Berbicara tentang penjajahan, sebagian kita biasanya hanya membayangkan yang buruk-buruknya saja. Mungkin banyak dari kita yang membayangkan bahwa dulu kita ditindas habis-habisan saat dijajah bangsa Eropa. Padahal, penjajahan di Indonesia (kata ‘Indonesia’ disini sebagai nama wilayah, karena Negara Indonesia belum berdiri saat itu) itu tak lebih hanyalah kemesraan antara elit-elit Asing dan para komprador semata.
Sejatinya, jumlah orang Belanda di kala itu tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan jumlah orang Indonesia. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa ketika sumpah pemuda tahun 1928 diucapkan, sebagian besar orang yang bekerja di kantor pemerintahan Hindia-Belanda adalah orang berkulit cokelat. Bahkan sebagian besar mereka kesini hanya semacam perjalanan dinas saja. Yakni, ketika pekerjaan mereka selesai, mereka pulang kampung ke Belanda lagi.
Yang membedakan antara sebelum dan sesudah merdeka, sejatinya hanyalah hukum saja. Setelah merdeka kita memiliki kedaulatan, sehingga kita bisa mengatur hukum negara kita sendiri. Sedangkan sengsaranya bangsa kita setelah merdeka, kurang lebih sama seperti sebelum merdeka. Saya mengatakan demikian karena kita punya sumber daya alam yang berlimpah, namun ironisnya rakyat di negara kita masih banyak berada dibawah garis kemiskinan.
Eh, tapi apa jadinya ya kalo seandainya kita tidak pernah dijajah bangsa Eropa? Mari kita membayangkannya.
1. Indonesia tidak mungkin terbentuk.
Kerajaan-kerajaan sebelum kedatangan bangsa Eropa selalu mencoba menaklukkan Nusantara, tapi tidak pernah berhasil. Nusantara yang konon sempat dikuasai Majapahit pun berbeda dengan Nusantara yang sekarang. Kalau Indonesia menjadi negara dengan mengikuti wilayah sebagaimana wilayah kekuasaan Majapahit pada masa raja Hayam Wuruk, beberapa wilayah Filipina akan masuk wilayah Indonesia juga. Namun, karena penaklukan Nusantara dilakukan melalui kekerasan dan tidak ada kepentingan bersama, seperti saat mengusir penjajah, maka Nusantara akan sangat rentan pemberontakan.
Bahkan nama Indonesia juga pemberian dari bangsa Eropa, loh. Jadi, kita tidak mungkin menjadi Indonesia tanpa dijajah bangsa Eropa.
2. Kamu tidak akan menggunakan alfabet Latin
Kamu pasti tahu negara Thailand. Iya, Thailand adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak pernah di jajah oleh bangsa Eropa. Mungkin karena itu lah, alfabet asli milik mereka pun kini lestari dan mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Lalu sekarang bayangkan, apa jadinya bila Indonesia tidak pernah dijajah oleh bangsa Eropa?
Sebelum kedatangan bangsa Eropa, kita tidak mengenal alfabet Latin. Dahulu kita punya abjad sendiri seperti Pallawa, Aksara Jawa, Aksara Bali, Surat Batak, Aksara Sunda Kuno, Lontara, dan lain-lain. Masyarakat kita baru mengenal alfabet Latin setelah kedatangan bangsa Eropa. Dahulu penjajah dari negeri asing itu kesulitan berkomunikasi dengan masyarakat kita, sehingga mereka pun mengajarkan kita alfabet Latin. Maka berterimakasihlah pada penjajah karena kini kamu menikmati hasil pelajaran dari penjajah tersebut, berupa alfabet Latin yang selalu kamu gunakan setiap hari.
3. Nusantara akan terdiri dari banyak sekali negara, bukan hanya satu negara Indonesia saja.
Seperti yang saya sampaikan pada poin pertama, akibat dari tidak adanya kepentingan bersama, ditambah dengan bentuk wilayah kita yang merupakan negara kepualuan, maka sangat mungkin satu negara Indonesia terpecah menjadi banyak sekali negara tanpa kedatangan bangsa Eropa. Bahkan mungkin hampir setiap pulau besar di Nusantara ini bakal menjadi sebuah negara.
4. Kamu tidak akan melihat ikan-ikan Gupi di parit.
Ikan-ikan kecil yang sekarang hidup subur di setiap parit itu adalah spesies asli dari benua Amerika. Ikan itu dulunya dibawa oleh orang Belanda sekitar tahun 1920-an. Awalnya, ikan Gupi adalah ikan hias yang biasa dipelihara oleh orang Eropa di dalam Aquarium. Tapi kemudian dilepaskan di alam bebas, kemungkinan tujuannya untuk mengurangi populasi nyamuk. Entah bagaimana, ikan Gupi ternyata sangat cocok dengan kondisi perairan kita sehingga saat ini kita bisa menjumpai ikan Gupi hampir di setiap parit atau sungai.
5. Tidak ada Singkong
Singkong (ketela pohon) pada mulanya adalah tanaman dari benua Amerika. Pada abad ke-16, orang Portugis membawa singkong ke wilayah kita. Singkong begitu mudah ditanam dan dianggap sebagai makanan penyelamat di kala paceklik. Sehingga keberadaannya sangat populer bagi masyarakat. Tanpa penjajah, mungkin budidaya singkong tidak akan kita kenal seperti sekarang.
Kamu pasti ingat semboyan “Gold, glory and gospel (emas, kejayaan dan Alkitab)”. Iya, salah satu hal yang dilakukan oleh bangsa Eropa di tanah kita adalah menyebarkan agama Kristen. Meskipun ada dugaan bahwa Kristen Nestorian pernah ada di Sumatera sejak abad ke-7, namun tidak ada data yang mendukung terhadap dugaan itu. Yang tercatat sejarah adalah bahwa agama Kristen masuk di wilayah kita sekitar tahun 1500an, dibawa oleh Portugis.
Mengingat bahwa Misionaris menyebarkan agama Kristen hingga ke tempat-tempat terpencil di Nusantara, maka sangat mungkin bila tanpa penjajahan, animisme dan dinamisme masih akan banyak terlihat.
Foto oleh Dodik Fitriono Candra Sihite Wikimedia Commons.
BACA JUGA Kisah Fakboi Ken Arok yang Mampu Taklukkan Hati Ken Dedes dan tulisan Terminal Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.