Pandemic Covid-19 atau virus corona ini makin hari makin mengkhawatirkan banyak orang. Tidak terkecuali para perantau seperti mahasiswa. Pasca kampus memberlakukan kuliah online, banyak mahasiswa yang berbondong-bondonglah pulkam alias pulang kampung apalagi sekarang sudah fix kuliah onlinenya bakal sampai lebaran. Tapi di antaranya ada juga mahasiswa yang nolak pulkam meskipun sebenarnya mereka merasa GEGANA—gelisah, galau, dan merana.
Kalau dipikir-pikir, siapa sih yang nggak pengin pulang lalu melepaskan rindu dengan keluarga, khususnya di situasi krisis kayak gini. Mana orang di rumah juga sebenarnya selalu khawatir dan meminta kita untuk pulang saja. Tapi tanpa bermaksud menjadi durhaka atau pun durjana, memutuskan untuk tetap di tempat rantau adalah pilihan yang paling tepat di tengah pandemi sepert ini.
Saya ngebayanginnya sedih banget sih. Demi menghindari risiko membawa pulang virus dari tempat rantau ke kampung, para mahasiswa yang nolak pulkam ini jadi harus merasakan kesepian. Mana nanti puasa dan lebaran sendirian juga…
Bayangin gimana perasaanmu pas lebaran tapi nggak bisa sungkem, dan nggak bisa makan ketupat dan opor ayam buatan ibu… Apa nggak remhoook hatimu, le?
Belum lagi kalau kita mikirin gimana nasib mereka selama di kost. Saya yakin, seintrovert apa pun orang, kalau kelamaan swakarantina pasti bosan juga. Dan pasti dikoyak-koyak rindu pada keluarga.
Saya sungguh salut sama mahasiswa yang nolak buat pulkam ini. Dengan kerendahan hati, mereka menurunkan ego untuk tetap tinggal di perantauan. Memilih untuk bersabar sampai waktu yang entah kapan, menunggu hingga kondisi lebih baik dibanding memaksa untuk pulang. Sungguh tindakan yang sangat mulia.
Bayangin kalau semua mahasiswa penginnya pada pulkam. Apalagi kalau dia ada di zona merah. Pas pulkam malah jadi Orang Dalam Pantauan (ODP), dia jadi bikin warga di kampung cemas. Lalu orang kampung jadi stress karena kepikiran kalo kena virus harus berobat ke mana karena fasilitas kesehatan di kampung jauh tertinggal dari kota.
Mana di kampung banyak orang lanjut usianya lagi. Mereka bakal jadi orang paling rentan sama virus ini. Ujung-ujungnya, gara-gara kenekatan kita, akhirnya malah timbul banyak masalah baru.
Kita emang nggak bisa ngelarang semua mahasiswa biar jangan pulkam, abis mereka pulkam kan pakai duit mereka sendiri. Tapi kalau di situasi seperti ini harusnya bisa jadi pengecualian lah. Bukti sayang sama keluarga di situasi sekarang adalah tidak memaksakan bertemu dengan mereka.
Kalau kata KH Zainudin MZ (Alm), pas ada yang protes ke dia dengan bilang, “yang mabok gue, yang beli minuman gue, mabuk di rumah gue. Kenapa elu yang pusing?”, atau “yang judi gue, pake duit gue, kenapa elu yang pusing?” dia jawab dengan bilang, “Iyeeee, yang judi elu, yang mabok elu, yang zina elu. Tapi judi, mabok zina, maksiat. Kalau ini negeri kebanyakan maksiatnya, Allah marah turunkan gempa bumi, yang mampus bukan elu doang!11!”
Lagian diem di kost dan nggak pulkam juga nggak buruk-buruk amat. Anggap aja kita lagi menjalani kehidupan yang penuh kebebasan seperti yang selama ini kita inginkan tapi terganjal dengan hal-hal yang tidak disepakati oleh orang tua (main game seharian, misalnya). Juga mengurangi risiko dimarahi kalau setiap hari kerjaannya rebahan dan malas-malasan.
Tapi meskipun nggak pulkam, ngongkrong sama temen juga jangan tetep jalan ya, kalo masih nongkrong sih sama aja! Tujuan nggak pulang kan biar kita melakukan swakarantina.
Buat teman-teman mahasiswa yang nolak pulkam, sekali lagi salut dan terima kasih karena kalian berpartisipasi meringankan beban pemerintah, tenaga medis, dan orang-orang yang sibuk menangani pandemi ini dengan tidak menjadi pasien (atau menghasilkan pasien karena tertular virus dari kalian). Kasian mereka tuh, pasiennya udah banyak, mana kekurangan alat pelindung diri (APD) lagi.
BACA JUGA Diimbau Jangan Mudik Tapi Boleh Mudik Itu Maksudnya Gimana, sih? atau tulisan Muhammad Kamarullahlainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.