Sebagai orang Kendal, banyak yang mempertanyakan kenapa saya justru merantau di Kediri, tidak bertahan saja di sana. Padahal, ada KIK, kawasan industri yang jelas membuka banyak lapangan pekerjaan, dan jelas lebih dekat pada keluarga.
Tapi, lihatlah Kendal sekarang. Ia memang maju, tapi jika bikin kelewat sering terkena bencana alam, bahkan daerah yang awalnya tak kenal banjir, kini jadi kawan karib, jelas, ada yang salah.
Sebut saja wilayah Kecamatan Brangsong dan Kaliwungu. Keduanya merupakan kawasan yang kini menjadi langganan banjir setiap musim penghujan tiba. Untuk Kecamatan Kaliwungu, sekadar informasi saja, saat saya remaja, di medio 2010-an wilayah ini malah justru tidak pernah dilanda banjir. Paling mentok genangan air imbas air hujan yang tidak bisa cepat mengalir ke saluran pembuangan.
Namun, kini Kaliwungu dan Brangsong seakan mengalami nasib yang sama keduanya nyaris dihantui ancaman banjir setiap musim penghujan tiba.
Lalu apa sajakah yang menjadi penyebab pesisir Kendal saat ini sering berkawan dengan genangan dan banjir yang seolah tidak ada habisnya? Menurut saya, ada beberapa alasan yang menurut saya jadi penyebab Kendal makin akrab dengan banjir.
Pengembangan kawasan industri yang serampangan
Tidak ada asap kalau tidak ada apinya. Penyebab banjir yang dewasa kini terjadi di Kecamatan Brangsong dan Kaliwungu bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba hingga menjadi seperti saat ini. Pembangunan industrialisasi yang masif di kawasan Pantura Kendal menurut saya turut menjadi penyebab banjir jadi semakin parah di daerah ini. Sekadar gambaran, topografi wilayah utara Kendal yang kini diubah menjadi Kawasan Industri Kendal merupakan wilayah petambak yang notabene masuk kelas badan air.
Ketika wilayah tersebut direklamasi, tentu akan ada kerusakan signifikan. Sebut saja di Dusun Pragak, Desa Turunrejo, Kecamatan Brangsong, kawasan yang dulunya merupakan wilayah tambak ikan bandeng kini banyak yang dibiarkan terbengkalai. Gara-gara reklamasi, daerah ini sering terdampak air pasang yang membuat kawasan tambaknya menjadi rusak.
Tidak cukup di situ, saat banjir tiba seperti di media Februari 2025 lalu, warga daerah tersebut juga terdampak banjir yang cukup lama.
Keadaan di Kecamatan Kaliwungu juga tidak jauh berbeda. Kawasan-kawasan yang dulunya tidak menjadi langganan banjir kini berubah. Penyebabnya karena lahan pegunungan di wilayah Kecamatan Kaliwungu Selatan digunakan untuk menguruk kawasan KIK. Akibatnya, air hujan tidak bisa terserap dan langsung mengarah ke dataran rendah. Belum lagi bukaan lahan Tol Semarang-Batang yang juga menggunakan lahan tersebut. Banjir makin tak terhindarkan.
Geliat industrialisasi Kendal yang menafikan alam
Entah apa yang dipikirkan para pengembang di KIK selain cuan. Setelah kawasan ini resmi dibuka pada November 2016 ekspansinya terlihat tanpa menimbang keseimbangan alam sekitar dari pengamatan saya. Pengelola tidak berpikir jangka panjang apa yang akan terjadi di masa depan dengan melakukan reklamasi pertambakan dengan sekala besar. Bahkan saat ini saja pihak pengembang seakan tutup mata melihat dampak yang terjadi di lahan tambak sepanjang wilayah Pantura Kendal setelah adanya KIK.
Tidak dimungkiri, adanya KIK bikin banyak potensi lapangan kerja yang bisa terserap. Tapi apalah artinya kemajuan ekonomi jika alam Kendal harus hancur lebur karena industrialisasi. Saat ini saja banjir yang terjadi tidak hanya muncul dari curah hujan saja, seperti yang saya singgung di atas. Ancaman banjir karena air pasang juga makin kentara mengancam masyarakat di wilayah pesisir pantai utara Kendal.
Dampak yang terjadi tidak hanya di wilayah yang dulunya menjadi tambak. Kawasan persawahan yang ada di Desa Wonosari Kecamatan Patebon juga ikut bernasib sama. Bahkan beberapa lahan sawah yang dulunya bisa ditanami padi, kini kondisinya tidak lagi memungkinkan untuk ditanami karena air pasang laut sudah naik sampai ke persawahan penduduk yang ada di sana.
Ancaman nyata itu sebenernya ada di depan mata. Tapi, seakan-akan pemangku kebijakan abai dan tutup mata, seolah semuanya tidak ada.
Bukan menyalahkan, tapi…
Tulisan ini muncul bukan untuk menyalahkan atau menghambat perkembangan ekonomi yang kini sedang dibangun oleh Kabupaten Kendal. Tapi, semata-mata untuk membangkitkan kesadaran dan meminta pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah untuk menyadarkan pengembang di KIK bisa bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan kepada warga. Agar kerusakan yang terjadi tidak semakin menjadi dan selalu bersembunyi di balik faktor cuaca yang tidak bersahabat.
Penulis: Fareh Hariyanto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Gaji UMK Kendal, Harga Kost Semarang: Derita Perantau di Kawasan Industri Kendal
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















