Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Hiburan Film

Shoplifter Sebagai Manifestasi Para Pengutil di Hari Lebaran

H.R. Nawawi oleh H.R. Nawawi
6 Juni 2019
A A
Belajar Memaknai Hidup, Uang, dan Public Relations dari Operator Depot Galon Isi Ulang terminal mojok.co

Belajar Memaknai Hidup, Uang, dan Public Relations dari Operator Depot Galon Isi Ulang terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Dan tibalah satu siang yang lain, Shota dan Ayah memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan mencuri barang di toko-toko, bahkan mereka punya kredo, “apapun yang ada di toko, belum menjadi milik siapapun.” dan Nobuya sebagai Ibu pun menambahinya, “selama toko tidak bangkrut. Tak apa-apa”

Sepenggal latar cerita dari film Shoplifter karya Hirokazu Kore-eda yang pada tahun 2018 memenangkan Palme d’or Cannes Film Festival di Perancis. Film tersebut memang sudah setahun yang lalu masuk list obrolan para sinematografi dunia, dan hari-hari terus melaju bersamaan dengan kita yang tak akan pernah berhenti untuk terus memaknai ulang arti keluarga hingga hari ini. Tradisi mengutil di rumah-rumah yang kita kunjungi saat Idulfitri merupakan kebiasaan keluarga kita, tepatnya semasa anak-anak kita adalah pengutil atau kleptomania.

Jadi kita sebagai mantan pelaku tak perlu sibuk melarang anak-anak untuk mengambil apapun dan begitulah kemenangan harus dirayakan. Karena bagi mereka tidak ada batas sosial, finansial, spritual sampai pilihan-pilihan partai yang didukung melebur semua dalam tamasya kebersamaan. Paling tidak kita semua tahu dan sadar bahwa mereka pada akhirnya akan tua, meskipun di saat yang sama semua orang perlu berharap mendapat kebiasaan buruk itu sirna saat usia bertambah tua.

Dan kami yang sudah beranjak dewasa namun belum berpenghasilan hanya berharap menjadi anak kecil setiap lebaran tiba. Tidak lain karena dapat mengambil makanan sesuka hati; keluar masuk rumah yang dikunjungi; mendapat uang yang serba baru; dan bisa sebebas-bebasnya meminta-minta. Bahkan kami ingat saat-saat itu norma dan kepolosan melekat pada kami dan kami tidak pernah resah disebut pengutil atau kleptomania saat lebaran.

“Kamu nggak bawa Coca-Cola?” kata Si A.

“Di rumah pink tadi ada es krim,” sambar si B, “aku ambil dua.”

Anak bernama C pun tak mau kalah, “Ini aku bawa kresek dari rumah.” Ditunjukannya kantong plastik gelap yang berisi makanan kesukaannya, Satru kacang hijau beras ketan.

Mereka bertiga terus berburu dari satu rumah ke rumah yang lain tanpa henti. Sebagai laki-laki yang tangguh mereka tak menangis saat temannya mampu mendapatkan lebih banyak. Toh isi saku mereka dipenuhi rupiah dengan jumlah yang sama. Persaingan mereka hanya ada riang gembira di antara orang tua yang membahas kehidupan tentang pendidikan anaknya, sawah yang tergadai, dan sampai obrolan pilihan politik yang tak kalah penting.

Baca Juga:

Bukan karena Rasanya Enak, Biskuit Khong Guan Dibeli karena Bisa Memberi Status Sosial

Nostalgia Masa Kejayaan Bata, Sepatu Jadul yang Membuat Saya Sombong saat Lebaran

Semua merasakan nikmatnya kemenangan, bahkan hari-hari syawal yang disunnahkan untuk puasa dengan pahala yang lebih kentara daripada puasa Ramadan yang penuh rahasia tak dihiraukan lagi.

“Hei D, kamu nggak ngambil?” tanya si C.

“Udah kenyang.”

“Lo kan kita lomba banyak-banyakan dapet.”

“Aku kalah aja.”

Anak bernama D riang namun sedikit malu-malu. Karena selain kawan-kawannya saling berlomba-lomba ia hanya penyemangat untuk kemenangan salah satunya. Ia tidak memihak siapapun dan kekalahannya hanya satu-satunya cara agar sang Ayah D tidak menamparnya lagi. Ia tidak merasa dapat kekerasan, selain masih kecil, namun begitulah karakter akan berkembang untuk mampu bertahan diri esok nanti. Ayah D baik dengan orang lain, tapi cukup keras dengan anaknya sendiri soal pendidikan budi pekerti.

