Siapa yang pernah diganggu makhluk gaib di Gunung Gede Pangrango? Beberapa di antara kalian pasti ada yang menjawab pernah. Pasalnya, gunung yang berada di ruang lingkup Taman Nasional Gede Pangrango Cianjur-Sukabumi ini selalu menyuguhkan cerita-cerita seram yang bikin calon pendaki ciut sebelum beraksi.
Tentu kita harus tahu dulu soal sejarah Gunung Gede Pangrango. Gunung ini pertama kali meletus pada tahun 1747. Letusan itu luar biasa dan membuat dua aliran lava bergerak dan terlihat dari Kawah Lanang. Namun, letusan kecil dari Gunung Gede masih terjadi seperti pada tahun 1761, 1780, dan 1832.
Akan tetapi, letusan luar biasa kembali terjadi pada 12 November 1840, 100 tahun setelah letusan pertama. Goncangan dari letusan ini bikin warga bangun dari tidurnya karena terjadi jam 3 pagi. Setelah itu, terhitung sudah 24 kali letusan terjadi dan yang terakhir pada 1957 walaupun hanya berupa letusan kecil.
Ngomongin letusan bikin kita ingat sama Gunung Semeru, ya. Ngeri. Tapi, ternyata Gunung Gede Pangrango ini menyimpan mitos dan sejarah zaman kerajaan yang menarik buat diulas. Gunung setinggi 2.958 mdpl ini ternyata tercatat dalam naskah kuno Sunda, Bujangga Manik. Sama seperti Gunung Manglayang yang pernah saya bahas minggu lalu.
Dari naskah itu, Gunung Gede Pangrango disebut sebagai Hulu Wano Na Pakuan yang artinya tempat tertinggi di Pakuan. Konon, penjaga Gunung Gede ini bernama Eyang Jayakusuma. Namun, ada lagi penjaga dua buah batu besar di halaman parkir kawasan Kebun Raya Cibodas yang berada di area Gunung Gede Pangrango, yaitu Eyang Jayarahmatan dan Embah Kadok. Katanya sih batu itu pernah dihancurkan, tapi batu itu nggak mampu dihancurkan pakai alat modern.
Selain itu, tepat di tengah-tengah curug atau air terjun Cibereum ada petilasan makam Eyang Haji Mintarsa yang konon merupakan perwujudan dari seorang pertapa sakti. Saking tekunnya doi bertapa akhirnya berubah menjadi batu. Kalau kamu main ke Curug Cibereum, kamu bisa melihat batu itu dengan mata telanjang, kok.
Nggak cuma itu, menurut cerita mulut ke mulut warga lokal di sana, terkadang para pendaki yang ada di sekitar Alun-Alun Suryakancana selalu mendengarkan suara kaki kuda berlari. Berbeda dengan daerah Batu Kuda di Bandung yang konon akan mendengar suara ringkikan kuda. Sebenarnya ada apa antara gunung dengan kuda, ya?
Di hutan yang mengitari Alun-Alun Suryakancana, ada sebuah situs kuburan kuno yang konon katanya merupakan tempat bersemayam Prabu Siliwangi. Seperti yang kita ketahui, pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi terjadi peperangan melawan Majapahit. Bahkan, Sang Prabu juga berperang melawan Kerajaan Kesultanan Banten.
Sayangnya, Prabu Siliwangi harus menerima kekalahan yang cukup hebat. Ia pun melarikan diri bersama para pengikutnya ke Gunung Gede. Cerita ini bisa menjadi jawaban dari banyaknya petilasan peninggalan yang dianggap sakral oleh sebagian peziarah seperti petilasan Pangeran Suryakencana, putri jin, dan Prabu Siliwangi.
Bahkan, konon katanya, kawah Gunung Gede yang terdiri atas Kawah Ratu, Kawah Lanang, dan Kawah Wadon itu dijaga oleh Embah Kalijaga. Tapi, ada penjaga lain yaitu Embah Serah yang menjaga Lawang Seketeng atau pintu jaga yang terdiri atas dua batu besar. Pintu jaga itu berada di Batu Kukus, sebelum lokasi air terjun panas yang menuju ke arah puncak gunung.
Sejarah dari berbagai mitos-mitos itu memang cukup sulit untuk dibuktikan. Tapi, hal yang kerap terjadi adalah para pendaki yang pernah mendaki ke Gunung Gede dipastikan punya pengalaman horor yang nggak akan bisa dilupakan. Terlebih buat mereka yang penakut dan punya mental yang tempe.
Konon, ada 3 sosok gaib yang biasa ditemui para pendaki di Gunung Gede Pangrango. Sosok ini nggak cuma nyeremin, tapi juga bisa bikin pendaki hilang dari pendakian katanya.
Pertama, setan berkepala dua. Konon ada sosok gaib berkepala dua bernama Aul di Gunung Gede Pangrango. Sosok ini sering muncul di hadapan pendaki. Katanya, Aul ini berjalan lambat dan sempoyongan kayak habis minum oplosan. Hal yang paling nyeremin adalah sosok ini bisa menyamar jadi warga setempat dan bikin para pendaki tersesat dengan menunjukan arah yang salah. Kalau ketemu makhluk ini enaknya diapain, ya?
Kedua, monster berbulu hitam. Banyak warga lokal menyebut sosok ini mirip genderuwo. Makhluk ini sering eksis dan mengganggu para pendaki juga. Konon, sosok ini punya cakar yang tajam, pantesan masyarakat banyak yang bilang mirip genderuwo. Selain itu, monster ini punya mata merah menyala dan biasanya memperhatikan pendaki dari kejauhan.
Nggak cuma itu, sosok ini sangat sensitif kepada para pendaki perempuan. Apalagi para perempuan yang sedang haid. Ini bisa jadi peringatan buat para pendaki cowok yang bawa pacar mereka atau sedang mendaki bersama, pastikan dulu kesehatan para pendaki prima sebelum berangkat.
Ketiga, pria berbaju serba putih. Kalau penampakan sosok ini, saya alami sendiri ketika terakhir kali mendaki Gunung Gede Pangrango sekitar tahun 2016. Saya main ke Curug Cibeureum bersama teman-teman. Sore tiba, kami pun turun. Di tengah perjalanan, saya memotret dan memperhatikan area sekitar. Maklum, jiwa jurnalis saya suka muncul di mana saja.
Di sebuah jurang, saya melihat sosok dengan baju semacam jubah dan mengenakan sorban berwarna putih, ia juga memiliki janggut berwarna putih. Duh, menulisnya saja bikin bulu kuduk berdiri. Sosok itu berdiri seperti sedang memandangi sesuatu. Konon, sosok itu adalah penjaga Gunung Gede Pangrango.
Sosok tersebut memang nggak mengganggu, tapi ngeri saja. Di tengah perjalanan akhirnya saya nggak mau lepas dari rombongan. Takutnya sosok itu malah mengikuti saya dan mengajak saya ke tempat lain. Untungnya nggak sih, kalau begitu mah saya nggak bakalan bisa menulis cerita ini di Terminal Mojok, dong.
Sumber Gambar: Unsplash