Menormalisasi nilai buruk di jurusan teknik itu nggak pernah tepat. Dampaknya nggak sepele, dan justru bisa jadi bumerang di masa depan
Dunia perkuliahan memang macam roller coaster, isinya naik turun. UKT-nya naik, fasilitas turun, misalnya. Atau, IPK naik, kualitas kehidupan yang menurun.
Yah, memang begitulah dunia perkuliahan. Sensasinya ngeri-ngeri sedap, penuh drama, penuh tantangan. Terlebih perkara nilai, sumber stres terbesar kedua setelah UKT, yang menghantui banyak mahasiswa. Yang nilainya bagus sih, menepuk dada. Yang jelek, beda cerita, mereka pasti merasa stres karena yang ngeri dari IPK yang turun adalah, menaikkannya itu hal yang kelewat sulit.
Tapi beda cerita dengan mahasiswa jurusan teknik. Dan saya akan bahas tentang ini agak serius.
Alih-alih merasakan hal-hal buruk ketika nilainya jelek, ada mahasiswa yang merasa bangga dengan nilai-nilainya yang buruk. Mereka merasa nilai jelek adalah suatu kebanggaan dan itu sangat normal. Salah satunya ya anak-anak jursan teknik.
Jurusan Teknik memang terkenal dengan jurusan yang sulit. Entah dari materinya ataupun praktiknya. Jadi memang ya tidak heran kalau anak teknik merasa kesulitan dalam jurusan mereka. Sayangnya, para mahasiswa teknik itu tak sedikit yang termakan dan membuat stigma kalau nilai jelek dalam jurusan teknik itu sangat normal dan biasa.
Jurusan teknik bukanlah jurusan tersulit
Banyak sekali postingan di sosial media yang memberikan stigma bahwa nilai jelek dalam jurusan teknik itu biasa saja. Misalkan seperti “Nilai E=Engineering”. Bahkan ada juga yang merasa nilai C itu sudah bagus dan tidak mengulangi mata kuliah itu sudah sangat bersyukur. Sehingga tidak sedikit mahasiswa yang meremehkan nilai-nilai mereka.
Memang jurusan-jurusan Saintek layaknya teknik itu sulit. Tetapi itu bukan menjadi alasan untuk mereka merasa “Si paling sulit”. Nyatanya, jurusan-jurusan saintek lainnya tidak kalah sulit. Apalagi jurusan di luar ranah saintek seperti Soshum juga bisa dibilang sulit juga. Memang pada dasarnya ya semua jurusan itu sulit, tergantung kalian bagaimana menyikapinya.
Kalo tradisi menormalisasi nilai buruk di jurusan teknik itu masih diteruskan hingga sekarang, hal itu akan berdampak buruk bagi para calon mahasiswa baru yang akan masuk ke jurusan teknik.
Bagaimana tidak, jika mereka termakan stigma itu para calon mahasiswa baru ini akan merasa takut untuk masuk jurusan ini. Mereka akan menganggap jurusan teknik itu sangat susah, dilihat dari cerita betapa susahnya dapat nilai yang bagus. Lalu calon mahasiswa baru ini tak menutup kemungkinan akan meremehkan hasil nilai mereka ke depannya. Padahal nilai-nilai tersebut juga berdampak bagi mereka di masa depan.
Memang nilai itu bukan patokan sepenuhnya. Tetapi, misalnya kalian daftar kerja nih, nilai buruk kalian bisa jadi menurunkan value kalian di mata recruiter. Kecuali kalau kalian memang ingin berkarir di bidang yang tidak terlalu memerlukan nilai ya itu sah-sah saja.
Normalisasi hal buruk itu nggak pernah tepat
Yang jelas, menormalisasi nilai buruk di jurusan teknik itu nggak pernah tepat. Dampaknya nggak hanya ke calon mahasiswa baru, tapi bisa jadi bumerang untuk mahasiswa yang sedang menempuh kuliah di teknik.
Alih-alih normalisasi, baiknya berbagi kiat-kiat bagaimana cara selamat atau tips dapat nilai bagus. Ini jauh lebih produktif dan bagus ketimbang menormalisasi hal buruk. Lagian, kenapa juga sih bangga punya nilai yang nggak bagus?
Penulis: Moch. Fadhil Reiza Putra
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Nggak Semua Jurusan Teknik Itu Bagus untuk Masa Depan