ADVERTISEMENT
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Newsletters
  • Login
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Seni Aklimatisasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Maria Monasias Nataliani oleh Maria Monasias Nataliani
3 Mei 2019
A A
aklimatisasi

aklimatisasi

Share on FacebookShare on Twitter

Orang yang tinggal di pegunungan dalam jangka waktu lama biasanya akan mengalami apa yang disebut sebagai aklimatisasi. Manusia yang terlalu sering membawa beban berat di tubuhnya juga mengalami penyesuaian. Kita mengalami banyak hal dalam hidup. Berhadapan dengan perubahan adalah salah satunya. Berkawan atau menjadikan lawan, semua menjadi pilihan kita. Kita punya nilai-nilai dasar yang berakar jauh di dasar pikiran. Kita punya pokok-pokok idealisme tersendiri yang mati-matian kita bela. Kita punya perbekalan masing-masing sebelum saling mencicipi bekal orang lain. Layaknya kopi dicampuri susu atau minyak dituang ke air, kita selalu punya pilihan.

Untuk bisa ‘bercampur’ dengan orang lain, manusia punya batas toleransi. Akankah kita sisihkan satu jengkal atau satu meter untuk orang tersebut? Dalam proses memahami orang lain, akan tiba waktunya bagi kita untuk mengambil keputusan. Ada hal-hal yang tidak kita sukai namun teman kita senangi. Ada hal-hal yang kita sama sekali tidak tertarik di dalamnya, tetapi sahabat kita menceritakannya dengan antusias. Cerita-cerita yang hanya berputar di luar kepala, tapi terus terdengar. Pengalaman masa kecil yang tidak terlalu penting, namun sesekali mengambil waktu kita.

Lalu, sampai di mana sebaiknya kita meletakkan batas aklimatisasi?

Beberapa waktu yang lalu, dalam sekelebat pemikiran, saya mulai memiliki cara pandang baru. Di saat kita ingin memahami orang lain, di saat yang sama pula, sesungguhnya, orang lain tersebut sedang mencoba memahami kita. Di saat sisi egoisme kita menganaktirikan cerita demi cerita yang orang lain katakan, sebenarnya saat itu juga kita sedang menolak keberadaan orang lain. Other words, kita tidak ingin dipahami.

Remah-remah yang orang lain berikan akan selalu ada, tapi kita punya perbekalan pokok sendiri. Ibarat sebuah piring kosong, kita sudah meletakkan setangkup nasi di atasnya. Piring itu masih bisa ditempati remah-remah lain. Orang lain datang, lalu memberi di atasnya, sayur bayam, buah jeruk, dan cumi goreng tepung. Orang tersebut terlihat sangat bahagia ketika memberikannya ke piring kita. Kita terdiam. Sejenak berpikir. Andaikata, dari tiga remah tersebut, hanya cumi goreng tepung yang bisa kita terima, maka semakin lama pula kita berpikir. Sayur bayam dan buah jeruk, kita tak butuh. Tapi apa ruginya jika kita makan?

Konklusi yang berbeda akan timbul jika kita mendapati ‘ibarat’ yang berbeda. Di piring kita sudah tersedia setangkup nasi. Orang lain datang. Meletakkan setangkup sayur bayam, dua tangkup seledri, tiga tangkup brokoli. Piring kita overloaded. Orang tersebut masih harus meletakkan dua tangkup tomat di piring kita. Ia bertanya bagaimana. Lalu kita menyingkirkan separuh nasi, perbekalan pokok yang justru kita bawa dari awal. Lama-lama, nasi yang tinggal separuh itu kita singkirkan semuanya demi remah-remah yang diberikan orang lain secara cuma-cuma. Pada akhirnya, kita akan mengikuti gaya sarapannya, menu makanannya, dan kebiasaan orang tersebut.

Seberapa jauh kita akan memberi diri untuk aklimatisasi?

Dalam bergaul dan berkawan dengan orang lain, aklimatisasi akan selalu ada. Problem is, how much it is. Saat berkawan, kita akan berbagi. Kita akan diberi. Hal apapun itu. Ide, pemikiran, lompatan masa lalu, mimpi yang jarang diceritakan, ambisi, cara pandang, dan segala remah yang ada. Seberapa bisa dan sampai kapan kita mengaklimatisasi diri terhadap hal tersebut? Tiap orang punya jawaban yang berbeda. Dan tentu saja alasan mereka masing-masing. Ada yang terlampau independen sehingga batas toleransi mereka hanya satu digiti. Ada yang terlampau murah hati sampai-sampai perbekalan pokok mereka hilang tak berbekas. Apakah saya ada di dua polaritas ini?

Akhir-akhir ini saya belajar, untuk terus bergerak di antaranya. Mengapa harus bergerak? Karena jika kita diam saja, cepat atau lambat, kita akan mencapai salah satu dari dua polaritas tersebut. Artinya, untuk mengatur seberapa besar dan sampai kapan kita mengaklimatisasi diri, kita butuh tenaga. Butuh pertimbangan, pemikiran, dan hati yang tegak. Kemudahan tak akan sering-sering muncul saat kita mencoba memahami orang lain.

