Sok Lucunya Dosen yang Nggak Lucu

dosen

dosen

Untuk Ibu dan Bapak dosen yang baik, dengarkanlah sedikit keluh kesah kami ya…

Saya kira kita semua sependapat bahwa menjadi seorang mahasiswa itu tidak mudah (tentu pekerjaan menjadi dosen juga tidak mudah). Jam kuliah yang padat, tugas yang menumpuk, kegiatan organisasi yang harus dikerjakan, belum lagi kami yang sudah mendekati semester-semester akhir, kami juga harus dihadapkan pada skripsi dan tugas akhir.

Masalah kami itu mulai dari buntu mau nulis apa—ya kadang, eh agak sering, rasa males yang kebangetan, pertanyaan sampai bab berapa, hingga pertanyaan kapan wisuda menjadi cobaan berat bagi kami. Dan kami juga harus berhadapan dengan bapak/ibu dosen pembimbing yang terkadang cukup menguji kesabaran.

Maksud universitas tentu berbaik hati, keberadaan dosen pembimbing ditujukan agar mahasiswa bisa menyelesaikan studinya secara cepat dan sesuai dengan kondisi dan potensi si mahasiswa. Tapiii kadang tujuan mulia ini malah jadi salah satu penghambat mahasiswa dalam proses pengerjaan skripsi.

Kenapaaa??? Yha karena kadang si dosen ini kurang responsif—atau malah cenderung cukup mengabaikan mahasiswa yang sedang mencari-cari mereka. Jadi, tolong banget nih ya, mahasiswa telat lulus itu kadang bukan karena malas aja hehe, karena sudah semangat pun, kadang semesta malah tidak berpihak dengan memberikan cobaan dosen pembimbing yang mmm “kurang responsif tadi”.

Kemarin saya lihat di twitter cukup banyak juga yang mengeluhkan hal yang sama. Kebanyakan dari mereka membagikan tangkapan layar alias skrinsutan chat mereka dengan dosen-dosen yang “kurang responsif” tadi. Sekilas, skrinsutan chat itu tampak lucu, mungkin memang saat itu bapak/ibu dosen yang baik ini sedang mood ngelucu. Tapii, masalahnya adalah, kita yang menghubungi beliau-beliau ini kan lagi serius… Jadi, mohon maaf nih ya bu/pak kalau kami jadi sedikit sensi dan pengin bilang, “PLISS PAK/BU NGGAK LUCU :((”

Saya pikir yang membuat balasan-chat-nggak responsif-dan-malah-dosennya-ngelucu-itu makin menyebalkan adalah, ketika kita mahasiswa yang mau kirim chat mikir keras berkali-kali, minta pendapat teman apakah itu sudah sopan atau belum, lalu mulai lagi ketik-hapus-ketik-hapus-ketik-hapus dst dst lalu dag dig dug ser nungguin balasannya kayak lagi nunggu balasan dari gebetan hehe, eh pas sudah dibalas, balasannya malah…

…masih mending kalau dibalas dengan serius meskipun kadang singkat banget, lah kalau dibalas dengan nggak jelas—kayak dibercandain tadi—apalagi sampai nggak dibalas dan cuma dibaca aja, sakitnya tuh di sini bu/pak :'(

Mohon maaf nggih bu/pak, saya rasa ini kegelisahan yang harus kami mahasiswa utarakan. Saya nggak kesal secara personal sama Ibu/Bapak kok, saya pokoknya kesal sama semua dosen yang melakukan hal yang sama. Kakak saya sendiri juga seorang dosen di salah satu perguruan tinggi di Solo. Beberapa kali saya melihat dia mengabaikan pesan dari mahasiswanya dengan bergumam, “halah dari mahasiswa, nanti aja balasnya” dan saya juga kesal sama dia meskipun dia keluarga saya!!1!

Saya rasa kita harus bersepakat terlebih dahulu bahwa baik itu mahasiswa pun juga dosen, semuanya mempunya hak dan kewajiban yang sama untuk mendapatkan balasan dari chat yang mereka kirimkan!

BACA JUGA Untuk Perempuan Berjilbab Besar yang Bonceng Sepeda Motor: Lampu Sein Belakang Itu Bukan Aurat, Jadi Tak Perlu Ditutupi atau tulisan Annatiqo Laduniyah lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version