Ayah D memberi pesan sehabis dari masjid, “Jangan minta-minta uang, bapak punya. Dan ndak usah ambil-ambil makanan berlebihan!”

Satu kisah lain yang ada di sekitar saya, dan ingatan keluarga Shota yang tidak pernah mampu memenuhi kebutuhannya juga semakin menjadi beban saat saya mengunjungi rumah penerima zakat fitrah—satu hari sebelum lebaran. Jangan-jangan saya juga terlibat dalam pembentukan keluarga Shota yang memilih menjadi pengutil. Seperti saat kami membiarkan anak-anak yang asik mengambil makanan dan apapun yang diinginkan saat berkunjung ke rumah-rumah tetangga.

“Paling tidak Ayah D benar cara didiknya,” ujarku pada saudara sulung.

“Macem-macem didik anak itu, ndak harus sama, paling adikmu yang bungsu besok juga mainan hape pas gede.”

“Tapi kitalah yang menjadikan mereka pengutil sejak kecil mas. Aku masih cemas di depan si Sulung.”

“Kamu sekarang umur 20, berarti kurang 15 tahun lagi si C akan punya pikiran tidak jauh dari kamu.”

Semua orang tidak mendengar yang kami bicarakan. Dan kakak sulungku kembali bercanda soal orang-orang yang menang dan yang kalah saat pesta demokrasi kemarin dengan para kerabat dekat. Aku masih terus melihat anak-anak macam Shota yang berkeliaran dengan Yuri yang masih kecil dan diajari mengambil isi toples wafer coklat yang masih terisi penuh.

Aku pun menyalakan sebatang lisong untuk melepas gumpalan gelisah dan menyeruput kopi untuk membasahi bibir. Kemudian berkata, “Dan jika semua pada waktunya akan dimaafkan dan masuk surga, inilah secuil kehidupan yang kami rasakan nantinya. Sekalipun wajah surga penuh misteri, tapi pantulan surga bisa kami bayangkan. Paling tidak kami bisa percaya bahwa kehidupan dunia adalah cermin kehidupan setelah mati seperti kata para guru kami saat belia.”

Terakhir diperbarui pada 17 Januari 2022 oleh

Tags: KleptomaniaKritik SosialLebaranPengutilReview Film
H.R. Nawawi

H.R. Nawawi

Jika di dunia hanya ada dua pilihan antara riang dan menangis. Saya memilih menangis. Kehampaan.

ArtikelTerkait

bioskop

Membuang Sampah Sendiri Seusai Nonton di Bioskop adalah Perkara Kemanusiaan

15 Juli 2019
Posisi Duduk di Angkot yang Paling Keren di Tingkat Kecamatan terminal mojok.co

Angkot, Sahabat Sejati Mahasiswa yang Ingin Hidup Minimalis

28 Mei 2019
Derita Mahasiswa Saat Lebaran: Menerima THR Sungkan, Menolak pun Enggan

Derita Mahasiswa Saat Lebaran: Menerima THR Sungkan, Menolak pun Enggan

21 April 2023
Sirop Belum Benar-benar Mampus meski Terus Dihajar Minuman Kemasan Seribuan

Sirop Belum Benar-benar Mampus meski Terus Dihajar Minuman Kemasan Seribuan

24 Maret 2024
Ritual Memutari Ring Road Jogja, Wahana Pelepas Galau ala Muda-mudi Setempat terminal mojok.co

Jurus Nyidat Menghindari Kemacetan Saat Lebaran

12 Juni 2019
sebagus itu

Sebagus Itu…. Memang Sebagus Apa, Sih?

22 Agustus 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Panduan Membeli Toyota Vios Bekas: Ini Ciri-Ciri Vios Bekas Taxi yang Wajib Diketahui!

18 Desember 2025
Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

23 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Mio Soul GT Motor Yamaha yang Irit, Murah, dan Timeless (Unsplash) yamaha mx king, jupiter mx 135 yamaha vega zr yamaha byson yamaha soul

Yamaha Soul Karbu 113 cc: Harga Seken 3 Jutaan, tapi Konsumsi BBM Bikin Nyesek

17 Desember 2025
Isuzu Panther, Mobil Paling Kuat di Indonesia, Contoh Nyata Otot Kawang Tulang Vibranium

Isuzu Panther, Raja Diesel yang Masih Dicari Sampai Sekarang

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.