Sulit mencari pekerjaan
Anggapan kedua yang ingin saya tepis adalah pemikiran bahwa kami akan sulit mencari pekerjaan. Mungkin banyak orang di luar sana yang berpikir bahwa kami akan terus-terusan meminta uang dari orang tua dan yang dapat kami lakukan hanyalah menulis puisi-puisi romansa saja. Padahal, yang terjadi sebenarnya tidaklah seperti itu.
Selama menjadi mahasiswa Sastra, saya berkesempatan untuk merasakan pekerjaan-pekerjaan yang jujur, tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya. Sebagai contoh, pada semester lalu, saya sempat bekerja paruh waktu dengan menjadi pengajar Bahasa Indonesia di salah satu lembaga bimbel dan menjadi content writer di salah satu media online. Selain mendapatkan pengalaman, saya tentu juga mendapatkan tambahan uang jajan yang bagi saya jumlahnya lumayan.
Tidak hanya itu saja, saya juga pernah beberapa kali diberi kepercayaan untuk menjadi mitra tutur bagi orang-orang dari negara lain yang sedang mempelajari bahasa Indonesia. Lagi-lagi, saya tak cuma mendapatkan pengalaman berharga saja, tetapi juga pundi-pundi rupiah. Semua itu mustahil saya rasakan jika saya tidak menjadi “anak Sastra”. Saya tidak akan memperoleh pekerjaan-pekerjaan semacam itu tanpa ilmu yang didapatkan selama menjadi mahasiswa FIB.
Jadi, bagi kalian yang masih berpikir bahwa mahasiswa FIB sulit mencari pekerjaan, coba kalian pikir-pikir lagi, deh! Kerjaan kami bukan cuma nulis-nulis sajak buat gebetan doang, Bro!
Tidak berprospek
Masih cukup berkaitan dengan poin kedua, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa mahasiswa FIB tidak berprospek, alias tidak memiliki masa depan yang cerah dalam hal karier. Apa benar seperti itu?
Ya, tentu tidak, dong! Dosen saya pernah mengatakan bahwa tidak ada fakultas yang tidak berprospek. Semuanya memiliki prospek, asalkan mahasiswanya dapat menyerap semua ilmu dengan sebaik mungkin. Dengan kata lain, percuma jika kalian berkuliah di Hukum atau Kedokteran, tetapi kalian malah tidak mampu mencerna semua materi yang diberikan oleh pengajar. Sebab, pada akhirnya, kalian tidak akan mendapatkan apa-apa.
Setelah lulus dari FIB, ada banyak sekali pekerjaan yang dapat kalian geluti dan masih berkaitan dengan apa yang dipelajari di perkuliahan. Beberapa di antaranya adalah menjadi peneliti linguistik, peneliti filologi, penerjemah bahasa asing, tenaga pengajar, content writer, copywriter, dan lain-lain. Atau, kalau mau yang betul-betul “sastra banget”, maka kalian dapat menekuni dunia tulis-menulis dan memilih profesi sebagai penyair, penulis novel, atau pencipta karya sastra jenis apa pun. Siapa tahu kalian dapat mengikuti jejak Aan Mansyur, Joko Pinurbo, dan sastrawan-sastrawan hebat lainnya, bukan?
Lalu, apabila berbicara perihal gaji, satu hal yang perlu diingat adalah kalian terlebih dahulu harus mampu melakukan pekerjaan tersebut dengan sebaik mungkin. Itulah yang paling penting. Jika sudah, yakinlah, honor yang diterima juga akan sama baiknya.
Lupakan stereotipe FIB
Pada intinya, saya hanya ingin mengatakan bahwa stereotipe-stereotipe semacam itu sejatinya sangatlah menyebalkan. Anggapan bahwa bahasa adalah suatu ilmu yang mudah dipelajari adalah hal yang sangat omong kosong bagi saya. Belum lagi pemikiran bahwa masuk FIB itu mudah, kemudian para mahasiswanya akan sulit mencari pekerjaan, tidak berprospek jelas, dan sebagainya. Setiap kali melihat ada orang yang berkata seperti itu, rasanya saya ingin menyumpal mulut mereka dengan buku-buku sastra. Makan tuh puisi!
Penulis: Bintang Ramadhana Andyanto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Betapa Tidak Enaknya Jadi Mahasiswa Sastra Indonesia