Gambar ini bukan produk feminisme. Intersectional feminism justru mempertanyakan mengapa relasi timpang semacam ini terjadi: kemiskinan struktural dan kultural, akses pendidikan/ekonomi yang tak setara,industri media dan hiburan yang maskulin dan seterusnya.
Feminisme bekerja banyak sekali agar persona dan potensi perempuan di media dan industri hiburan sesuai dengan martabat kemanusiannya.
Contoh, ya maaf kalau feminisme galak pada judul-judul berita yang melecehkan perempuan, yang ga ngomentarin kualitas perempuan malah sibuk ngomong cantik dan seterusnya.
Twit disertai gambar itu hanya melihat perempuan sebagai sumber “kejahatan seksual”. Hal itu bersumber dari cara pandang bahwa tubuh perempuan adalah sumber dosa/maksiat/kejahatan. Sumber kejahatan itulah yang harus dipenjarain. Susah memang kalau semangatnya nangkepin perempuan.
Feminisme bekerja dengan bertanya mengapa perempuan-perempuan ini meletakkan politik tubuhnya dalam kerja-kerja yang sangat berisiko: pelecehan seksual, kekerasan seksual, dampak reproduktif jangka panjang seperti kehamilan berisiko, IMS dll. Feminisme terlebih dahulu mendengar suara mereka.
Forum pengada layanan banyak mendampingi perempuan-perempuan marjinal ini. Advokasi itu sifatnya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Kalau ada perempuan marjinal korban kekerasan datang dengan kondisi mau mati, apa kita milih menjarain mereka? Ya kita lihat mereka sebagai manusia.
Citra tubuh perempuan di media dan industri hiburan memang terlanjur toxic. Pernah ada perempuan seperti Via Vallen yang speak up ketika dilecehkan secara verbal. Ia marah karena kualitas suaranya tidak dilihat. Ya kita dukung. Tapi belum semua perempuan berani seperti Mbak Via.
Feminisme memang memakai moral yang berbeda dalam memandang perempuan-perempuan marjinal itu. Ia melihat perempuan-perempuan itu sebagai manusia utuh, dengan realitas reproduktif dan realitas sosialnya yang berbeda dengan laki-laki (mengalami marjinalisasi, stigmatisasi, subordinasi, kekerasan dll).
Kerja-kerja kemanusiaan itu memang berat dan panjang. Melihat kemanusiaan nggak bisa dari luar saja dengan standar moral yang bias (bias gender, bias kelas, bias status politik dll).
Memang kompleks perjalanannya. Ga bisa asal nangkepin perempuan yang dianggap sumber rusak moral lalu tuntas.
Kalau ga pernah dampingin perempuan marjinal yang jadi korban kemiskinan struktural/kultural, korban kekerasan ganda begini memang sulit banget ya bayangin kompleksnya. Paling simpel emang melihat pakai moral aku suci kamu penuh dosa, lalu singkirin deh.
Widiw ?
BACA JUGA RUU PKS Adalah RUU yang Islami atau tulisan Kalis Mardiasih lainnya. Follow Facebook Kalis Mardiasih.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.