• Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
Terminal Mojok
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus

Sekolah Tinggi-Tinggi Demi Masa Depan yang Haha Hihi

Andrian Eksa oleh Andrian Eksa
16 Mei 2019
A A
sekolah untuk cari kerja

sekolah untuk cari kerja

Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa waktu yang lalu, ketika sedang membaca buku Sekolah Itu Candu, saya kembali mengingat perjalanan sekolah. Dari TK sampai kuliah. Saya berpikir ulang, apa alasan saya menghabiskan waktu begitu lama di dalam kelas yang begitu-begitu saja? Umur empat setengah tahun, saya diantar ibu masuk TK. Awalnya, guru saya menyuruh ibu menyetujui kalau saya di TK setahun saja. Langsung masuk SD, kan sudah gede. Akan tetapi, ibu menolak. Katanya, biarkan saya tetap melalui dua tahun di TK. Biar menikmati masa manja yang sama dengan teman-teman saya.

Saya melewati kelas TK dengan lagu-lagu yang dinyanyikan saban waktu. Saya menikmati permainan-permainan yang diajarkan. Kalau tidak salah ingat, saya juga diajari bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan bahasa Inggris. Sayangnya, di rumah saya dibiasakan berbahasa Jawa. Saya nyengir ketika membaca ulang catatan guru di raport TK. Ternyata saya bandel juga. Sering banyak salahnya dalam berbahasa.

Enam tahun berikutnya, saya disuruh belajar di kelas-kelas SD. Saya mulai diadu di dalam ring tinju. Guru memberi aba-aba. Saya dan teman-teman saling pukul dengan ilusi susunan angka-angka. Kalau saya ingat-ingat kembali, masa itu tujuan akhir kami cuma satu, menjadi kekasihmu rangking satu.

Untungnya, enam tahun tersebut tidak semuanya saya habiskan di dalam kelas. Saya masih bisa mencicipi bermain reog dengan teman-teman. Bahkan, kami sempat diundang untuk main di beberapa hajatan. Di tempat ini, kami nyuri belajar merokok ketika pura-pura kerasukan. Astaga… mengingat tingkah kami waktu itu, saya selalu terpingkal-pingkal. Betapa indahnya masa kanak.

Ketika masuk SMP, sepertinya saya mulai terfokus pada angka rapor. Tidak banyak yang bisa saya ingat di jenjang ini. Paling-paling, sekolah yang pulang-pergi jalan kaki dan berjualan jawaban ketika UAS. Dari bisnis inilah saya bisa mentraktir teman-teman, segelas es teh dan satu gorengan. Mengingat ini, saya merasa telah mencemari pendidikan Indonesia. Ya, tapi masalahnya, uang ibu saya sudah habis untuk membayar administrasinya. Selanjutnya, ketika di SMK, tujuan saya bukan agar setelah lulus langsung bekerja. Melainkan, agar ibu bisa pamer kepada tetangga memenuhi cita-cita, menyekolahkan anak setinggi-tingginya. Ibu selalu mengulang-ulang kisahnya yang hanya tamat di sekolah dasar. Padahal keinginannya untuk melanjutkan sekolah sangat besar. Sayangnya, angka ekonomi orangtuanya sangat kecil. Sejak itu, cita-cita ibu diembankan kepada punggung kami, anak-anaknya yang menggemaskan ini.

Tiga tahun di SMK, waktu saya habis untuk petualangan cinta orientasi lapangan kerja. Saya mulai menyadari, selulusnya dari kelas kejuruan ini, saya akan bekerja di pabrik. Meskipun beberapa alumninya diterima kerja di luar negeri, tetap saja di pabrik. Sebenarnya tidak ada masalah bagi saya, tapi bagi ibu. Tujuan ibu menyekolahkan saya, tentu bukan untuk bekerja di pabrik. Teman saya yang lulus SD juga di pabrik. Gengsi dong… makan tuh gengsi!

Namanya juga orangtua, kebutuhannya kan anak yang kerja lebih baik dari yang lain untuk bahan menggunjing. Orangtua pasti kan pengin anaknya tidak menjalani nasib seburuk sama dengan dirinya. Berangkat dari kegengsian itulah ibu akhirnya membiayai kuliah saya. Sudah sekuat tenaga saya mengumpulkan angka terbaik dalam UN, tapi tidak terpakai. SNMPTN tidak lolos. SBMPTN tidak lolos. UMPTN lolos, tapi tidak nyambung sama sekali dengan jurusan waktu di SMK. Oh betapa~

Bayangan saya ketika sebelum dan sesudah kuliah pun sangat berbeda. Saya hanya punya referensi pada bayangan di televisi dan mbak-mbak yang sosialisasi di sekolah, menawarkan beasiswa dan kuliah murah. Semuanya rapi dan ramah-ramah. Setelah di kampus, mahasiswa yang saya temui, tidak ada rapi-rapinya sama sekali. Celana jeans pendek yang mungkin belum dicuci sekian hari. Kaos yang bersablonkan judul-judul acara. Semuanya serba seadanya. Bayangan awal saya tentang kuliah yang istimewa, di kampus ini segalanya biasa saja.

