Di balik antusias dan kegembiraan menyambut datangnya bulan Ramadan, sesungguhnya terselip kesedihan di hati anak kosan yang hidup di perantauan. Gimana yah, sebenarnya sih pengin bahagia one hundred percent seperti yang lain, tapi apalah daya hati tidak bisa membohongi diri sendiri. Meskipun sebetulnya kesedihan ini juga akan hilang setelah dikasih kolak pisang gratis plus nasi ayam ketika buka puasa nanti.
Semua orang yang pernah menjadi anak kos pasti pernah juga mengalami momen yang menyedihkan seperti ini ketika Ramadan. Bukannya mau alay atau berlebihan sih, hanya saja kesedihan ini memang terlalu berat untuk tidak diungkapkan. Sehingga ingin sekali menceritakan ke seluruh dunia tentang penderitaan ini. Halah, apa, sih?
Bagi para anak rantau atau anak kosan, bulan Ramadan punya cerita tersendiri. Sebab bagi mereka, menjalani puasa punya tantangan yang berbeda. Anak kos hidup jauh dari orang tua, otomatis mereka akan menyiapkan menu untuk berbuka puasa dan sahur seorang diri. Selain itu, bangun pada pagi-pagi buta adalah tantangan terberat. Belum lagi masih harus menyiapkan makanan untuk santap sahur.
“Duh, nanti bisa bangun nggak, ya?”
“Sahur mau masak apa?”
“Yah, harus beli terus dong, karena nggak ada dapur.”
“Sahur air putih lagi.”
“Ah, ya udahlah nggak usah sahur aja.”
Dan dua kalimat terakhir adalah hal paling sering dikeluhkan ketika keadaan sudah mepet dan tidak ada yang bisa dilakukan. Sungguh mengenaskan memang~
Kehidupan di kos-kosan pasti jauh berbeda bila dibandingkan dengan kebiasaan kita di rumah. Kalau masih sama orang tua sih kita akan dengan tenang bisa bangun sahur karena pintu kamar digedor-gedor, atau dengan cara lain. Pokoknya kalau di rumah harus sahur, bagaimanapun kondisinya.
Namun kalau sudah di kos, yah sudah lumrah rasanya untuk kelewatan bangun sahur. Pasalnya, selain nggak ada yang bangunin, juga sudah terbiasa bangun siang kalau mau kuliah. Jadi ya sabar aja kalau bangun-bangun eh azan Subuh sudah berkumandang. Atau saat bangun mataharinya sudah panas banget di luar.
Demi mengatasi masalah tersebut, kerjasama antar penghuni kos dibutuhkan. Biasanya mereka saling membangunkan satu sama lain untuk santap sahur. Pun dengan makanannya, patungan beli lauk pauk atau masak bersama bisa jadi pilihan. Namun, hal itu juga tergantung peruntungan, apakah kita memiliki partner antar penghuni kos yang baik dan pengertian? Sebab jika tidak, boro-boro masak bareng, dibangunin aja nggak.
Nah, pilihan terakhirnya nih, kalau udah mentok bagi anak kos yang susah banget bangun atau pasti nggak bangun sebelum subuh adalah sahur ketika tengah malam atau sebelum tidur. Biar aman dan nggak kelaparan banget ketika menjalani puasa (padahal ya sama aja). Namun, prinsip yang dipegang adalah lebih baik sahur tengah malam daripada nggak sahur sama sekali. Nice~
Sahur memang bukan perkara yang mudah bagi anak kos. Bagaimanapun, kita harus bisa menikmati hidup dengan segala keterbatasan. Mulai dari uang sampai peralatan makan yang seadanya. Alhasil makanan apa pun dimaksimalkan agar tetap bisa sahur, walau cuma makan mie instan, misalnya. Juga dengan anak kos yang tidak punya peralatan makan seperti piring dan sendok. Akhirnya segala barang disulap menjadi peralatan makan, yang terpenting bisa dipakai.
Nah, hal ini terkadang menimbulkan kegalauan yang lainnya, yakni menu yang akan dimakan ketika sahur.
Kalau kemampuan masak masih seujung kuku ya jalan keluarnya adalah membeli di luar. Kalau malas harus berjalan di pagi buta, ya siapin sedari malam. Dan kalau uang bulanan sudah ludes, ya siap-siap mie instan. Namun, justru di sinilah kreativitas diuji. Selain tim sahur 30 hari dengan mie instan, juga ada beberapa tipe anak kos yang sukanya mencoba hal baru. Misalnya saja membuat roti bakar tanpa pemanggangnya. Caranya? Gunakan saja setrika pakaianmu, niscaya menu sahurmu akan bervariasi.
Yah begitulah, antara kreatif dan kepepet memang beda tipis.
Kegalauan selanjutnya adalah sahur sendirian. Apalagi pas sahur ‘pertama’, yang menjadi momen istimewa. Ini cuma terjadi setahun sekali, jadi wajar kalau sebagian orang ingin melewatkan momen itu bersama keluarga tercinta. Atau paling nggak yaaa, nggak sahur sendirilah.
Sayang oh sayang. Pada akhirnya yang menemani hanyalah guling kesayangan.
BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.