuat sepanci sayur sop yang dapat dinikmati oleh seluruh penghuni rumah. Ditambah satu papan tempe seharga Rp3.000 yang dipotong tipis-tipis, kita sudah bisa makan seharian. Meski nggak ada aturan tertulis, para tukang sayur keliling kadang memberikan sayur-mayur dan aneka daging yang nggak laku kemarin sebagai bonus.
Misalnya, Bu Rukayah belanja sayur hingga habis Rp30.000. Tukang sayur biasa akan memberi bonus seikat kangkung yang nggak laku kemarin. Meskipun mendapatkan sayur yang sudah nggak segar, rata-rata pembeli nggak ada yang maido. Mereka justru minta diberi bonus lagi.
#4 Diberikan cuma-cuma untuk pakan ternak
Jika sayur dan buah sisa jualan hampir busuk serta sudah nggak layak konsumsi, para tukang sayur biasanya akan memberikannya kepada pembeli yang memiliki hewan ternak secara cuma-cuma. Misalnya, ada yang pelihara ayam, kelinci, kambing, sapi, sapi, atau burung. Eits, jangan salah lho, hewan ternak ini juga membutuhkan sayur-sayuran untuk variasi makanan mereka sehari-hari.
Biasanya tanpa ditawari, pembeli yang memiliki hewan ternak akan meminta secara langsung. “Pak, ada kangkung atau sawi kemarin? Kalau ada, saya mau minta buat kasih makan kelinci.”
Dengan begitu, pembeli akan senang dan tukang sayur keliling juga senang karena bisa meminimalisir kerugian yang ia alami. Win win solution, kan?
Penulis: Audina Hutama Putri
Editor: Intan Ekapratiwi