Sebuah kehormatan rasanya ketika sebuah grup Liverpool Fans di Facebook mengadakan jajak pendapat yang membahas, “Siapakah lawan yang paling bikin deg-degan jika Liverpool melawannya?” Dengan angka yang cukup telak, mereka memilih West Bromwich Albion sebagai jawaban teratas. Nomor dua ada Manchester City dan sisanya secara berurutan adalah Wolves, Leicester, dan Chelsea. Dalam sesi komentar, mereka menjawab alasan tim-tim besar macam Arsenal dan Manchester United tidak ada dikarenakan biasanya Liverpool menggila jika melawannya. Sementara masuknya City dan Chelsea, Kopites menganggap bahwa dua tim inilah yang biasanya ngeyel saat bersua tim kesayangannya.
Itu dua tahun lalu. Sebelum Liverpool benar-benar menggila dengan komposisi ajeg yang seakan menjadi kartu AS bagi Jurgen Klopp. Trent-Alexander Arnold yang sejatinya adalah bek sayap, menjelma menjadi pengumpan akurat. Juga Van Dijk yang pos aslinya adalah bek tengah, tapi mampu menjadi control tower bagi bertahan sekaligus menyerang. Tentu sepak bola itu berkembang, berbagai posisi bisa memerankan peran ganda. Yang jelas, Liverpool sekarang sedang gila-gilanya (setidaknya musim ini). Namun tim kebanggaan saya, West Bromwich Albion, sedang kejar-kejaran dengan Leeds untuk meraih posisi satu di Liga Inggris kasta kedua.
Tentu Kopites memilih West Brom sebagai pilihan utama sebagai lawan yang bikin deg-degan entah serius atau berbalut dengan sebuah candaan. Yang jelas, belum pernah ada yang menganggap tim kesukaan saya ini sebagai rival utama melebihi United atau Everton yang notabene memiliki rivalitas tersendiri. Salah satu komentar menyebutkan, “Lawan West Brom itu kadang bikin nyut-nyutan. Walau tahu hasil akhirnya akan menang, tapi tetep aja ada rasa yang nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata.”
Musim lalu, ketika West Brom gagal promosi, salah satu fans page Kopites bernama Liverpool Garis Keras pun berujar nada yang sama, yakni bahwa hadirnya West Brom kembali ke papan atas, maka rusak sudah dunia persilatan Liverpool. Mereka berkata seperti ini: “Klub sepakbola terbaik dunia, King West Brom, dipastikan gagal untuk promosi ke Premier League musim depan setelah dikalahkan oleh Aston Villa lewat adu penalti. #alhamdulilah, bener-bener bersyukur King West Brom nggak balik lagi (ke Premier League) nggak kebayang kalo West Brom balik lagi.”
Seakan diamini, muncul salah satu komentar yang nggak kalah nyeleh. Alih-alih marah, saya hanya bisa manggut-manggut dan membenarkan apa yang ia katakan. “WBA itu penjegal Liverpool yang nyata. Jika King West Brom promosi, maka Liverpool dipastikan gagal Tsunami trofi.” Saya setuju karena Liverpool biasanya sering keblinger ketika melawan tim gurem. Dan—entah sial atau untung—tim kesukaan saya inilah yang menjadi alergi utama Liverpool.
Benar saja, di tahun ini, di dalam Liga Inggris, Liverpool justru kalah ketika melawan Watford dengan skor telak 3-0. Sedangkan Watford adalah tim yang saat ini sedang berupaya bangkit dari degradasi. Kesialan Liverpool, sejak itu, terus bertambah dengan beberapa kejadian yang tidak mengenakkan seperti harus mengakui piala liga invicible hanyalah milik Arsenal, tidak mampu melakukan treble winner karena kalah di FA Cup bersama Chelsea, gagal back to back UCL karena kalah melawan Atletico Madrid. Dan kabarnya, Liga Inggris pun terancam diundur dan sisa sistem kompetisi saat ini masih menjadi desas-desus hangat.
Sebagai West Brom Fans, sebenarnya saya sudah menghibur Kopites dengan playlist yang bisa mengubah mood mereka. Namun, saya yakin bahwa itu saja tidaklah cukup. Atas dasar respect yang selalu kami dengungkan di grup Facebook, agaknya saya menemukan beberapa solusi untuk Kopites yang hatinya gundah gulana karena dihajar beberapa hasil yang kurang mengenakkan selama dua minggu ini. Dan berikut adalah sebuah saran dari seorang fans yang paham betul apa itu arti kegagalan, dan tidak faham apa itu istilah angkat piala.
Pertama, jika Kopites sudah terlanjur baik di mata saya, apa pun hasilnya. Kurang lama apa sih 30 tahun itu? Barangkali yang bernah melihat Liverpool angkat piala, kini sudah memiliki cucu. Dan atas dasar apa “manusia-manusia baru” ini memutuskan memilih Liverpool sebagai tambatan hatinya? Selain kata luarbiasa dan setia, Kopites adalah perwujudan dari slogan cinta itu memang gila. Ia rela disakiti sebegitu lamanya hanya untuk zat yang mereka cinta.
