Daftar Isi
Daerah pinggiran Semarang yang kaya akan fasilitas
Sambiroto memang daerah pinggiran. Akan tetapi, status itu tidak lalu membuat penyediaan fasilitas di lingkungan tersebut menjadi terabaikan. Pom bensin, rumah sakit, universitas, dan sekolah ternama berdiri di seputar kawasan tersebut. Selain dikelilingi oleh satu rumah sakit umum dan dua rumah sakit swasta, wilayah Sambiroto dilengkapi pula dengan rumah sakit khusus gigi.
Perihal kebutuhan nongkrong juga tak perlu dicemaskan oleh mereka yang tinggal di Sambiroto. Sederet waralaba kafe lokal dan working space siap sedia menjadi jujukan mengisi hari. Baru-baru ini saja, franchise makanan siap saji seperti McDonalds dan KFC juga mulai beroperasi 24 jam sehingga masyarakat tak perlu khawatir kelaparan tengah malam.
Fenomena masuknya beberapa brand besar dan melimpahnya fasilitas publik membuktikan bahwa Sambiroto menyimpan potensi dari sudut pandang bisnis. Fakta ini secara tidak langsung memvalidasi bahwa daya beli penduduk setempat cukup tinggi. Oleh karena itu, kesempatan ini dapat menjadi landasan kuat untuk tidak hanya tinggal, melainkan juga meraup cuan dari berbisnis.
Biaya hidup yang masih terjangkau
Dalam benak umum, hidup di Semarang itu mahal. Melansir dari Kompas, Kota Lumpia menduduki peringkat ke-5 terkait kota dengan biaya hidup tertinggi di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Bekasi, dan Depok. Pernyataan tersebut tidak salah, tetapi juga tidak seratus persen benar.
Banyak variabel yang berpengaruh terhadap besarnya pengeluaran seseorang, tidak terkecuali pemilihan tempat tinggal. Bermukim di Sambiroto memungkinkan seseorang menekan biaya hidup, bahkan mungkin hampir sama dengan mereka yang tinggal di daerah Kabupaten Semarang. Ingat, biaya hidup berbeda dengan gaya hidup.
Banyak penjual sayur keliling dengan gerobak maupun di emperan yang menjajakan dagangannya dengan harga murah meriah di seputar Sambiroto. Pedagang kaki lima jajanan seharga lima ribuan juga semangat meramaikan jalanan semenjak sore hari. Menikmati seporsi nasi goreng atau ayam geprek dengan merogok kocek antara sepuluh sampai lima belas ribu pun bukan sesuatu yang mustahil diperoleh di Sambiroto.
Tak cuma urusan perut, harga sewa kamar kos berikut perabot standar dengan kamar mandi dalam sebesar 500 ribuan masih banyak dijumpai. Kalau boleh jujur, biaya hidup di Jalan Kaliurang, Jogjakarta jauh lebih tinggi ketimbang biaya hidup di Sambiroto, Semarang. Ironisnya, Jogja malah sering digadang-gadang sebagai kota yang ramah kantong untuk keputusan menetap.
Semarang tidak seburuk itu
Setidaknya, tiga argumen di atas akan membuka mata masyarakat luas bahwa Semarang tidak semengerikan dan semenjengkelkan yang disampaikan kebanyakan orang. Opini di atas tentu saja bukan omong kosong belaka. Sepuluh tahun tinggal di Kota Pelajar yang erat dengan romantisasi hidup murah nyatanya tak kuat mengekang saya untuk berdomisili lebih lama di sana. Justru, bertempat tinggal di Sambiroto seolah menemukan hidden gem yang membuat saya yakin menghabiskan sisa hidup di Semarang.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Semarang Mungkin Kota yang Menyebalkan, tapi Meninggalkannya Tidak Pernah MudahÂ