Teman-teman yang sedang kuliah, terutama para mahasiswa semester akhir pasti sering ditanyakan kapan wisuda. Baik oleh orang tua, tetangga, teman, sahabat, serta orang baru dikenal pun menanyakan hal yang sama. Menurut saya, pertanyaan kapan wisuda adalah pertanyaan maut yang bikin saya langsung bad mood.
Awalnya saya tidak begitu peduli dengan pertanyaan seperti itu karena waktu itu baru semester awal kuliah. Optimis untuk lulus tepat waktu masih tinggi, jadi saat itu saya cuma jawab kira-kira dua tahun lagi saya lulus.
Berbeda dengan sekarang, lama-kelamaan saya jadi risih dengan orang yang terus bertanya kapan wisuda. Setiap saya pulang kampung selalu saja ada yang menanyakan kapan wisuda, udah semester berapa. Ada rasa ingin marah saat ditanya seperti itu. Maklum, sekarang saya sudah semester sembilan.
Semester saya lebih bukan karena saya malas atau ada mata kuliah yang ngulang. Itu semua karena saya terlambat di seminar proposal, lebih tepatnya lama bimbingan. Jadilah saya mahasiswa legend seperti ini. Tapi, syukurnya sekarang saya sudah masuk mata kuliah skripsi, tapi tetap saja sekali terlambat tetap terlambat.
Kalau kita harus menjelaskan pada orang lain tentang kendala anak kuliahan, sepertinya tidak mungkin karena mereka selalu berpatokan dengan mahasiswa lain. Mereka pasti bilang kalau si A sudah lulus, si B sudah selesai kuliah. Padahal yang mereka bandingkan itu mahasiswa yang dari kampus berbeda, jurusan juga, kesulitan juga beda. Come on, setiap orang ada prosesnya masing-masing. Pernyataan seperti itu memang selalu memancing emosi.
Orang-orang yang sering menanyakan seperti itu malah buat mental jatuh karena saya yakin, semua mahasiswa tidak ada yang ingin terlambat lulus. Pasti ada alasan di balik keterlambatan itu. Tidak ada anak yang mau jadi beban keluarga terus menerus. Saya yakin, semua mahasiswa pasti ingin membanggakan orang tuanya di hari kelulusan. Melihat orang tua tersenyum sumringah dengan air mata haru karena melihat anaknya sudah jadi sarjana, itu adalah mimpi kami, para mahasiswa.
Jadi, untuk menghindari pertanyaan maut itu saya memutuskan untuk menunda pulang kampung. Kira-kira saya sudah setahun tidak pulang kampung. Bahkan, saat hari raya Idul Fitri tahun lalu saya tetap tinggal di kos. Bukan tidak kasihan dengan orang tua, tapi saya tidak mau pulang kalau di kepala juga masih ada beban.
Saya berencana akan pulang kampung kalau sudah jadi sarjana atau minimal setelah sidang skripsi. Selain karena malas mendengar pertanyaan tetangga, saya ingin ketika saya pulang kampung sudah ada hasil. Setidaknya, rasa rindu orang tua dapat saya balas dengan gelar yang sudah saya perjuangkan selama ini.
Tidak mudah menjadi mahasiswa rantau yang tinggal terpisah dari keluarga. Semua beban harus ditanggung sendiri. Apalagi akibat dari drama skripsi, saya sering menangis karena merasa frustasi. Tapi, semua itu harus dipendam karena tidak mungkin menceritakan semua beban kepada orang tua. Cukuplah mereka susah karena sudah mencari uang untuk biaya kuliah.
Untuk para mahasiswa yang merasa senasib dengan saya, tetap semangat dan jangan pernah menyerah. Jangan terlalu fokus dengan perkataan orang karena mereka tidak tahu kendala apa yang sedang kita hadapi. Merasa marah atau sakit hati pasti ada karena biasanya orang lain cenderung akan merendahkan jika kita terlambat wisuda. Realitanya, kita kan dibandingkan dengan mahasiswa lain yang lebih beruntung. Tetap percaya, jalan takdir setiap orang tidak ada yang sama.
Untuk orang-orang yang selalu ingin tahu kapan saya wisuda, tolong jangan sering menanyakan itu lagi. Saya seperti menghukum diri sendiri ketika mendengar pertanyaan seperti itu. Saya merasa menjadi orang bodoh yang pernah ada karena saya belum bisa membanggakan kedua orang tua saya. Saya rela menahan rindu dengan keluarga demi menuntaskan tanggung jawab untuk kuliah. Segala usaha sudah saya lakukan untuk melakukan yang terbaik akan tetapi untuk saat ini, rencana Tuhan belum bisa bersanding dengan kehendak saya.
BACA JUGA ‘Tips Lulus Cepat dan Cumlaude’ Tidak Berfungsi untuk Kaum Bad Luck dan artikel Dwi Aryani lainnya.