Saya langsung memberikan hormat, karena sebagian besar Kopites yang waras setuju bahwa nyawa manusia lebih segalanya ketimbang Liga Inggris. Sepak bola pada dasarnya adalah sebuah olahraga, dan olahraga adalah semestinya memuliakan sebuah kesehatan jasmani dan rohani. Kopites pun beranggapan bahwa tidak ada ruang untuk menunda-nunda seperti apa yang dicuitkan oleh @DayzRamdhani:
“Sebagai Fans Liverpool gue rela Liga Inggris ditunda atau bahkan diberhentikan sekalipun. Gue respect sama fans bola lain yang berfikiran pemberhentian Liga Inggris karna kemanusianan. Tapi ada aja fans yang tolol pengen Liga Inggris diberhentikan gara-gara takut Liverpool juara Liga Inggris.”
Kedua, jarak poin yang jauh sebagai “monumen abadi” bahwa Liverpool pernah melakukan hal yang hebat. Tim kebangaan Kopites ini mencetak beberapa rekor yang nggak masuk di logika. Hingga pekan ke-29, Liverpool hanya mencatatkan satu kali imbang dan satu kali kalah, sisanya adalah kemenangan. Ya, memang tidak sesuci invicible Arsenal yang tidak terkalahkan satu musim penuh, tapi apa yang dicapai oleh Liverpool di zaman serba industri dan politik sepak bola seperti ini, kok ya rasanya hal ini sudah pantas menjadi sebuah pencapaian yang seksi!
Jika orang di luar sana malah memperkeruh suasana atas hal ini, justru berbeda dengan apa yang dituturkan the gooners yang satu ini. “Sebagai Fans Arsenal, saya rasa Liverpool pantas juara musim ini. Nggak bisa dimungkiri memang mainnya bagus dan konsisten. Tim lain sangat susah kejar poin Liverpool, mudah-mudahan nggak ada penundaan #Respect.” ujar pemilik user @DedenMulyaS.
Menyoalkan penundaan atau tidak, menurut saya pribadi dalam kacamata netral sebagai West Brom Fans, hal ini sudah wajib dilakukan. Bercermin dari apa yang terjadi oleh Mikel Arteta, nampaknya sepak bola Inggris—dan olah raga lainnya—memang harus diberi jeda istirahat terlebih dahulu.
Ketiga, Kopites tidak resah atas skema gelar juara. Ada beberapa opsi yang menyeruak ke permukaan, terkhusus hal ini sedang digodog di Serie A. Dilansir dari CNN, opsi yang diajukan Presiden Lega Pro, Francesco Ghirelli saat bertemu dengan Federasi Sepak Bola Italia (FIGC), Komite Olimpiade Nasional Italia (CONI), dan perwakilan pemerintah adalah penentuan gelar juara dan tim yang terdegradasi lewat playoff. Hal ini dicanangkan karena Serie A telah ditunda secara total. Pun, jarak poin di antara papan atas masih dapat terbilang tipis. Pemuncak klasmen Juventus hanya berbeda satu poin dari penghuni klasmen kedua, Lazio.
Lalu bagaimana jika hal ini terpatri oleh keberlanjutan Liga Inggris? Tentu hal ini akan merugikan Liverpool karena grafik menurun pemainan mereka dirasa sudah mencapai titik nadir. Dan peserta playoff lainnya adalah Manchester City yang terbilang konsisten dan lapis keduanya yang benar-benar dalam. Tapi jangan resah dulu untuk para Kopites, menengok selisih poin Liverpool dan City yang cukup jauh, apa ya tega FA memutuskan dengan menuntaskan liga dengan skema playoff?
Terlepas dari semua itu, kita patut berdoa yang tebaik atas apa yang terjadi oleh Mikel Arteta, Daniele Rugani, Manolo Gabbiadini, Callum Hudson-Odoi, Timo Hubers, Thomas Kahlenberg, dan semua manusia di muka bumi ini agar diberikan kesehatan dan kesembuhan. Manusia adalah kecanggihan teragung yang diberikan oleh zat tertinggi dengan segala kemampuannya. Tentu, mencegah itu lebih luhur ketimbang mengobati dan menunggu terjadi. Kopites tentu akan nerimo, bahwa gelar liga tidak ada apa-apanya ketimbang nyawa manusia.
Mengutip seperti apa yang dicuitkan oleh user @tonihyudho, “Ndakpapa nggak jadi juara, dibanding cuma ngejar 2 match untuk kemenangan, kesehatan dan kemanusiaan lebih penting. Nek jarene Doc Hudson, itu cuma piala kosong. #YNWA #NextYear”.
BACA JUGA Ketika VAR di Sepak Bola Indonesia Hanyalah Mimpi atau tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.