Mengenaskan. Begitulah kata yang tepat untuk menggambarkan smartphone Nokia 2 saya. Beberapa sisi sudah penyok dengan screen guard yang seperti patahan-patahan lempeng di bawah laut. Namun bukan Nokia namanya kalau tidak tahan banting. Meski beberapa kali jatuh sampai tercebur ke kolam pemandian air panas macam durability test-nya Om Jerry Rig Everything, hape tersebut masih berfungsi dengan baik.
Soal fisik, Nokia memang tiada duanya. Namun sama halnya suit, gajah pasti akan kalah lawan semut dan sekuat-kuatnya Nokia pasti kalah dengan merek-merek baru dari Tiongkok yang apabila jatuh auto-masuk penginapan tukang servisan, entah layar pecah atau bahkan matot, mati total. Maka dari itu, karena udah nggak tahan sama lemotnya Nokia 2 yang menyebabkan saya yang notabenenya loyalis Nokia harus hijrah.
Dengan modal hape Nokia 2 saya dan sisa uang di rekening bidikmisi, akhirnya saya post foto hape tersebut di grup-grup jual-beli hape. Dan seperti yang saya perkirakan sebelumnya, tidak ada respons yang masuk di minggu pertama. Saya sempat pesimis. Namun, bukan lelaki sejati namanya kalau tak memiliki kesabaran tingkat tinggi dalam menunggu si doi yang tidak merasa ditunggu.
Pada akhirnya penantian saya membuahkan hasil. Ada seseorang yang rela menukar hapenya, Iphone 5s, dengan hape saya plus 100.000 rupiah, sisa uang di rekening bidikmisi saya. Terbilang murah untuk ukuran tipe Iphone seperti itu. Saya pun menukar tambah hape saya dengan Iphone 5s itu. Dan taraaa!!! Saya punya hape sultan baru.
Sebagai bagian dari manusia-manusia +62 yang memiliki daya ke-kepo-an yang tinggi, kawan-kawan saya cepat menyadari kalau saya punya hape ‘baru’. Kalimat pertama yang muncul tak jauh dari, “Kapan ini syukuran?”
Sebentar. Untuk masalah ini, saya mau bilang sesuatu ke kalian, kawan-kawan saya dan manusia-manusia sejenisnya. Gini ya, nggak setiap orang yang barangnya baru, entah hape, sepatu, laptop, atau sekadar daleman baru, pasti punya uang banyak. Bisa saja mereka, termasuk saya, membelinya karena tuntutan keadaan. So, jangan memaksa untuk minta dijajanin, ya. CAMKAN ITU!!11!1!
Dan yang paling menyebalkannya lagi adalah ketika ada yang dengan entengnya bilang, “Ih, kamu kan bidikmisi, kok hp-nya iphone?” What the nj*ng! Ya kalau hapeku Iphone 11 Max Pro yang harganya bisa buat hidup di Surabaya setahun, itu sih agak mashook. Lak ini Iphone 5s bambank, yang harganya aja nggak cukup buat beli Nike Air Jordan asli, yang paling murah sekalipun.
Apa emang muka kami, para penerima subsidi pendidikan dari pajak yang emak-bapak kalian bayarkan, nggak pantes buat sekadar pegang barang-barang berlogo apel kecokot itu, ya? Apa kaum seperti kami di mata kalian hanya pantas pegang hape berlayar monokrom dengan nada dering tilut-tilut itu atau mentok cuma pada smartphone sekelas Xiaomi aja, ya?
Memang, sekilas melihat logo perusahaan milik mendiang Steve Jobs itu maka yang pertama muncul di benak adalah barang mewah dengan harga selangit. Saya akui itu. Aksesoris pendukung ori-nya pun tak kalah mahal dengan produk utamanya. “Smartphone tentu saja tambah pintar tapi makin sulit digunakan. Mereka sungguh kompleks. Butuh waktu untuk melakukan hal mendasar. Kami tak ingin melakukan hal seperti itu. Yang kami lakukan adalah membuat produk terobosan yang jauh lebih pintar dari perangkat lain yang pernah ada dan super mudah dipakai. Inilah iPhone.” Ujar Steve Jobs saat berpidato di hari kelahiran hape bernama Iphone itu.
Iphone 5s saya pun bisa dibilang hape mewah, tepatnya 7 tahun yang lalu. Dengan bandrol 12 jutaan, Iphone 5s 64gb menyabet label hape termahal pada kuarter ke 3 tahun 2013, di saat saya pertama kali punya hape sendiri. Itu pun Nokia tipe 2626 yang tebalnya lebih dari dua Iphone 5s yang ditumpuk dan (pastinya) yang layarnya nggak bisa disentuh. Mungkin pernyataan akan kawan-kawan lebih relevan JIKALAU, sekali lagi JIKALAU, saya membeli Iphone 5s ini di tahun tersebut dari modal jual sawah di belakang rumah milik bapak dengan risiko di-kick dari Kartu Keluarga.
Dan mirisnya lagi, mereka yang melontarkan pernyataan itu harga hapenya lebih mahal dari saya. Meski rata-rata hape mereka punya adalah merek buatan Tiongkok, tapi harganya kisaran 2 jutaan atau lebih. Dan ini yang paling penting, mereka juga mahasiswa bidikmisi. Sama seperti saya. Hiya hiya hiya.
BACA JUGA Dilema Pecinta iPhone Pengidap Trypophobia atau tulisan EmArif lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.