Untungnya, meskipun menyimpang jauh, saya menikmati perkuliahan itu. Saya melewati hari-hari yang habis dengan membaca buku, melembur tugas, mendengarkan diskusi, mengunjungi warung kopi, dan tidur di tempat-tempat free wifi. Lucunya, ibu tidak pernah peduli dengan perkuliahan saya. Maksud saya, peduli pada apa yang saya pelajari. Mungkin dalam pengertian ibu, sama seperti sekolah. Semua pelajaran diajarkan.

Jadi, selama empat tahun, ibu saya tidak pernah menanyakan nilai. Yang ditanyakan hanya, uang sakunya masih ada? Pacar sudah punya? Akhirnya, saya berusaha membuat surprise untuk ibu. Saya menyelesaikan kuliah di akhir semester delapan dengan nilai yang bisa dipamerkan. Ibu semakin percaya diri ketika bertandang ke hajatan dan reunian. Lalu dengan saya sendiri? Tidak ada yang tersisa selain kecemasan akan masa depan.

Saya sampai hari ini hanya berusaha menjaga nyala api doa dan cita-cita. Menebalkan telinga ketika ditanya kerja apa dan di mana. Meskipun sudah ada jawaban atas itu, saya tidak bisa yakin kalau tempat bekerja saya kelak bukan pabrik. Apalagi ketika selesai membaca pikirannya Roem Topatimasang dalam Sekolah Itu Candu. Roem melihat sekolah sebagai pabrik. Anak-anak bekerja dengan seragam dan pikiran yang sama. Lulus pun dengan tekad yang sama, rangking satu dan nilai sempurna. Saya sedikit sedih karena baru membaca buku tersebut baru-baru ini, padahal sudah ditulis sejak tahun 80-an. Tahu gitu kan, saya ndak perlu jadi guru seperti pekerjaan yang akan menjebak saya beberapa waktu ke depan. Kalau sudah begini, ya, saya cuma bisa tersenyum, nyengir, dan tertawa. Obat sakit hati seperti ini kan, ya, cuma haha-hihi.

Terakhir diperbarui pada 8 Oktober 2021 oleh

Tags: cari kerjaMasa DepanSekolah

Ikuti untuk mendapatkan artikel terbaru dari Terminal Mojok

Unsubscribe

Andrian Eksa

Andrian Eksa

Kelahiran Boyolali, 15 Desember. Saat ini sedang bergiat di Dolanan Anak Jogja.

ArtikelTerkait

Wakasek Kesiswaan, Jabatan di Sekolah yang Paling Nggak Enak

Wakasek Kesiswaan, Jabatan di Sekolah yang Paling Nggak Enak

10 Januari 2023
Kesulitan Bocah Jawa Suroboyoan Belajar Bahasa Jawa di Sekolah

Kesulitan Bocah Jawa Suroboyoan Belajar Bahasa Jawa di Sekolah

10 Januari 2023
Kontroversi Depok: Membangun Masjid tapi Menggusur Sekolah, Logikanya Gimana Sih?

Kontroversi Depok: Membangun Masjid tapi Menggusur Sekolah, Logikanya Gimana Sih?

15 Desember 2022
Bukannya Meringankan, Kerja Kelompok Malah Menambah Beban

Bukannya Meringankan, Kerja Kelompok Malah Menambah Beban

9 Desember 2022
Bahasa Indonesia, Mata Pelajaran yang Jadi Musuh para Siswa Terminal Mojok

Bahasa Indonesia, Mata Pelajaran yang Jadi Musuh para Siswa

11 November 2022
Praktik Akad Nikah di Sekolah Nggak Berfaedah, yang Lebih Penting Masih Banyak!

Praktik Akad Nikah di Sekolah Nggak Berfaedah, yang Lebih Penting Masih Banyak!

9 November 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
penelitian

Hidup itu Proses Penelitian Sepanjang Masa

Gap Year Selalu Dipandang Negatif, padahal Manfaatnya Juga Banyak terminal mojok.co

Susahnya Jadi Mahasiswa Bahasa Inggris Konservatif

hajatan

Kita Selalu Menjadi Juri di Hajatan Orang Lain



Terpopuler Sepekan

6 Dosa Penjual Nasi Padang yang Bukan Orang Minang Terminal Mojok
Kuliner

6 Dosa Penjual Nasi Padang yang Bukan Orang Minang Asli

oleh Tiara Uci
25 Januari 2023

Tobat, klean.

Baca selengkapnya
Dilema Agen Elpiji Pertamina: Ambil Untung Besar Kena Masalah, Ambil Untung Kecil Bangkrut

Dilema Pangkalan Elpiji Pertamina: Ambil Untung Besar Kena Masalah, Ambil Untung Kecil Bangkrut

26 Januari 2023
Solo di Mata Orang Jogja: Solo Dipandang Rendah, tapi Lebih Menjanjikan

Solo (Layak) Mulai Melesat, Jogja Perlahan (dan Pasti) Ditinggal Wisatawan

26 Januari 2023
Pariwisata Semarang Siap Melesat Seperti Solo, Meninggalkan Jogja (Unsplash)

Wisata Semarang Siap Melesat Seperti Solo, Meninggalkan Jogja

27 Januari 2023
sekolah untuk cari kerja

Sekolah Tinggi-Tinggi Demi Masa Depan yang Haha Hihi

16 Mei 2019

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=FyQArYSNffI&t=47s

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Cerita Cinta
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .