Sudah empat tahun ini saya merantau ke Kediri dan meninggalkan Jogja. Dari tahun pertama merantau sampai sekarang, ada beberapa hal yang membuat saya kangen dengan Jogja. Tentunya bukan hal-hal biasa saja seperti wisatanya. Kalau cuma itu sih di Kediri juga ada.
Hal-hal yang menyangkut wisata di Jogja, misalnya pegunungan atau pantai, saya nggak kangen-kangen amat. Lha, wong tinggal pergi ke Blitar atau Tulungagung saya sudah bisa menikmati pantai yang nggak kalah sama pantai-pantai di Gunungkidul. Atau tinggal pergi ke Kelud atau ke Wilis kalau cuma ingin menikmati pegunungan yang tentunya nggak kalah sama di Mangunan atau Kaliurang.
Jadi, ada beberapa hal yang memang saya rindukan dari daerah dengan UMR rendah dan permasalahan sampah yang tak kunjung usai itu. Tentunya hal-hal ini nggak bisa saya temukan di Kediri. Selama empat tahun merantau di sini, saya sudah mencarinya ke mana-mana dan memang nggak pernah saya jumpai.
Suara knalpot RX King saat ada kampanye di Jogja
Pertama, saya merindukan suara knalpot RX King spek kampanye yang sudah diblombong sedemikian rupa. Suara knalpot yang sudah diganti dengan tempolong hingga suaranya bisa memecahkan gendang telinga ini kok nggak bisa saya jumpai di Kediri. Hal sederhana ini, walaupun nggak disukai banyak orang dan bukan hal yang positif, menjadi api pemicu ingatan saya tentang Jogja.
Sejak saya kecil, suara-suara knalpot itu sudah akrab di telinga saya. Saat ada kampanye partai, kampanye pemilihan lurah, hingga kampanye suporter sepakbola, pasti ada aja RX King atau motor 2 tak lainnya yang knalpotnya diblombong.
Malah waktu saya kecil dulu, kira-kira waktu masih SD, tiap kali saya mendengar suara knalpot tret tet tet ngong ngong khas knalpot blombongan, saya langsung berlari menuju jalan raya untuk melihatnya. Memang aneh sih, tapi begitulah faktanya.
Baca halaman selanjutnya: Di tanah perantauan, untuk mengobati rasa kangen…
Di tanah perantauan, untuk mengobati rasa kangen, saya sampai mencari video di YouTube dengan keyword kampanye salah satu partai besar dengan laskar banyak di Jogja. Maaf, Mas Elanto, meskipun meski panjenengan menolak keras ormas ini kampanye dengan knalpot blombongan yang tentunya menganggu publik, ndilalah malah menjadi hal yang saya rindukan dari Jogja. Tapi, Mas, bukan berarti saya mengamini dan membenarkan perbuatan itu, lho. Peace!
Festival takbir keliling
Hal kedua yang saya rindukan dari Jogja adalah festival takbir keliling tiap Idulfitri dan Iduladha. Soal ini, saya yakin, Kediri bukan tandingan Jogja. Selama empat tahun berada di Kediri, saya belum menemukan festival takbir keliling seperti yang saya jumpai di Jogja.
Jadi begini, di beberapa daerah di Jogja, sudah menjadi hal wajib mengadakan takbir keliling untuk menyambut hari raya. Yang membedakan antara Kediri dan Jogja adalah penggunaan maskot, pasukan di belakang maskot, dan musik yang mengiringi takbir.
Maskot yang dibuat untuk festival takbir keliling di Jogja bermacam-macam. Gambarannya seperti ogoh-ogoh di Bali, tapi dengan nuansa Islam atau kedaerahan. Selain itu, maskotnya bukan dipanggul, melainkan dibuat di atas gerobak roda 3 atau gerobak yang sudah dimodifikasi.
Lalu di belakang maskot ada pasukan dengan pakaian yang dibuat seperti karnaval pada umumnya. Biasanya pakaian ini mengikuti maskot atau tema yang sudah ditentukan sebelumnya. Untuk musiknya, biasanya menggunakan iringan dari drumband dengan aransemen yang sudah disesuaikan dengan tema juga.
Festival takbir keliling di Jogja ini sangat berbeda dengan di Kediri yang rata-rata menggunakan sound system besar yang diletakkan di kendaraan. Vibes hari rayanya pun berbeda.
Kalau kalian ingin menikmati festival takbir di Jogja yang saya maksud, coba deh catat ini. Ada beberapa daerah yang sudah terkenal festival takbirnya. Misalnya Festival Takbir IRM Jambidan, Festival Takbir Piala Kraton, dan Festival Takbir Karang Taruna Sultan Agung yang ada di daerah Bantul selatan.
Itulah dua hal yang saya rindukan dari Jogja. Dua hal ini kerap membayang-bayangi saya saat merantau di tahun pertama, sih. Kalau menurut kalian, apa yang paling kalian rindukan dari Jogja?
Penulis: Achmad Syafi’i
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Meninggalkan Jogja Itu Tak Mudah dan Memang Tak Akan Pernah Mudah.