Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Seberapa Nasionalis Kamu?

Novy Eko Permono oleh Novy Eko Permono
15 Agustus 2019
A A
nasionalis

nasionalis

Share on FacebookShare on Twitter

Dalam kehiduapan sehari-hari orang kota seringkali dinarasikan superior dibandingkan orang desa. Mulai dari hal-hal yang bersifat material: rumah, mobil, dan fashion. Hingga perkara non material: intelegensi, pekerjaan, dan perkara kebahagiaan.

Padahal anggapan itu seringkali terlalu berlebihan. Setidaknya dalam satu hal: nasionalisme. Meskipun secara material (mungkin) orang desa kerap kekurangan, tetapi mereka memiliki semangat  nasionalis yang tak kalah serta rela berkorban untuk negara. Mereka yakin, kesetiaan terhadap pemerintah atau pamong praja bakal mengundang berkah. Pemerintah dianggap lembaga yang mampu memelihara dan mewujudkan tatanan sosial gemah ripah loh jinawi karta raharja (wilayah yang subur dan makmur).

Maka tak heran jika memasuki bulan Agustus orang-orang di desa serentak sudah memasang bendera negara Indonesia di depan rumahnya masing-masing. Suasana makin semarak ketika beragam lomba-lomba dilaksanakan mulai dari makan kerupuk, bakiak, hingga panjat pinang.

Kalau orang kota paling cuman semarak di dunia maya dengan konten yang katakanlah berkaitan dengan kemerdekaan dan kecintaan pada negara. Gambar dan tagar tentang perjuangan, keindonesiaan, sampai abdi negara, ramai bersliweran. Dah cuman gitu doang.

Bagi orang desa menghormati dan menjunjung tinggi martabat negara adalah harga mati. Setiap berbuat baik, mereka tak mengharap balasan. Pikirannya fokus demi negara. Ada semacam narasi yang berkembang di desa bahwa mereka lebih ingin memberi daripada menerima. Prioritas utama bukanlah hak, tapi kewajiban selaku warga negara. Sikap seperti ini senantiasa diwariskan dari generasi ke generasi.

Tapi sayangnya akhir-akhir ini, banyak kalangan pesimistis terhadap nasionalisme orang desa. Nah, tulisan ini ingin membantah anggapan ngawur itu. Mereka mendefinisikan nasionalisme saja masih blunder. Lah kok sekarang cawe-cawe masalah nasionalisme orang desa.

Salah satu contohnya begini. Orang kota seringkali bernarasi menolak keberadaan pihak asing di Indonesia atau lebih populer dengan anti-aseng atau anti-asing.

Belum lagi dalam hal keseharian, orang-orang kota sering mengklaim bahwa dirinya nasionalis melalui upaya penyeragaman identitas atau dengan mengagungkan budaya sendiri tanpa memandang budaya orang lain—padahal Indonesia memiliki keragaman budaya—dan merasa budaya orang kotalah yang paling hebat.

Baca Juga:

Nggak Enaknya Jadi Orang Desa, Mau Belanja Online Harus Ngumpet karena Banyak Tetangga Kepo!

Susanti, Sudah Nggak Usah Balik ke Indonesia, kalau Mau Balik, Sehabis Pemilu 2029 Aja

Padahal, nasionalisme adalah sesuatu yang terus menerus perlu diperbarui dari masa ke masa. Seperti yang dikatakan oleh Om Benedict Anderson, nasionalisme adalah sebuah proyek bersama, bukan warisan masa lampau dari para pendahulu yang dapat digunakan di semua zaman.

Tak jarang dengan definisi yang sempit tadi, kita justru lebih sering membuat polarisasi. Kemudian berlomba-lomba menjadi yang paling murni Indonesia. Menganggap orang-orang yang berbeda, secara identitas dan fisik bukan Indonesia.

Nasionalisme, sekali lagi adalah sebuah proyek bersama dan tidak terbatas. Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Buru—yang menceritakan kisah hidup Tirto Adi Suryo—menerangkan bahwa kita adalah kumpulan bangsa-bangsa atau berbangsa ganda, bukan hanya milik golongan tertentu saja. Apalagi hanya bermodal ikut upacara bendera kemudian menganggap dirinya paling nasionalis.

Maka saya sarankan kalian belajar nasionalisme pada orang-ora desa sajalah. Meski orang desa kerap dipusingkan dengan kebutuhan sehari-hari untuk sekedar menyumpal perut. Tapi bukan berarti kami menepikan tuntutan bela negara.

Runtuh sudah tuduhan apatisme orang desa terhadap masa depan negara. Dengan demikian, kurang pantas jika label tak acuh, masa bodoh, atau predikat negatif lain dilekatkan pada penduduk desa. Mereka tetap peduli kok pada problematika bangsa dan negara.

Dalam berbagai kesempatan, daya kritisnya muncul. Di sela-sela menggarap sawah atau bersantai di warung kopi, mereka membicarakan perilaku elite politik yang jauh dari norma dan etika. Plus perkara harga cabai yang kian pedas dan pupuk subsidi yang susah di dapat.

Ini membuktikan orang desa memiliki kepedulian luar biasa terhadap good governance. Dan sudah membumi dalam kehidupan sehari-hari, mereka berusaha menjunjung tinggi harmonisasi.

Yah walaupun tidak bisa dipungkiri, beberapa kasus kekerasan di daerah pelosok menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya paham mengenai konsep, prinsip, dan nilai-nilai nasionalisme sehingga mudah terpancing aksi provokator. Tapi bukankah di kota pun juga demikian.

Bukan cuman perkara kekerasan. Parahnya orang kota yang sok nasionalis itu seringkali masuk pelosok desa hanya ketika menjelang musim Pemilu. Setelah mereka menyelonjorkan kaki di kursi kekuasaan, janji menguap dengan sendirinya. Memang benar yang diungkapkan Mas Riza Multazam—seorang peneliti desa—bahwa tiada yang tersisa bagi rakyat, kecuali kekecewaan dan penderitaan. Cuiih! (*)

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.

Terakhir diperbarui pada 4 Februari 2022 oleh

Tags: Kritik Sosialnasionalisnasionalismeorang desaorang kota
Novy Eko Permono

Novy Eko Permono

ArtikelTerkait

Bukan Mail, Ternyata Karakter Paling Dewasa dalam Serial Upin Ipin Adalah Susanti susanti upin ipin wn malaysia

Susanti, Sudah Nggak Usah Balik ke Indonesia, kalau Mau Balik, Sehabis Pemilu 2029 Aja

15 Februari 2025
Desa Mantingan Tengah Pati Nggak Cocok untuk Tempat Menepi Orang Kota, Saking Nggak Ada Apa-Apa di Sana Mojok.co

Desa Mantingan Tengah Pati Nggak Cocok untuk Tempat Menepi Orang Kota, Saking Nggak Ada Apa-Apa di Sana

22 Maret 2024
Thanos

Secuil Pesan Thanos yang Perlu Kita Ingat Sebelum Dunia Endgame

1 Juni 2019
Antek Pengguna Toilet yang Menjengkelkan dan Perlu Dibina toilet umum etika buang air terminal mojok.co

Kisah Resah di Toilet Sekolah

14 Agustus 2019
Mohon Dimengerti, Indie Itu Bukan Aliran Musik! terminal mojok.co

Mendengarkan Musik Mainstream Tanpa Prasangka

17 Mei 2019
pedestrian

Gugatan Seorang Pedestrian Kepada Pengendara Motor yang Sembrono

16 Juni 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, tapi Layanan QRIS-nya Belum Merata Mojok.co

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

24 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

27 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

26 Desember 2025
Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.