Rupa-rupa Kecewa Penikmat Sate Padang

Rupa-rupa Kecewa Penikmat Sate Padang

Rupa-rupa Kecewa Penikmat Sate Padang (Sabjan Badio via Wikimedia Commons)

Kira-kira siapa yang pernah merasa kecewa saat makan sate Padang kayak gini?

Masakan Padang adalah salah satu genre masakan yang paling dikenal masyarakat Indonesia. Persebaran masakan Padang mengikuti kebiasaan merantau suku Minang ke berbagai penjuru Nusantara. Dalam pengembaraannya itu, orang-orang Minang membawa kebiasaan sehari-hari mereka termasuk dalam hal keterampilan memasak yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Salah satu jenis makanan yang cukup banyak digemari adalah sate Padang. Peminat kuliner satu ini berasal dari berbagai kalangan. Sate berbahan utama daging sapi, lidah sapi, atau jantung sapi yang dibakar di atas tempurung kelapa ini biasanya dinikmati bersama kuah kental dengan bumbu beraneka rempah bercita rasa pedas. Umumnya sate Padang disajikan bersama potongan lontong atau ketupat.

Sebagai seorang penggemar kuliner, bisa menikmati sate Padang dalam kondisi terbaik merupakan sebuah kebahagiaan buat saya. Kekurangan hal-hal kecil dalam sebuah ritual bernama makan tak dapat dimungkiri memang sedikit banyak dapat mempengaruhi kenikmatan makan. Bahkan jika dialami berulang kali, bukan hal mustahil kesan kita kepada suatu makanan dapat berubah.

Kalau begitu, apa saja bentuk kekecewaan yang lazim dijumpai seorang penikmat sate Padang? Saya mencoba merangkumnya satu per satu:

Daging sate terlalu keras, terlalu lunak, atau tidak segar

Sebagai bahan utama, daging sate menjadi sasaran kritik paling umum dari konsumen sate Padang. Daging yang terlalu keras menandakan proses perebusan daging terlalu singkat. Sebaliknya, jika perebusan terlalu lama maka tekstur daging menjadi terlalu lembut, sehingga sensasi nikmat yang khas dari mengunyah daging tidak akan kita dapatkan.

Dalam beberapa kasus, daging tidak segar. Kondisi ini bisa jadi karena bahan mentah yang digunakan kurang bagus, atau treatment atas daging sate dari sisa yang tidak terjual sebelumnya. Sebagai informasi, daging sate masih bisa bertahan lebih dari satu hari. Jika penanganannya tepat, kondisi daging masih dapat dipertahankan tanpa mengurangi kelayak-jualannya pada keesokan harinya.

Selain itu, proses pemanggangan yang baik juga memegang peranan tak kalah penting. Siapa sih yang bisa menikmati potongan daging yang overcooked, kan?

Baca halaman selanjutnya

Ketika disajikan, kuah sate Padang kadang terlalu encer…

Kuah terlalu encer

Kuah sate dibuat dari kaldu rebusan daging yang dicampur dengan berbagai jenis rempah yang dihaluskan dengan cabai. Kemudian secara bertahap tepung beras ditambahkan sambil diaduk hingga tercapai tingkat kekentalan yang tepat.

Sayangnya, ketika disajikan, kuah sate Padang kadang-kadang terlalu encer. Hal tersebut bisa terjadi karena tepung beras yang digunakan terlalu sedikit, menggumpal, atau tidak tercampur dengan baik karena kurang diaduk.

Selain itu kekentalan kuah juga dipengaruhi oleh suhu. Biasanya panci kuah ditempatkan dekat dengan tungku pemanggang. Jika kurang panas, kuah akan mencair, yaitu kaldu dan tepung beras tidak menyatu. Kira-kira bisa dianalogikan sebagai “pecah santan” pada masakan gulai.

Lontong atau ketupat lembek dan berair

Sebagaimana halnya nasi, lontong atau ketupat dalam sepiring sate Padang berfungsi sebagai material pengisi yang memberikan sensasi kenyang pada lambung. Tak jarang jika ada pembeli yang merasa belum cukup kenyang, mereka akan menambah satu ketupat tambahan.

Jika beras yang digunakan terlalu sedikit, ketupat akan menjadi lembek. Umumnya, lontong dan ketupat dapat bertahan di suhu ruangan hingga dua hari. Namun jika penanganannya tidak tepat—misalnya tidak diangin-anginkan—ketupat akan berair dan lengket. Jika sudah begini bisa mempengaruhi kenikmatan sate Padang.

Tidak ada pelengkap sate Padang

Meskipun tidak wajib, bagi beberapa pelanggan, keberadaan pelengkap menjadi nilai tambah tersendiri. Misalnya, taburan bawang goreng yang dapat menambah gurihnya seporsi sate Padang. Atau, tambahan jangek dan keripik singkong balado yang dijual terpisah dan mampu menambah kemeriahan acara makan.

Oh ya, sudah pernah coba makan kerupuk kulit dengan kuah sate, kan? Kalau belum, cobain, deh. Lamak bana!

Kehabisan sate Padang

Bayangkan, kita mengidamkan sepiring sate Padang untuk berbuka puasa. Sepulang kerja, kita bergegas menembus macet dan hujan untuk singgah di lapak langganan. Saat sampai di parkiran 10 menit sebelum waktu berbuka puasa, terlihat sedikit pembeli yang mengantre. Stok kelihatannya masih aman.

Akan tetapi sayangnya, ketika tiba di kedai, si uda bilang, “Maaf, Mas, sudah habis.”

“Itu bukannya masih banyak ya, Da?”

“Pesanan kakak ini, baru aja. 25 bungkus.”

“Buset.” Untung kakaknya manis. Eh…

Saya tidak melayani debat bahwa kehabisan incaran merupakan bentuk kekecewaan terbesar bagi seorang penikmat sate Padang. Sebenarnya ini juga berlaku untuk semua pencinta kuliner, sih.

Sengaja ditaruh terakhir, biar relate. Hehehe…

Gimana? Apakah sudah cukup terwakili? Atau kalian punya pengalaman lainnya ketika menyantap sate Padang? Mudah-mudahan tidak membuat kalian kapok dan bisa terus menikmati anugerah kekayaan kuliner Nusantara, ya.

Penulis: Revi AM
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Membedah Komponen-komponan dalam Keanekaragaman Sate Padang.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version