Lambang segitiga hijau itu anteng berada di sudut layar laptop saya. Dia juga ada di sudut layar laptop istri, ibu, bahkan tempat fotokopi. Kehadirannya sering terlupakan, kecuali saat minta update. Bahkan fungsinya sebagai barikade keamanan laptop saja sering terlupakan. Ia adalah Smadav, “antivirus” lokal yang selalu diinstal tukang service ke laptop kita.
Smadav pernah naik daun. Digadang sebagai produk anak bangsa, “antivirus” yang satu ini tidak pernah ingar bingar. Bahkan di tengah kampanye Kemenkominfo tentang aplikasi buatan anak bangsa, Smadav tetap jauh dari sorotan. Dibicarakan saja tidak, apalagi dipromosikan menteri.
Hadirnya juga seperti DC, alias tidak pernah diundang. Setiap pulang dari service laptop, selalu saja ada Smadav yang terinstal. Ketika saya tanyakan pada tukang service, ia hanya menjawab, “Biar lebih aman mas.” Pada akhirnya, aplikasi yang tidak diminta ini anteng di pojok kanan bawah, sambil sesekali menunjukkan notifikasi.
Hadir tak diundang, fungsi dilupakan, serta tidak dipedulikan. Lalu apa Smadav ini? Yang lebih penting, apakah ia adalah antivirus seperti yang dideskripsikan? Ataukah ia hanyalah aplikasi tanpa tujuan yang bisa diikhlaskan kepergiannya? Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Zainuddin Nafarin sang pembuat. Tapi, pertanyaan saya ini murni karena penasaran.
Pertama, Smadav digadang sebagai antivirus spesialis virus lokal. Saya setuju dengan ini, karena saya pernah ditolong aplikasi tersebut. Mungkin Anda pernah bertemu virus komputer bernama “Loren”. Nah, waktu itu Smadav yang bisa mengatasi virus berlogo bunga mawar ini. Jadi kita masih bisa menerima fungsi Smadav sebagai antivirus lokal.
Masalahnya, perkembangan virus lokal juga sangat lambat. Ancaman terbesar gawai kita adalah virus internasional. Dan Smadav tidak bisa melacak virus impor ini karena tidak memiliki database untuk itu. Maklum sih, bang Zainuddin Nafarin masih memotori perkembangan antivirus tersebut tanpa support dari pihak lain.
Perkara virus impor, Smadav pernah moncer karena menyebut dirinya anti Ransomware. Itu lho, malware yang mengunci gawai Anda dan akan menghapus data kecuali Anda membayar “tebusan”. Tapi sekali lagi, ini juga bukan sebuah nilai jual bagi sebuah antivirus. Toh antivirus lain juga segera merilis fungsi anti-ransomware.
Smadav sendiri juga sering bentrok dengan antivirus lain. Padahal, ia disebut sebagai antivirus pendamping. Teorinya, antivirus utama seperti Kapersky akan berfokus pada virus impor dan proteksi tinggi. Smadav nanti akan mengatasi virus lokal yang belum masuk daftar antivirus impor. Menjanjikan?
Realitasnya, ia sering melakukan false alarm. Pengalaman saya, antivirus seperti AVG dan McAfee sering dianggap sebagai virus oleh Smadav. Sebaliknya, antivirus lain juga menganggap antivirus sebagai virus. Modar ccte. Gimana mau kolaborasi, lha wong secara ideologi saja sudah bentrok. Maklum, antivirus lebih saklek daripada parpol.
Perkara false alarm ini juga menyebalkan. Banyak aplikasi yang sebenarnya aman tapi dianggap sebagai virus. Memang, bukan aplikasi krusial seperti Microsoft Office, tapi tetap bikin sebal. Terutama untuk orang yang suka memodifikasi gim seperti saya. Banyak mod yang dipandang sebagai virus, sehingga gim tersebut tidak bisa beroperasi.
Proses pembersihan virus dari Smadav juga sering bikin kacau. Dengan sistem quarantine, banyak registry dan .exe yang langsung diangkut ke karantina. Untuk registry dan file .exe standar sih aman. Tapi beberapa aplikasi tiba-tiba macet karena sistem karantina ini.
Pada akhirnya saya sering melakukan pindai manual. Melihat file yang terdeteksi, lalu memilah mana yang benar-benar asing dan mana yang False Alarm. Tentu sangat tidak praktis untuk pemakaian serba-cepat.
Mungkin kelebihan Smadav yang paling terasa adalah sistem proteksi untuk USB. Setidaknya, antivirus tersebut berhasil mencegat virus untuk berkembang. Tapi sekali lagi, sering terjadi False Alarm. Dan saya juga selalu melakukan pindai manual untuk memastikan bukan file penting yang dikarantina.
Dari banyak kekurangan ini, Smadav masih sering diinstal tukang servis laptop. Salah satunya karena gratis (kecuali Smadav Pro). Tapi apa gunanya juga kalau sedikit-sedikit harus dinonaktifkan? Saya pun selalu mematikan sistem pindai otomatis aplikasi ini. Biasanya baru saya aktifkan hanya untuk pindai flash disk yang masuk.
Tanpa mengurangi rasa hormat pada kreator, saya tidak akan menjadikan Smadav sebagai antivirus tunggal. Bahkan memandang Smadav sebagai antivirus pun tidak. Tapi saya tetap apresiasi antivirus tersebut sebagai karya anak bangsa. Meskipun pihak yang berwenang tidak pernah memberi apresiasi lebih dari saya.
Aku ki mung opo to.
Daripada ngimpi bikin “Steam” dan mesin pencari lokal, mending Kemenkominfo melirik dan mendukung Smadav. Dengan dukungan moneter serta moral dari kementerian, saya yakin aplikasi akan menjadi apa yang seharusnya: antivirus.
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 6 Alasan Pengguna Windows Tergoda Hijrah ke Linux