Sisi Gelap Pangalengan Bandung yang Katanya Indah bak Surga Dunia

Sisi Gelap Pangalengan Bandung yang Katanya Indah bak Surga Dunia

Sisi Gelap Pangalengan Bandung yang Katanya Indah bak Surga Dunia (unsplash.com)

Pernah mendengar soal Pangalengan? Bagi sebagian orang, nama Pangalengan mungkin hanya terdengar seperti nama kecamatan biasa di Jawa Barat. Tapi bagi pencinta wisata alam, Pangalengan adalah surga tersembunyi di Kabupaten Bandung yang siap memukau dengan keindahannya.

Pertama kali menginjakkan kaki di Pangalengan, kalian akan disambut dengan pemandangan yang jauh dari ekspektasi. Jalanan yang berkelok dan berlubang, rumah-rumah sederhana di pinggir jalan, dan suasana pedesaan yang tenang. Jauh dari gemerlap lampu kota dan hiruk pikuk keramaian.

Akan tetapi jangan buru-buru menilai. Di balik itu semua, Pangalengan Bandung menyimpan persoalannya sendiri. Memiliki pemandangan yang cantik belum tentu dibarengi keadaan yang baik pula.

Pemandangan elite, infrastruktur sulit

Harus diakui pemandangan indah Pangalengan bagaikan surga dunia. Hamparan bukit teh dihiasi kawanan sapi yang merumput dan kabut tipis yang menyelimuti di pagi hari memang memanjakan mata siapa pun yang melihat. Udara sejuk dan segar pun menjadi pelengkap sempurna untuk memanjakan jiwa dan raga. Tak heran, Pangalengan Bandung menjadi magnet bagi para pencinta alam dan pencari ketenangan.

Namun di balik keindahan itu, infrastrukturnya tak sedap dipandang. Jalanan berlubang dan berkelok bagaikan rintangan yang harus dihadapi para pengemudi. Akses menuju beberapa tempat wisata pun terbilang sulit membuat wisatawan harus berjibaku dengan medan yang menantang.

Infrastruktur yang kurang memadai ini tak hanya menyulitkan wisatawan, tapi juga berdampak pada roda perekonomian masyarakat setempat. Petani, misalnya, kesulitan mengangkut hasil panen mereka ke pasar karena kondisi jalan yang tak bersahabat. Hal ini tentu menghambat perekonomian lokal dan berimbas pada kesejahteraan masyarakat.

Baca halaman selanjutnya: Sosial ekonomi belum merata di sini…

Sosial ekonomi belum merata di Pangalengan Bandung

Di balik gemerlap wisata, sebagian besar masyarakat Pangalengan Bandung masih terjerat dalam lilitan kemiskinan. Petani teh, buruh tani, dan pedagang kecil adalah potret nyata rakyat jelata di sini. Penghasilan mereka tak sebanding dengan jerih payah mereka.

Sementara itu, segelintir orang yang berkecimpung di sektor pariwisata meraup keuntungan besar. Hotel, kafe, dan vila tumbuh subur di sini diiringi harga yang melambung tinggi.

Kurangnya akses pendidikan dan pelatihan membuat masyarakat terjebak dalam pekerjaan kasar dengan upah rendah. Keterampilan yang minim membuat mereka tak mampu bersaing di sektor pariwisata yang menjanjikan.

Kukira asri, ternyata penuh polusi

Hamparan kebun teh yang hijau hanya tameng untuk asap hitam yang mengepul dari cerobong asap pabrik pengolahan teh. Di balik sejuknya udara pegunungan, tercium bau menyengat dari peternakan sapi. Dan di balik jernihnya air sungai, tersembunyi limbah dari aktivitas wisata.

Polusi di Pangalengan Bandung bukan isapan jempol. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kualitas udara dan air di Pangalengan sudah berada di ambang batas bahaya. Pencemaran udara akibat emisi gas buang kendaraan, asap pabrik, dan pembakaran sampah, telah melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pencemaran air pun tak kalah parah. Limbah dari industri pengolahan teh, peternakan sapi, dan aktivitas wisata, mencemari sungai-sungai di Pangalengan. Hal ini berakibat pada matinya biota air dan rusaknya ekosistem sungai.

Yang healing wisatawan, yang pusing warga lokal Pangalengan Bandung

Wisatawan berduyun-duyun datang ke Pangalengan Bandung mencari keindahan alam dan ketenangan. Mereka berfoto, berselfie, dan menikmati suasana. Tapi di balik keramaian itu, ada dampak yang harus ditanggung warga Pangalengan.

Sampah, kemacetan, dan harga yang melambung menjadi konsekuensi dari popularitas Pangalengan. Jalanan yang tadinya sepi kini penuh dengan kendaraan. Sampah berserakan di mana-mana, mencemari lingkungan dan mengganggu keindahan. Harga makanan dan akomodasi pun naik drastis, membebani penduduk lokal.

Warga yang tadinya hidup tenang kini terganggu dengan keramaian. Suara bising dari kendaraan dan wisatawan mengganggu ketenangan. Kemacetan membuat mereka sulit untuk beraktivitas. Sampah yang berserakan juga menimbulkan masalah kesehatan.

Penulis: Dicky Saputra
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Curhat Warga Lokal Pangalengan Bandung di Akhir Pekan: Wisatawan Liburan, Kami Mending Rebahan di Rumah. Ruwet!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version