Magelang disebut-sebut sebagai salah satu tempat pensiun sekaligus slow living terbaik di Jawa Tengah. Pemandangannya terkenal indah, fasilitasnya cukup lengkap, daerahnya bersih, dan letaknya strategis. Banyak orang yang kemudian bercita-cita tinggal dan menghabiskan masa tua di sini.Â
Sebagai orang yang tinggal di Magelang, bagian kabupaten tepatnya, saya mengamini cita-cita banyak orang tersebut. Harus diakui, tinggal di Magelang memang menyenangkan. Akan tetapi tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan Magelang. Meski terlihat nyaman dan indah, ada sisi gelap Magelang yang mungkin tak disadari banyak orang.
Daftar Isi
Magelang mulai padat dan macet
Sisi gelap pertama Magelang yang mungkin tak disadari banyak orang adalah macet. Saya sendiri baru menyadari hal ini beberapa minggu lalu. Jadi ceritanya waktu itu saya WFA dan memutuskan untuk bekerja dari Magelang kota. Saya berangkat dari Muntilan pagi hari sekitar jam 7 menuju sekitaran kampus Untidar untuk mencari kafe atau co-working space.Â
Saya cukup kaget begitu menyadari kalau jalanan Magelang di pagi hari cukup padat. Banyak kendaraan, khususnya sepeda motor, tumpah ruah di jalan. Padahal dulu seingat saya, jalanan Magelang lebih lengang. Beberapa titik macet juga mulai terlihat, biasanya berada di pertigaan atau perempatan yang menjadi titik temu beberapa jalan.Â
Memang macet di sini nggak sepanjang dan se-chaos di kota besar macam Jakarta, tapi cukup bikin saya syok. Apanya yang slow living kalau kondisi jalannya sebelas dua belas sama kota besar begini?
Sebenarnya jalanan Magelang yang mulai padat dan macet ini bukan tanpa alasan. Selain beberapa tahun terakhir menjadi tempat tujuan untuk pensiun, daerah ini juga terkenal akan pendidikannya.
Ada Akademi Militer yang tiap tahunnya menerima ratusan taruna untuk menempuh pendidikan di sini. Belum lagi di sini juga ada satu-satunya kampus negeri di Karesidenan Kedu, Untidar, yang menerima ribuan mahasiswa baru tiap tahun. Tahun lalu saja, mengutip dari website resmi Untidar, kampus ini menerima sekitar 3.880 mahasiswa baru. Itu baru dari dua kampus, padahal di Magelang ada beberapa kampus dan politeknik lainnya yang juga menerima mahasiswa baru tiap tahun.
Kebayang kan kalau semua mahasiswa baru itu membawa kendaraan ke kampus, atau paling nggak setengahnya deh naik kendaraan pribadi ke kampus. Apa nggak bikin jalanan jadi padat dan macet?
Masih ada jalan rusak yang luput dari perhatian
Selanjutnya, sisi gelap Magelang yang mungkin tak disadari banyak orang adalah masih ada jalan rusak. Iya, masih ada jalan rusak, Gaes. Kalau di daerah kota, mungkin kita jarang menemukan jalan rusak, bergelombang, bolong, berpasir, atau berbatu, ya. Tapi, kalau kalian main ke wilayah kabupaten kalian bakal menemukan jalan yang demikian.
Beberapa waktu lalu saya sempat menuliskan soal Kecamatan Srumbung yang layak mendapat predikat kecamatan paling menyedihkan. Salah satu alasannya karena jalan di sana kondisinya begitu memprihatinkan. Jalan rusak bertahun-tahun tapi luput dari perhatian Pemkab.Â
Minim lampu penerangan di jalan utama
Beberapa hari lalu, saya sempat melihat postingan video di Instagram yang dipost oleh akun Magelang Info. Postingan tersebut mengimbau agar pengendara berhati-hati saat putar balik di sekitaran Blondo karena lampu penerangan mati.Â
Saya memang jarang keluar saat malam, sehingga kurang tahu persis kondisi jalan di sana. Tapi setelah saya konfirmasi dengan teman yang juga tinggal di Magelang, dia mengatakan kalau sepanjang Jalan Magelang-Jogja dari daerah Mungkid hingga Mertoyudan sebelum Artos memang minim penerangan. Jadi di malam hari, pengendara yang melintas memang harus ekstra waspada mengingat penerangan hanya mengandalkan lampu kendaraan dan lampu dari bangunan di pinggir jalan.
Magelang mulai banjir
Terakhir, sisi gelap Magelang yang mungkin belum diketahui banyak orang adalah di sini mulai banjir! Kalau ini saya mengalami sendiri.
Jadi beberapa waktu lalu, tiap kali saya ke Magelang kota dan hujan mengguyur, pasti saya selalu kena banjir di sekitaran jalur satu arah Jalan Pemuda, selatan Klenteng Liong Hok Bio. Tepatnya sebelum lampu merah perempatan Toko Emas Pak Tani.
Sebenarnya banjirnya bukan banjir besar kayak di Jakarta yang tingginya bisa mencapai dua meter. Yah, banjir di Magelang masih cetek lah. Saya menduga banjir di daerah sana karena drainase yang kurang baik sehingga air tumpah ke jalan alih-alih mengalir ke selokan. Tapi tetap saja menjengkelkan. Bukan tak mungkin kalau drainase di sekitaran sana nggak optimal, beberapa tahun lagi Magelang bisa banjir parah kayak di Jakarta.Â
Itulah beberapa sisi gelap Magelang yang mungkin nggak disadari banyak orang. Saya menulis ini bukan bermaksud menjelek-jelekkan Magelang, ya. Justru sebaliknya saya berharap, pemerintah dan pihak-pihak terkait di kota maupun kabupaten bisa bekerja semaksimal mungkin supaya Magelang bisa lebih nyaman lagi untuk ditinggali warganya.
Penulis: Intan Ekapratiwi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jalan Magelang Jogja Penuh Bahaya, Nggak Cocok buat Pengendara Bermental Tempe.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.