Untuk pendaki pemula, saya beri tips agar pendakian gunung pertama kalian tidak berakhir ambyar
Sebelum kegiatan pendakian gunung mewabah, mendaki gunung adalah salah satu kegiatan yang penuh perhitungan. Sekadar mendaki gunung dengan ketinggian 1500an meter di atas permukaan laut (mdpl) saja perlu persiapan lumayan matang. Apalagi tujuannya adalah gunung dengan ketinggian di atas 3000-an meter macam Argopuro, Ciremai, Slamet, atau bahkan Semeru. Persiapannya jelas bisa sampai berhari-hari untuk memastikan pendakian akan berjalan tanpa hambatan dan pulang dengan selamat.
Hal ini pula yang membuat jalur-jalur pendakian adalah tempat-tempat sepi di hutan-hutan. Belum lagi ketambahan mitos-mitos yang tidak jelas juntrungannya itu. Lengkap sudah.
Namun, semua berubah setelah 2012. Film 5 cm tayang, orang-orang menonton, lalu ter-influence, lantas punya keinginan seperti Zafran, atau Genta, atau bahkan memotivasi diri sendiri untuk bisa seperti Ian. Ya, semua seperti sulapan saja. Seketika toko peralatan gunung macam Eiger dan Arei menjadi primadona. Gunung-gunung menjadi ramai. Angka kematian saat pendakian pun ikut meningkat.
Data yang dihimpun jelajahlagi.id, setidaknya terdapat 151 kematian akibat aktivitas pendakian gunung. Data ini termasuk meninggalnya 23 pendaki akibat letusan Gunung Marapi akhir 2023 lalu, yang sekaligus menjadi tragedi pendakian gunung di Indonesia dengan jumlah korban terbanyak. Jumlah kedua, yakni sebanyak 20 orang pendaki meninggal disebabkan oleh hipotermia. Kematian pada pendakian lainnya disebabkan akibat tersesat, terjatuh, fisik drop, dan sebab lainnya.
Mengantisipasi hal yang sama terjadi kepada pendaki pemula, ada beberapa saran yang perlu dilakukan atau harus disediakan agar pendakian pertama tidak berakhir ambyar.
Peralatan dasar yang harus dimiliki pendaki pemula
Memulai pendakian adalah memulai perjalanan. Pengalaman saya, ada peralatan dasar yang wajib dimiliki setiap pendaki pemula saat akan memulai pendakian. Peralatan tersebut di antaranya pakaian secukupnya, sepatu pendakian, jaket, dan sleeping bag, serta jas hujan. Peralatan dasar bersifat pribadi ini terutama didominasi oleh pakaian. Tujuannya jelas, menghindari hipotermia, yang menjadi salah satu penyebab sering terjadinya kematian di gunung.
Satu hal yang mesti diingat, bahwa peralatan dasar ini tidak harus yang mahal. Jika memang memungkinkan untuk membeli atau meminjam yang bagus (mahal), ya sah-sah saja. Namun, jika tidak memungkinkan, peralatan yang bisa membuat kondisi badan hangat di cuaca gunung sebenarnya sudah lebih dari cukup.
Olahraga untuk persiapan
Olahraga adalah hal penting lainnya yang biasanya dilupakan para pendaki pemula, bahkan yang sudah sering sekalipun. Padahal olahraga kecil seperti jogging dan kardio dua atau tiga kali seminggu sebelum melakukan pendakian saja sudah lebih cukup membantu saat melakukan pendakian nanti.
Saya menemukan faktor olahraga ini cukup memengaruhi, terutama bagi yang baru pertama kali naik gunung dan pendaki pemula pada umumnya. Saya biasanya menyarankan orang yang baru pertama kali mendaki (bersama saya) untuk minimal jogging sebanyak 3 kali seminggu menjelang waktu pendakian.
Hasilnya? Selama melakukan pendakian dengan orang-orang yang “ngikut” saat saya suruh ini, sejauh ini tidak pernah mengalami masalah yang berarti. Terutama terkait dengan napas ngos-ngosan atau fisik yang drop.
Ubah mindset
Selama ini, orang beranggapan bahwa mendaki gunung itu adalah bertamasya, piknik. Menurut saya ini pemahaman yang keliru. Mendaki gunung itu ya kegiatan outdoor, berbeda jauh sekali dengan tamasya. Persiapannya harus benar-benar matang, mulai dari kondisi fisik, transportasi, sampai dengan akomodasi dan logistik saat pendakian. Sedikit rumit, tapi tetap bisa diusahakan.
Hal kedua yang menurut saya sangat banyak disalahpahami banyak orang adalah terkait menaklukkan gunung. Mendaki gunung tidak seharusnya dikaitkan dengan penaklukan. Mendaki gunung ya mendaki gunung. Menjelajahi dan menikmati alam.
Terkait diksi “penaklukan” ini, bisa berakibat fatal. Para pendaki (terutama pendaki pemula) biasanya menganggap jika tidak bisa sampai puncak, maka ia gagal menaklukkan gunung. Hal ini yang membuat para pendaki memaksakan kehendak, yang pada akhirnya tidak jarang berakhir fatal.
Satu hal lagi yang sekiranya harus jadi pegangan orang-orang yang baru mau ikut kegiatan pendakian adalah “lebih baik tidak pernah sampai puncak daripada tidak pernah sampai rumah.” Kalimat ini menjadi salah satu kalimat sakti yang menjadi pegangan saya selama ini.
Keinginan untuk sampai puncak dan berfoto-foto ria sebagai simbol “penjelajahan sudah tuntas” tidak seharusnya jadi tujuan utama. Ada orang-orang di rumah kita yang menunggu kita pulang dengan selamat. Mereka juga tentu menunggu kita dan berharap pengalaman pendakian kita bisa kita bagi kepada mereka. Itu!!
Penulis: Taufik
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 4 Jalur Pendakian Gunung yang Cocok untuk Pendaki Pemula