Entah perasaan apa, acapkali mendengar namanya—Simpang Tujuh Joglo—saya langsung bergidik ngeri. Membayangkan jalanan yang dipadati kendaraan yang melaju indik-indik (pelan-pelan). Ya, buat kamu yang tinggal di Solo, pasti merasakan apa yang saya rasakan. Sementara, buat kamu yang tidak tinggal di Solo, atau bahkan belum pernah melintasi persimpangan ini, pasti sedikit terbayang ruwetnya. Bayangkan, Lur, tujuh! Kui dalan opo Ronaldo?
Dengan cabang jalan sebanyak itu, setiap pengendara yang melintas mesti memutari persimpangan, dari arah mana pun ke arah mana pun. Tapi, jangan pernah membayangkan pengendara bakal memutari persimpangan ini dengan pemandangan tugu di tengahnya, lengkap dengan tanaman hias yang senantiasa dirawat, sebagaimana Simpang Lima di Semarang. Tidak seindah itu, Ferguso!
Alih-alih tugu, setiap pengendara di Simpang Tujuh Joglo harus melewati rel kereta api di tengahnya. Ya, persimpangan ini dilintasi oleh jalur kereta api Solo-Semarang. Dan yang membuat persimpangan ini tambah ngeri adalah, rel ini ketambahan kereta Bandara Adi Soemarmo. Terbayang ruwetnya, kan?
Sebenarnya keruwetan di jalanan tersebut—sepengalaman saya—tidak sampai menimbulkan kemacetan memanjang berpuluh-puluh meter. Tetapi yang pasti, jalanan ini selalu padat, dengan laju kendaraan indik-indik, alias hati-hati ketika melintasi rel di tengahnya.
Beruntungnya saja, persimpangan ini cukup jauh dari pusat kota. Fakta yang cukup membuat mendingan, karena sekalipun jauh dari pusat kota, di sekitaran persimpangan ini juga berdiri banyak bangunan vital. Seperti Universitas Slamet Riyadi dan Pasar Joglo di sebelah timur, Pasar Nusukan di sebelah Selatan, serta jalan utama antarkota Solo-Purwodadi.
Fakta terakhir tersebut yang cukup membuat persimpangan tanpa APILL ini tampak ngeri. Sebagai persimpangan yang dilintasi jalan antarkota, bisa dibayangkan jenis kendaraan apa yang melintasi persimpangan ini? Macam-macam, Lur, tapi yang pasti banyak kendaraan-kendaraan besar.
Melintasi jalanan rel saja sudah ruwet, dan mesti ekstra hati-hati, apalagi kalau sedang hujan, takut-takut tergelincir. Ditambah kendaraan yang dilawan adalah kendaraan-kendaraan besar antarkota, pun mesti ekstra sabar kalau tiba-tiba ada kereta melintas. Huft.
Dengan gambaran-gambaran kepadatan semacam itu, yang mesti diperhatikan ketika melintasi persimpangan ini adalah, pengendara mesti cepat-cepat mengambil setiap celah jalan. Agar tak memutar lagi. Saya pernah begitu (memutar lagi) soalnya.
Jadi ceritanya begini. Suatu siang saya datang dari Jl. Kolonel Sugiyono di tenggara dan bermaksud untuk masuk ke Jl. Kolonel Sugiyono di sebelah barat laut, yang notabene merupakan jalan penghubung Solo-Purwodadi. Artinya, dari arah tenggara, saya mesti berbelok ke kiri dan memasuki persimpangan. Dan terakhir, saya mesti mengambil lajur kiri lagi untuk keluar persimpangan dan langsung menuju Jl. Kolonel Sugiyono di barat daya.
Nahas, saat mau keluar persimpangan, saya gagal mengambil lajur kiri untuk masuk ke Jl. Kolonel Sugiyono di barat daya. Lajur kiri tersebut sudah dipadati kendaraan, mulai dari sepeda motor sampai kendaraan besar, macam truk. Jenis kendaraan yang saya sebutkan terakhir nggak berani saya lawan. Lha, motorku Mio, Nde, remuk no, kalau melawan truk-truk gede. Mending mengalah, ketimbang risiko .
Oleh karena cuma kebagian lajur kanan, alhasil saya memutar balik, alias saya memutari persimpangan ini dua kali. Beruntungnya kala itu sedang tidak ada kereta yang melintas. Bisa tambah umup kepala saya. Lha, memutar dua kali saja sudah lumayan bikin umup, ditambah hawa panas siang kota Solo kala itu. Huft.
Buat kalian yang sering melintasi persimpangan ini, pasti sudah cukup familiar dengan keadaan seperti itu; mesti dulu-duluan ngambil celah. Telat sedikit, mesti memutari persimpangan ini dua kali. Heuheu.
Tapi, kabar baiknya sih, dinas terkait bakal membangun rel layang guna mengatasi keruwetan Simpang Tujuh Joglo ini. Ya, kalau saya berharapnya, semoga rencana ini bakal jadi solusinya, alias pembangunanya tepat guna. Sebab, jujur, saya ingin segera mengucapkan selamat tinggal pada keruwetan Simpang Tujuh Joglo, sebagai persimpangan paling ruwet di Solo.
Sumber Gambar:Â Pixabay
Editor: Rizky Prasetya