Kehebohan soal penggunaan aplikasi MyPertamina masih berlanjut. Mengingat tanggal 1 Juli 2022 kemarin, uji coba aplikasi tersebut di beberapa SPBU Pertamina sudah dilakukan. Hasilnya? Tentu saja gaduh. Suara-suara sumbang muncul, terutama dari para supir angkot yang merasa hape jadul mereka nggak kompatibel sama aplikasi itu.
Selain suara-suara sumbang dari lapangan, kegaduhan juga terjadi di jagat maya, terutama di PlayStore. Aplikasi MyPertamina mendapatkan rating buruk. Mulai dari daftar yang cukup lama, hingga ribet banget ketika dipakai. Intinya, banyak SPBU Pertamina yang mengalami keruwetan. Antriannya jadi panjang banget.
Yah, penggunaan MyPertamina untuk membeli Pertalite dan Solar di SPBU Pertamina itu kebijakan sia-sia. Mau nyuruh orang untuk pindah ke Pertalite saja harus bikin kebijakan yang merepotkan rakyat. Tepat sasaran? Lihat saja nanti, ketika Pertalite tetap bisa dikonsumsi oleh warga yang hidup jauh di atas garis kemiskinan. Biasanya, ada aja caranya untuk mengakali kebijakan yang sia-sia.
“Hah? Sia-sia? Jangan ngawur kamu! Kamu pasti buzzer, ya?”
Tenang, saya bukan buzzer, kok. Followers saya cuma seuprit. Nggak menarik untuk direkrut jadi buzzer.
Jadi begini, menurut saya, selain menyempurnakan aplikasi MyPertamina, sudah saatnya Pertamina membenahi sistem layanan. Inovasi harus dilakukan. Tidak lagi bisa menunggu. Inovasi yang saya maksud adalah transaksi cashless di SPBU Pertamina. Menurut saya, inovasi ini jauh lebih bermanfaat jika diterapkan secara merata. Ingat ya, DITERAPKAN secara merata.
“Lho? Bukannya sudah bisa ya? Tinggal gesek kartu debit atau pakai dompet digital macam LinkAja, GoPay, atau Ovo?
Pertanyaan tersebut benar adanya. Namun, dari pengalaman saya selama ini, transaksi tersebut hanya bisa dilakukan oleh pengguna kendaraan roda empat maupun kendaraan roda dua dengan CC besar.
Pasalnya, ada syarat minimal transaksi yang harus dipenuhi kalau mau pakai sistem cashless di SPBU Pertamina. Syarat minimal yang harus dipenuhi adalah senilai Rp50 ribu.
Nah, buat saya yang sehari-hari menunggangi Supra X, di mana tangki bensinnya sudah penuh hanya dengan Rp25 ribu, syarat tersebut nggak bakal berlaku. Pengguna seperti saya nggak bisa menikmati layanan cashless. Ya maafkan saya, dear Pertamina, kalau kebijakan itu saya pandang terlalu diskriminatif.
Masak Pertamina kalah sama minimarket atau kedai makan yang sudah menerapkan sistem cashless. Beli kopi di coffee shop seharga Rp10 ribu pun bisa bayar tanpa uang tunai. Bisa pakai GoPay, Ovo, sampai… dibayarin teman hehe.
Jangan salah, sekarang itu malah ada kedai makanan yang bisa melakukan transaksi cashless kurang dari Rp10 ribu. Bahkan platform fund raising macam KitaBisa saja memfasilitasi penggunanya untuk donasi mulai dari Rp1.000 saja. Masak BUMN sekelas Pertamina nggak kreatif untuk memberikan fasilitas serupa secara merata? Malu, Bos!
Ingat, zaman sudah sangat berbeda. Generasi muda sekarang itu generasi cashless. Nih ya, saya pernah udah capek ngantri isi bensin. Setelah akhirnya bensin terisi, petugas SPBU Pertamina menolak transaksi cashless karena ada syarat minimal pembelian, yakni sebesar Rp50 ribu.
Saya jadi harus repot-repot ke ATM terdekat untuk ambil uang tunai. Buang-buang waktu dan tenaga.
“Lho, itu kan salah kamu! Kenapa gak bawa uang tunai?”
Pertama, kebetulan, memang salah saya. Awalnya saya mengira di saku celana ada uang Rp50 ribu. Setelah saya hitung, ternyata kurang Rp10 ribu. Untung petugas SPBU Pertamina baik hati mau menunggu saya ambil uang tunai di ATM.
Kedua, ya harusnya Pertamina yang mengikuti perkembangan zaman, dong! Mau isi Rp5 ribu atau Rp10 ribu, sebaiknya sudah bisa cashless. Jangan cuma yang beli banyak yang dapat kemudahan.
Salah satu keuntungan dari transaksi cashless adalah potensi pengurangan antrean di SPBU Pertamina. Operator bensin, kan, nggak perlu menyiapkan uang kembalian. Sering terjadi di SPBU ketika operator kehabisan uang kembalian dan harus minta ke temannya atau ke kantor dulu. Bikin lama antrean.
Selain itu, berkat transaksi cashless, peredaran uang palsu bisa diredam. Soalnya, sebagai penggemar cerita detektif, SPBU tuh sering dijadikan salah satu tempat utama bagi pengedar uang palsu untuk “menukarkan” barang haramnya dengan barang asli. Jadi, transaksi cashless tidak saja menguntungkan saya sebagai konsumen, tapi juga menguntungkan Pertamina juga.
Selain itu, sebagai salah satu BUMN terbesar kebanggaan bangsa, kalau nggak berinovasi dari hal kecil kayak gini, bisa-bisa kalah bersaing dengan SPBU asing macam Shell, Vivo, dan Petronas, lho!
Jangan mentang-mentang Pertamina sudah kokoh di puncak pasar selama puluhan tahun jadinya terlena!
Mudah-mudahan, tulisan ini dibaca para petinggi Pertamina. Biar mereka bisa menjalankan saran istimewa dari saya ini. Gimana, udah cocok belum jadi komisaris Pertamina? Minimal, jadi karyawan tetap juga gapapa, deh!
Penulis: Raden Muhammad Wisnu
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Lokasi 18 SPBU di Jogja yang Jadi Tempat Uji Coba MyPertamina untuk Roda Empat.