Pertama kali aku menginjakkan kaki di Pulau Jawa, tepatnya di Surabaya beberapa tahun yang lalu, satu hal yang terlintas di pikiranku adalah persoalan bagaimana tanggapan orang-orang melihat tampangku ini. Dari sekilas saja, kemungkinan identifikasi mereka berdasarkan morfologi muka dan rambutku akan menghasilkan pertanyaan klise “orang Papua ya mas?” atau pertanyaan serupa lainnya “kamu anak Timur ya?”
Tidak bisa dipungkiri bahwa identitas kita, sebelum benar-benar bisa saling kenal lebih jauh adalah apa yang tampak oleh mata secara langsung. Dan wajah serta rambutku mendukung untuk mendapat predikat pertanyaan seperti diatas. Saat itu, akupun juga hanya bisa dilema antara menerima dengan lapang dada “pertanyaan” mereka tersebut atau dengan tegas memberi mereka sedikit pelajaran Geografi agar paham bahwa untuk ke Papua dari Sulawesi itu masih harus menempuh perjalanan 4 hari kapal atau 4 jam pesawat terbang.
Tidakkah mereka yang selalu memperumum suatu permasalahan (utamanya ras hanya dengan melihat warna kulit, bentuk wajah dan morfologi rambut) itu sadar telah melakukan kesalahan mendasar? Bahwasanya penilaian kita dewasa ini selalu didasarkan pada hal-hal yang sudah tercatat diatas. Memang tidak terlalu signifikan untuk ukuran aku, yang walaupun orang Sulawesi asli tapi memang dengan tampang sedikit Maluku atau Papua ini. Tapi sekali lagi, dengan memohon ampun sebelumnya, generalisasi dari apa yang hanya tampak itu akan menghasilkan spekulasi-spekulasi lain yang bahkan kebenarannya masih bisa kita pertanyakan.
Bahwasanya setelah mengetahui letak geografi Sulawesi yang lebih dekat ke Ambon daripada Pulau Jawa akan semakin menguatkan dugaan bahwa Sulawesi itu tidak akan berbeda jauh karakter manusianya dengan orang-orang timur lainnya. Padahal jika saja kita bisa menyingkirkan sedikit ego menyoal spekulasi dari penilaian awal terkait tampilan ini, mungkin saja bisa menghimpun orang-orang baik dari untuk bisa saling mengingatkan. Atau bahkan memberi dampak kepada teman-teman kita (dari timur) yang sudah terlanjur dicap sebagai pengonar untuk mengurangi perbuatan tidak terpujinya.
Apa yang aku tulis ini mungkin akan terdengar lirih sebagai sebuah protes atau pernyataan sikap terkait stereotip orang timur yang dibangun sebagai manusia urakan. Dan memang agak susah untuk sekali jalan dan orang-orang akan sadar,”wah, ternyata orang timur itu baik, tidak seperti apa yang kita pikirkan selama ini”. Oke, pada dasarnya (kami) orang timur yang kalian anggap semua sebagai manusia urakan, tidak baik, suka mabuk dan segala macam cap jelek lainnya itu mungkin memang tidak semuanya juga baik. Tapi paling tidak kami memiliki koloni yang terbagi atas berbagai macam genre. Ada yang baik disana, bahkan mungkin berada pada level alim, walaupun mereka yang urakan juga tetap tidak bisa kita hilangkan dari hitungan.
Ya, kami yang berada pada koloni yang kalian anggap sebagai manusia dari timur ini juga masih terdapat orang-orang baik. Bahwa kalian semua mungkin akan takut bahkan ketika hanya mendengar nama Jon Kei, itu biasa. Tapi jangan salah bahwa Bu Menteri Yohana Yambise itu juga dari timur lho. Bahwasanya selain sebagai tokoh dengan peran antagonis, kami juga masih memiliki tokoh dengan peran protagonist. Ya, bahwa memang pembagiannya sudah sedemikian sehingga tidak usah terlalu kolot kami akan selalu menjadi pengganggu bagi kalian. Kami juga masih bisa jadi pelindung untuk kalian.
Kami tidak sepenuhnya selalu menjadi sekumpulan orang jahat. Masih banyak dari kami yang memiliki jiwa unyu-unyu dan sangat perhatian untuk nasib buruk yang menimpa saudaranya yang lain, atau bahkan (amit-amit) menimpa kalian. Stereotip sebagai orang jahat itu sebaiknya dan memang seharunya sejak hari ini bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan. Masih banyak dari kami yang baik. Tidak semuanya memang tapi aku menjamin, masih banyak.
Koloni kami di Pulau Jawa ini memang dulu dibangun dari (mohon maaf) kekerasan sehingga stereotip tentang orang timur keras itu mungkin sudah benar-benar terpatri di dalam jiwa kalian yang punya jiwa unyu-unyu itu. Akhirnya, kami yang baru (sedikit) merasakan suasana pulau jawa yang ijo royo-royo ini akhirnya harus ikut terseret dosa masa lalu yang mungkin bahkan sudah tidak bisa dianggap relevan di dunia yang semakin maya seperti sekarang ini.
Pada akhirnya, walaupun rambut keriting-kulit hitam-mata menyala sebagai sebuah simbol umum gambaran kami orang timur ini tidak masuk kriteria kalian yang mencari oppa-oppa korea yang unyu-unyu itu, paling tidak mari sedikit beri kami ruang untuk menunjukkan bahwa hati kami masih unyu-unyu. Masih bisa lah bikin kalian juga kepincut, kalau ukuran hati yang unyu-unyu itu masuk kriteria. Kami juga bisa Metal (melow total) dan menggalau ria layaknya apa yang kalian alami.