Ini bukan keluhan. Ini semacam saran buat pemerintah daerah dan warga Sragen untuk mulai mempertimbangkan jam operasional yang lebih manusiawi. Kita juga pengin punya opsi buat ngerjain skripsi di luar rumah, tanpa harus dikejar deadline dan juga dikejar satpam karena tempatnya udah mau tutup. Kita pengin duduk di kedai kopi yang punya playlist musik selain dangdut koplo atau house remix yang sound-nya bocor.
Merasakan jadi biksu digital
Jangan salah sangka, warga Sragen itu asik-asik kok. Ramah, sederhana, dan punya selera humor yang khas. Tapi ya itu tadi, malam hari di Sragen bukan waktu buat bersosialisasi, melainkan waktu buat instrospeksi. Mungkin karena itulah banyak yang jadi bijak mendadak tiap malam, saking nggak ada distraksi.
Kalau kamu anak rantau dan baru pindah ke Sragen, saran saya jangan langsung frustrasi. Mungkin di awal kamu akan kaget, syok, bahkan merasa kayak tinggal di antah berantah. Tapi lama-lama, kamu bakal terbiasa. Bahkan kamu bakal mulai menikmati suasana sunyi itu, dan bilang ke diri sendiri: “Ternyata jadi biksu digital di Sragen itu nggak buruk-buruk amat.”
Pada akhirnya, meskipun Sragen sunyi, kita tetap bisa bahagia. Walau kadang, bahagia itu harus dicari di siang hari, karena malamnya udah keburu bubar jalan.
Penulis: Putri Ardila
Editor: Rizky Prasetya




















