Kalau ada jurusan yang bisa bikin kamu tiba-tiba mikir dua kali sebelum debat di WhatsApp keluarga, Ilmu Hukum adalah jawabannya. Di kampus, mahasiswa jurusan Hukum bakal dicekoki dengan pasal, asas, dan perbedaan mana yang beneran melanggar hukum dan mana yang cuma melanggar perasaan. Kedengarannya keren, ya? Tetapi percayalah, di balik itu semua ada perjuangan panjang yang kadang bikin mahasiswa jurusan Hukum pengin banting KUHP sambil bilang, “Sudah cukup!”
Sejujurnya, Ilmu Hukum bukan jurusan yang cocok buat orang yang pengin kemudahan. Bukan juga buat orang-orang yang mau kelihatan gagah pakai jas almamater pas foto OOTD. Ini jurusan buat mereka yang siap bersabar memikirkan aturan yang panjangnya kayak jalan tol dan suka bikin pusing karena multitafsir. Salah sedikit bukannya paham malah tenggelam dalam kalimat yang kayak nggak ada tanda titiknya.
Nah, biar nggak stres dini atau tiba-tiba kepikiran ganti jurusan, ada beberapa siasat yang bisa dilakukan mahasiswa jurusan Hukum biar selamat. Taktik di bawah ini nggak cuma menolong kalian menghadapi perkuliahan, tapi juga bikin kalian lulus tepat waktu.
#1 Baca pasal jangan sekadar lewat. Coba baca kayak kalian baca surat cinta dari mantan
Buat mahasiswa jurusan Hukum, baca pasal bukan sekadar kewajiban, tapi sudah kayak ritual harian. Nggak cukup cuma baca sekali lewat sambil ngunyah cilok, kalian harus memahami tiap frasa yang dipilih dan kenapa kalimatnya panjang kayak ular naga. Karena di dunia hukum, beda satu kata bisa bikin kalian menang atau kalah di ruang sidang.
Makanya biasakan membaca pasal kayak kalian membaca surat cinta dari mantan. Pelan, penuh perasaan, dan berusaha memahami maksud tersembunyinya. Saat membaca KUHP, KUHPer, UU khusus, sampai Perda, resapi satu per satu. Jangan buru-buru lompat ke kesimpulan karena jebakan multitafsir itu nyata dan sering kali nggak kelihatan di awal. Kalau dari awal sudah terbiasa membaca pelan dan memahami konteksnya, percaya deh, kalian bakal lebih siap saat bertemu soal analisis hukum yang jawabannya nyaru.Â
#2 Mahasiswa jurusan Hukum harus terbiasa melatih otak biar kritis, jangan baperan
Ilmu Hukum itu dunia yang penuh perdebatan. Dari soal definisi keadilan sampai tafsir pasal warisan, semuanya bisa diperdebatkan dengan seribu sudut pandang. Jadi, penting banget melatih otak kalian buat kritis. Kenapa aturan ini muncul? Kenapa tafsirnya bisa beda? Apa dasar hukumnya? Jangan keburu panas karena orang lain beda pendapat.
Kritis itu berarti berani mempertanyakan, mencari logika di balik aturan, dan menguji keabsahannya, bukan asal menggugat tanpa dasar. Jangan takut kalau argumen kalian dibantah, justru itu latihan terbaik buat mengasah kemampuan berpikir. Semakin sering otak kalian diajak sparing kayak gitu, semakin kuat kemampuan analisis hukum kalian nanti.
Ingat, kuliah di jurusan Hukum bukan adu emosi. Pemenangnya bukan yang paling marah, tapi yang paling tajam dalam berpikir. Kalau kalian bisa tetap santai, fokus, dan logis di tengah debat panas, dosen pun akan melihat kalian sebagai mahasiswa yang siap bertarung di dunia hukum nyata. Bukan cuma jago bacot, tapi juga ada isinya.
#3 Update kasus nyata biar nggak kudet
Salah satu ciri khas kuliah di jurusan Hukum adalah dosen suka nyambungin teori ke kasus nyata. Jadi bisa saja saat kuliah tiba-tiba ngomongin kasus korupsi pejabat A, sengketa tanah B, bahkan drama hukum artis yang baru ramai kemarin sore. Kalau kalian nggak update, siap-siap bengong kayak ayam disorot lampu motor.Â
Maka rajin membaca berita hukum itu wajib, minimal tahu garis besarnya. Baca juga putusan MA, ikutin perkembangan revisi UU, dan biasakan ngecek portal-portal hukum. Ini bukan buat gaya-gayaan, tapi supaya kalian bisa membawa diskusi ke level yang lebih tajam, bukan sekadar “katanya sih” atau “kayaknya pernah baca di TikTok”.
Kalau kalian terbiasa melatih diri menghubungkan teori dengan kasus nyata, skill berpikir kalian bakal lebih adaptif. Ini penting, apalagi kalau nanti sudah masuk dunia praktik hukum. Orang yang siap dengan nalar tajam dan referensi kekinian, dialah yang akan bertahan.
#4 Mahasiswa jurusan Hukum jangan asal setuju biar otak tetap waras
Di dunia hukum, setuju sama semua pendapat itu tanda bahaya. Bukan berarti harus selalu berseberangan, tapi kalian harus membiasakan diri berpikir sebelum bilang “iya”. Banyak aturan hukum, kebijakan, atau argumen yang kelihatan masuk akal di permukaan, tapi kalau dikupas lebih dalam, isinya bisa kosong kayak proposal skripsi deadline.
Belajar hukum berarti belajar mempertanyakan. Kenapa keputusan itu diambil? Apa asas hukumnya kuat? Apakah sudah adil untuk semua pihak? Jadi mulai dari sekarang, biasakan untuk ngerem mulut sebentar, olah logika, cek fakta, baru kasih respons. Jangan asal angguk karena senior bilang begitu, atau asal percaya karena headline berita kelihatan meyakinkan.
Dengan terbiasa berpikir dua kali sebelum setuju, kalian akan menjadi mahasiswa jurusan Hukum yang lebih kritis, tahan banting, dan nggak gampang digiring opini. Karena di dunia nyata, yang selamat bukan yang paling cepat bilang “setuju”, tapi yang paling tajam menganalisis sebelum ambil sikap.
Pada akhirnya, kuliah di jurusan Hukum bukan lomba siapa yang paling cepat mengangguk atau paling rajin menyalin pasal di buku catatan. Ini soal membangun otak yang tahan banting, tangan yang cekatan buka teks hukum, dan hati yang cukup sabar menghadapi realitas bahwa kadang hukum di atas kertas lebih adil ketimbang hukum di dunia nyata. Jadi kalau kalian mau selamat, jangan cuma jadi mahasiswa yang pintar menghafal, jadilah mahasiswa yang pintar bertanya, pintar berpikir, dan kalau perlu pintar pura-pura tidur pas dengar argumen absurd di kelas—ketimbang dosa ngomel di tempat. Viva Justicia!
Penulis: Raihan Muhammad
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.



