Apakah untuk bisa akrab dengan para perempuan, kita mesti bergosip? Apakah untuk bisa akrab dengan para lelaki, kita mesti belajar merokok? Apakah untuk bisa terserap dalam sebuah society, mestinya kita melupakan nilai dasar yang selalu kita anut? Seberapa sering kita melampaui batas toleransi diri kita terhadap orang lain? Haruskah kita berlumpur hanya demi membuat orang lain terkesan? Haruskah kita membuat lelucon-lelucon bodoh hanya demi membuat orang lain tertawa? Dalam rangka ingin dipahami orang lain, haruskah kita menutupi sisi-sisi terbaik dari diri kita? Dan menggantinya dengan remah-remah orang lain?

Manusia mesti berprinsip. Prinsiplah yang akan menuntun kita pada banyak keputusan. Prinsiplah yang menuntun kita menghadapi perubahan. Prinsiplah yang menjadi tiang pegangan kita ketika mencoba memahami orang lain. Kita bisa mengorbankan sisi-sisi lain, asalkan bukan prinsip. Kita bisa mengaklimatisasi diri, asalkan tidak mengorbankan prinsip.

Terakhir diperbarui pada 27 September 2021 oleh

Tags: AklimatisasiKehidupan
Maria Monasias Nataliani

Maria Monasias Nataliani

Harukist

ArtikelTerkait

Magang di Pengadilan Agama Bikin Saya Lebih Realistis dalam Memandang Pernikahan broken home

Sulitnya Menjadi Anak Broken Home

18 Februari 2023
Percayalah, Ketua RT yang Beres Adalah Sebenar-benarnya Kunci Kebahagiaan Rumah Tangga

Percayalah, Ketua RT yang Beres Adalah Sebenar-benarnya Kunci Kebahagiaan Rumah Tangga

16 Januari 2023
Percayalah, Hidup Kaum Minoritas Itu Sama Sekali Tidak Enak

Percayalah, Hidup Kaum Minoritas Itu Sama Sekali Tidak Enak

5 Januari 2023
Terlatih Mengalami Penolakan, Cara Ampuh Mengatasi Badai Kehidupan

Terlatih Mengalami Penolakan, Cara Ampuh Mengatasi Badai Kehidupan

16 Juli 2022
tebuireng dipati wirabraja islamisasi lasem pondok pesantren ngajio sampek mati mojok

Pondok Pesantren Bukanlah Tempat Pembuangan Anak

19 Oktober 2021
dusun orang desa kaya materialistis sederhana mojok.co

Jangan Silau Dulu dengan Romantisme Kehidupan Dusun, Begini Kenyataan Sebenarnya

2 November 2020
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
dikira tki ilegal

Niat Melancong, Malah Dituduh Mau Jadi TKI

exam

Mencoba Membayangkan UNBK Seperti Ujian di Film Exam (2009)

solitude

Solitude, Praktik Hening yang Menghidupkan



Terpopuler Sepekan

Polresta Banyuwangi Launching Hotline Wadul, Bagaimana Nasib para Pelapor? Bisa Dijamin Aman?

Polresta Banyuwangi Launching Hotline Wadul, Bagaimana Nasib para Pelapor? Bisa Dijamin Aman?

oleh Ahmad Shulhan Hadi
29 September 2023

Sate Ambal Sambal Tempe, Kuliner "Nyeleneh" Kebumen yang Bikin Ketagihan

Sate Ambal Sambal Tempe, Kuliner “Nyeleneh” Kebumen yang Bikin Ketagihan

oleh Setiawan Muhdianto
25 September 2023

Pemkab Banyuwangi Sibuk Bikin Festival tapi Lupa sama Sektor Fundamental

Pemkab Banyuwangi Sibuk Bikin Festival tapi Lupa sama Sektor Fundamental

oleh Rino Andreanto
1 Oktober 2023

3 Hal yang Harus Dihindari Saat Berkunjung ke Flores

3 Hal yang Harus Dihindari Saat Berkunjung ke Flores

oleh Alexandros Ngala Solo Wea
30 September 2023

Nasihat Penting untuk Gen Z yang Pengin Banget Jadi ASN

Nasihat Penting untuk Gen Z yang Pengin Banget Jadi ASN

oleh Andri Saleh
25 September 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=bTIqGdlcSsg

DARI MOJOK

  • Universitas Sangga Buana, Tempat Kuliah di Bandung dengan Biaya Terjangkau
  • Profil Lengkap Universitas PGRI Mahadewa Indonesia: Sejarah, Prodi, dan Akreditasi
  • Dulu Primadona, Kini Jalur Juwana-Batang jadi Neraka di Pantura
  • Harga Emas Turun, Waktu yang Tepat untuk Mendapatkan Emas?
  • Mengenal Ekosistem Sekolah untuk Pendidikan yang Lebih Baik
  • Ingkung Mbah Kentol dan Honda Mega Pro yang Jadi Saksi Larisnya Warisan Leluhur
ADVERTISEMENT
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Newsletters
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Login
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Sapa Mantan
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Halo, Gaes!

atau

Masuk ke akunmu di bawah ini

Lupa Password?

Lupa Password

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk!