Richeese Factory Bisa Jadi Pilihan di Tengah Fenomena Boikot Produk Israel. Sayang, Menu dan Pelayanannya Bintang Satu

Richeese Factory Bisa Jadi Pilihan di Tengah Fenomena Boikot Produk Israel. Sayang, Menu dan Pelayanannya Bintang Satu Mojok.co

Richeese Factory Bisa Jadi Pilihan di Tengah Fenomena Boikot Produk Israel. Sayang, Menu dan Pelayanannya Bintang Satu (unsplash.com)

Dear pengelola Richeese Factory, ini saat yang tepat berbenah diri. 

Beberapa waktu lalu salah satu Terminal Mojok membahas panduan memboikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel. Masyarakat memboikot untuk menunjukkan keberpihakan dan empati mereka terhadap banyak warga Palestina yang menjadi korban. Beberapa merek franchise kuliner yang kena boikot ada McDonald’s, Pizza Hut, KFC, Burger King, Domino’s Pizza, dan Starbucks.

Warga kemudian mencari alternatif merek franchise. Salah satu pilihannya jatuh pada Richeese Factory. Franchise restoran siap saji asal Indonesia ini menjual menu utama ayam goreng dan keju. Dilihat dari pilihan menunya, Richeese Factory bisa jadi alternatif McDonald’s dan KFC yang gerainya tersebar di berbagai daerah. 

Jujur saja, sebagai seseorang yang cukup sering makan ayam goreng krispi, saya lega ada Richeese Factory. Selain tidak terafiliasi dengan Israel, rasa ayam gorengnya enak. Kalau boleh menilai dalam bentuk bintang, saya akan sematkan bintang 5 alias paling tinggi. Hanya saja, setelah mampir beberapa kali, saya merasa pelayanan dan menu resto cepat saji asal Bandung ini seperitnya masih bisa dimaksimalkan. Untuk pelayanan dan menunya, saya memberikan bintang 1 saja.  

Menu Richeese Factory bikin saya bingung

Bagi saya, menu Richeese Factory itu membingungkan. Desainnya kurang oke sehingga saya kesulitan menangkap informasi yang disampaikan. Ujung-ujungnya, saya bingung mau pesan apa. 

Misalnya nih, di Richeese Factory ada menu Fire Chicken. Lalu nyempil di salah satu pilihan levelnya. Lalu nyempil lagi pilihan minumannya. Belum selesai, masih ada tambahan menu combo lainnya di menu itu. Saya yang membacanya jadi kebingungan. 

Belum lagi, pilihan menu ayamnya yang mirip-mirip. Sebagai pembeli saya perlu membaca satu-satu sambuk berpikir. Prose memilih menu ini kadang membuat orang-orang di belakang saya menunggu cukup lama. Jadi nggak enak sama pelanggan lain. 

Persoalan desain menu memang terdengar sepele, tapi ini krusial. Waktu memilih menu bisa berpengaruh pada panjangnya antrean. Kalau pelanggan lain terlalu lama menunggu bisa berpengaruh ke tingkat kepuasan. Skenario terburuk, besok-besok pelanggan jadi nggak balik lagi. 

Pilihan side dish dan minuman perlu diperbanyak

Terkait rasa, saya puas dengan makanan dan minuman yang disajikan Richeese Factory. Saya hanya menyayangkan soal pilihan side dish yang menurut saya terlalu sedikit. Walau tampak sepele, saya rasa keberagaman side dish bisa menjadi poin plus. 

Masih ingatkan bagaimana masyarakat suka membanding-bandingkan es krim vanila dari dua merek franchise restoran cepat saji ternama? Bukan, saya nggak sedang meminta Richeese Factory menyediakan ice cream enak. Saya hanya sedang menunjukkan side dish bisa menjadi poin plus suatu restoran. Syukur-syukur bisa menarik pembeli untuk datang lagi. 

Selain side dish, saya merasa pilihan minuman di resto yang berdiri sejak 2011 ini juga kurang banyak. Semuanya manis-manis, tidak ada pilihan yang lebih ramah di lidah pemudi jompo seperti saya.

Pelayanan bisa lebih dimaksimalkan

Saya merasa pelayanan Richeese Factory kurang efisien. Saya sudah pernah beberapa kali ke dua cabang Richeese Factory. Satu gerai berada di Malang, satu lagi di Surabaya. 

Nah, saya merasakan ada perbedaan pelayanan antara cabang di Malang dan Surabaya. Di cabang Malang, saya memesan menu burger. Selama pesanan saya dibuat, saya dibekali  sebuah alarm wireless. Alarm itu akan berbunyi ketika pesanan saya sudah siap. 

Akan tetapi, pengalaman jajan di Richeese Factory cabang Surabaya sungguh berbeda. Saya memesan dan perlu menunggu karena makanan tersebut sedang dibuat. Saya tidak dibekali  alarm wireless seperti di cabang Malang

Kalau kalian berpikir akan dipanggil, itu salah besar. Saya diminta mengestimasi sendiri waktu untuk mengambil pesanan tersebut. Benar-benar merepotkan bolak-balik ke meja pemesanan hanya demi memeriksa pesanan sudah siap atau belum. Seingat saya, pada waktu itu saya memesan side dish. Saya kurang ingat kalau pesanan makanan utama, bisa jadi standarnya berbeda. 

Saya menulis ini karena merasa Richeese Factory seharusnya bisa lebih memaksimalkan momentum boikot produk Israel. Selain momentum, Richeese Factory sebenarnya punya kekuatan lain yakni merek asli Indonesia. Memanfaatkan dua identitas itu, bayangkan berapa banyak kesempatan yang bisa dimaksimalkan. Kedepannya, saya harap Richeese Factory terus berbenah diri. 

Penulis: Bella Yuninda Putri
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA Sarapan Mie Ayam Adalah Kebiasaan Orang Jakarta yang Paling Aneh

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version