Akhir pekan lalu, saya mampir ke Jogja untuk mengikuti kelas menulis bersama Agus Mulyadi yang kondang itu. Walau lumayan jauh dari tempat tinggal saya di Solo, saya tetap berangkat karena dapat kuota gratis. Kapan lagi ya kan dapat kesempatan emas cukup dengan “membayar” perjalanan Solo Jogja.
Setelah mengantongi kuota gratis, saya langsung kepikiran transportasi yang sebaiknya saya pilih dari Solo. Pilih KRL Solo-Jogja atau motoran? Dengan pertimbangan matang, saya akhirnya memutuskan naik motor andalan, Supra X 125 karbu. Mungkin di antara kalian bertanya-tanya kenapa saya tidak naik KRL Solo-Jogja saja? Tapi, saya punya alasan tersendiri.
KRL Solo-Jogja selalu penuh, sangat sulit mendapatkan tempat duduk
KRL Solo-Jogja mungkin jadi salah satu transportasi publik yang paling banyak dibutuhkan. Tidak heran kalau transportasi publik ini terus berkembang dari waktu ke waktu. Saya masih ingat betul, KRL Solo-Jogja awalnya hanya melayani sampai Stasiun Solo Balapan. Kini, layanannya sudah sampai ke Stasiun Palur.
Orang-orang yang naik KRL pun semakin banyak. Baik di hari kerja maupun hari libur, gerbong KRL selalu penuh. Saya selalu kesulitan mendapatkan tempat duduk ketika naik kendaraan ini. Sekalinya mendapat tempat duduk, saya harus mengalah dengan penumpang prioritas.
Pernah suatu ketika saya ketiduran di bangku penumpang, saat itu benar-benar lelah. Tertidur pulas sampai-sampai saya bermimpi diangkat menjadi komisaris BUMN. Saya sudah prengas-prenges bahagia, akhirnya doa “Bismillah komisaris” yang selalu saya panjatkan bisa terwujud.
Tak berselang lama, akhirnya bertemu dengan pak Erick Thohir untuk membahas masa depan perusahaan BUMN yang saya emban masih merugi. Saat melihat pak Erick Thohir, tiba-tiba wajahnya memudar dan menjadi wajah petugas KRL dengan tatapannya yang tajam. Dengan setengah sadar, saya jadi tahu kalau saya dibangunkan.
“Sakit to mas?”, tanya petugas. “Hah? Oh nggak pak, saya ngantuk”, jawab saya sambil mengumpulkan nyawa. Setelah petugas yang tak berdosa itu membangunkan saya, saya disuruh untuk berdiri dan memberikan kursi untuk seorang kakek-kakek. Selama perjalanan KRL menuju Jogja, saya harus menikmati sikap berdiri ini. Sepuluh menit masih tidak apa-apa, tiga puluh menit kemudian kaki saya pegal dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Jalan Solo-Jogja yang lancar jaya lebih nyaman daripada naik KRL
Dahulu, saya lebih sering memilih naik KRL karena jalanan Solo-Jogja macetnya minta ampun. Namun, setelah diberi tahu kawan saya bahwa jalanan Solo-Jogja sekarang ini tidak begitu macet, saya jadi mempertimbangkan ulang naik KRL.
Kata kawan saya, mau berangkat pagi, siang, sore maupun malam, Jalan Solo-Jogja selalu lancar. Kemungkinan, jalan mulai lenggang karena mobil maupun kendaraan besar lain lebih memilih menggunakan jalan tol. Memang, Jalan tol Solo-Jogja belum sepenuhnya selesai dibangun, tapi beberapa luas mulai bisa digunakan, seperti Tol Klaten-Prambanan.
Mendengar hal itu, saya ingin membuktikannya langsung, benarkah perkataan kawan saya itu? Di hari keberangkatan, saya memilih melakukan perjalanan di pagi hari. Benar saja, saya merasa jalanan lebih sepi daripada saat kuliah dahulu. Mobil-mobil yang melintas lebih sedikit.
Akan tetapi, saya rasa bukti itu kurang cukup. Akhirnya saya melewati jalan ini lagi ketika pulang ke Solo dari Jogja saat sore hari. Selepas selesai belajar dengan Mas Agus Mulyadi, sekitar jam setengah 6 sore saya mulai perjalanan pulang ke Solo. Ternyata benar, tidak ada kemacetan sama sekali selama di jalanan. Padahal dulu waktu sore adalah puncak kemacetan.
Perjalanan jadi lebih menyenangkan
Berkat jalan yang tidak terlalu padat, perjalanan saya menjadi jauh lebih menyenangkan. Saya menikmati berkendara dengan melihat pemandangan yang indah dan merasakan sejuknya angin berhembus. Oh ya, tentunya saya bisa merasakan nyamannya duduk berkendara daripada harus berdiri lama di KRL.
Itulah pengalaman saya berkendara naik sepeda motor Solo-Jogja belum lama ini. Menuliskannya membuat saya sadar betapa penting kehadiran KRL Solo-Jogja hingga kondisinya selalu penuh sesak. Hal-hal semacam inilah yang semestinya lebih diperhatikan agar orang-orang terus mau menggunakan fasilitas publik.
Jangan sampai orang-orang jadi seperti saya, berpaling dari transportasi publik dan kembali ke jalanan dengan kendaraan pribadi. Walau memang, keputusan itu tidak bisa disalahkan ketika transportasi publik semakin tidak aman dan nyaman.
Penulis: Nafiuddin Fadly
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 4 Cara Pintar Naik KRL Jogja-Solo supaya Dapat Tempat Duduk Nyaman.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
